Mohon tunggu...
Yolanda Florencia Herawati
Yolanda Florencia Herawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Mahasiswa Jurnalistik yang masih ingin mengasah kemampuan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejumlah Aturan Baru Twitter yang Bikin Pusing Jurnalis

3 Januari 2023   18:03 Diperbarui: 3 Januari 2023   18:08 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Platfrom media sosial Twitter yang tengah menerapkan berbagai fitur dan tampilan baru (Sumber Twitter)

Hal ini disebabkan oleh kecepatan informasi yang dipegang teguh oleh sebagian besar media berita daring. Terlebih lagi, menengok kasus Eli Lilly, butuh sekitar 6 jam bagi Twitter untuk menghapus cuitan akun yang peniru tersebut. Dalam perkiraan waktu yang sama, berita bohong yang disebarkan akun-akun palsu selanjutnya dapat berdampak lebih besar.

Padahal, media sosial Twitter bisa dibilang menjadi tempat para jurnalis memanen topik. Saya pun sering memanfaatkan Twitter untuk mencari ide tulisan karena ada begitu banyak hal menarik yang terjadi di platform ini. 

Potensi besar Twitter dalam ruang redaksi media dibuktikan oleh survei Dewan Pers, sebanyak 50% wartawan memanfaatkan Twitter untuk memperoleh informasi dan ide berita, 46% memilih Twitter sebagai sumber berita, dan 40% memakai aplikasi tersebut untuk menghubungi narasumber.

Namun, keberadaan centang biru berbayar ini dapat mengganggu ekosistem sehat media baru dan media konvergensi yang hidup di jagat micro blog Twitter. Wartawan perlu sangat berhati-hati dalam menyaring informasi yang beredar di Twitter, begitu pula dengan memilih narasumber atau mengutip cuitan dari sebuah akun. Bukannya mengutip Jokowi, bisa-bisa yang dikutip malah Jokowow.

Menyikapi hal ini, Elon Musk dan jajarannya pun menambahkan berbagai peraturan untuk mengantisipasi akun peniru lainnya. Akan dilakukan penambahan kata parody bagi akun yang ingin memparodikan akun lain, penambahan kata official bagi akun-akun resmi, dan pelarangan mengubah nama akun. 

Nantinya, juga akan dibuat perbedaan warna centang bagi akun-akun tertentu, misal akun pemerintahan diberi centang warna kuning dan akun seleb diberi warna hijau. Meski tetap saja, celah disinformasi masih bisa disusupi oleh mereka yang berkeinginan tinggi. Peran wartawan dan media berita pengecek hoax-lah yang dibutuhkan disini untuk memerangi disinformasi.

Di sisi lain, ada juga fitur baru yang bisa jadi keuntungan bagi para jurnalis, yakni fitur view count atau jumlah penayangan. View count bisa ditemukan di pojok kiri bawah di sebelah ikon komentar, fungsinya adalah untuk menunjukkan jumlah orang yang melihat tweet anda. Tadinya, jumlah penayangan ini tersembunyi bagi pemilik tweet saja, tapi kini view count bisa dilihat oleh siapa saja. 

Meski terdengar receh, fitur yang satu ini bisa dimanfaatkan oleh jurnalis yang ingin mengangkat nilai berita dari topik yang diambil dari Twitter. Kalau tadinya jurnalis hanya bisa menuliskan keterangan jumlah like dan retweet, kini angka view count juga bisa menambah nilai impact yang ditimbulkan sebuah tweet ke masyarakat luas. View count ini jadi relevan karena jumlahnya cenderung lebih banyak dibandingkan like dan retweet. Seperti kata Elon, 90% pengguna Twitter hanya membaca, tetapi tidak meninggalkan jejak like atau retweet pada apa yang dibacanya.

Meski, menurut saya, penempatan fitur view count ini cukup membingungkan karena mengambil tempat ikon komentar. Ketika melihat sebuah tweet yang view count-nya ratusan, saya sering mengira kalau komentarnya yang mencapai ratusan, padahal komentarnya bisa dihitung oleh jari. Beberapa pengguna Twitter pun mengeluhkan hal ini hingga Elon membuat polling untuk khalayaknya memilih di mana seharusnya view count itu ditempatkan.

Selanjutnya, ada pula larangan mempromosikan platfrom lain di Twitter. Pengguna yang menggunakan akun Twitternya hanya untuk mempromosikan akun di platform lain akan ditangguhkan. 

Meski tidak semua platform masuk ke dalam larangan ini, hanya Instagram, Facebook, dan pihak ketiga seperti Linktree yang termasuk ke dalam platform terlarang. Masih belum jelas mengapa platform-platform tersebut masuk ke dalam daftar terlarang untuk dipromosikan, tetapi yang jelas kecaman juga datang setelah peraturan baru ini muncul. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun