Siapa yang tidak suka susu? Minuman yang satu ini sangat bergizi dan sering kita konsumsi sejak kecil. Namun, tahukah kamu bahwa ternyata segelas susu yang biasa kita konsumsi setiap hari menyimpan rahasia ilmiah yang menarik? Apa itu? Yuk, simak lebih lanjut.
Pernahkan kalian memperhatikan saat membuat susu dengan melarutkan susu bubuk dengan air panas? Setelah susu tersebut diaduk, tampak seperti larutan homogen, bukan? Susu yang sering kita konsumsi sehari-hari sebenarnya tidak sepenuhnya homogen seperti yang terlihat oleh mata, di dalamnya terdapat partikel-partikel lemak dan protein yang tersebar merata dalam air, membentuk struktur unik yang berbeda dari larutan pada umumnya. Misalnya saja saat kita membuat larutan gula, gula tersebut benar-benar larut hingga tingkat molekuler dan membentuk campuran yang sepenuhnya homogen.
Perbedaan antara susu dan larutan gula ini menjadi sebuah fakta kimia yang menarik. Untuk menjawab rasa penasaran, yuk kita jelajahi lebih dalam apa yang membuat susu sebenarnya tidak sepenuhnya homogen dan bagaimana karakteristiknya, lalu bagaimana susu berbeda dari larutan gula yang sepenuhnya homogen dan tampak serupa, namun memiliki sifat yang berbeda.
Susu yang terlihat sederhana ternyata merupakan salah satu contoh campuran unik yang disebut koloid, sedangkan larutan gula merupakan salah satu contoh larutan sejati. Lalu apa yang dimaksud dengan koloid dan larutan sejati?
Susu adalah contoh khas dari koloid, yaitu campuran dua fase yang tidak bercampur sempurna, di mana partikel-partikel kecil tersebar merata dalam medium lain. Koloid tergolong campuran heterogen meskipun secara kasat mata tampak homogen, karena perbedaan partikel-partikel kedua fase masih dapat teramati secara mikroskopis. Larutan sejati yaitu komponen campuran tidak lagi dapat dibedakan satu dengan lainnya (membentuk satu fasa).
Setelah paham apa itu koloid dan larutan sejati, namun bagaimana asal mula konsep koloid pertama kali ditemukan dan dikembangkan? Siapa yang pertama kali menemukan?
Sejarah KoloidÂ
Koloid berasal dari bahasa Yunani, dari kata " kolla " dan " oid ". Kolla berarti lem, sedangkan oid berarti seperti/mirip. Istilah koloid diperkenalkan pertama kali oleh Thomas Graham, seorang ahli kimia asal Skotlandia. Pada abad ke-19, Graham melakukan serangkaian percobaan untuk mempelajari sifat-sifat berbagai zat ketika dilarutkan dalam air.
Graham menggunakan membran semipermeabel (seperti perkamen) untuk memisahkan zat-zat terlarut dalam percobaannya. Ia mengamati bahwa beberapa zat, seperti garam dan gula, dapat dengan mudah melewati membran ini, sementara zat lain, seperti gelatin dan kanji, hanya sebagian atau sama sekali tidak dapat melewati membran.
Berdasarkan pengamatannya, Graham membagi zat menjadi dua kategori:
- Kristaloid: Zat yang dapat dengan mudah melewati membran semipermeabel, seperti garam dan gula.
- Koloid: Zat yang tidak dapat dengan mudah melewati membran semipermeabel, seperti gelatin dan kanji. Graham mengobservasi bahwa zat-zat ini memiliki sifat yang berbeda, seperti ukuran kekentalan yang tinggi dan cenderung membentuk gel.
Setelah penemuan Graham, banyak ilmuwan lain yang melanjutkan penelitian tentang koloid. Mereka mengembangkan berbagai teknik untuk mempelajari sifat-sifat koloid, seperti mikroskop elektron, difraksi sinar-X, dan spektroskopi.