Pertanyaan kapan nikah menjadi salah satu hal yang menyebalkan dalam tradisi lebaran. Bagi sebagian orang, pertanyaan ini bagaikan duri dalam daging yang mengganggu kegembiraan mereka dalam merayakan hari raya. Akankah tradisi basa-basi ini berakhir?
Momen lebaran banyak dimanfaatkan untuk menjalin kembali hubungan kekerabatan yang terpisah jauhnya jarak dan padatnya waktu. Terlebih lagi, masa liburnya yang cukup panjang memberikan kesempatan bagi umat muslim untuk bersilaturahmi dan merayakan lebaran bersama orang-orang yang dikasihi.
Biasanya, acara kumpul keluarga yang sudah lama tak bertemu akan diisi dengan obrolan yang dimulai dengan berbasa-basi. Sayangnya, basa-basi yang terlontar tak selalu membantu kelancaran obrolan, malahan dapat menyinggung dan membuat suasana menjadi canggung.
Topik basa-basi yang paling sensitif adalah lingkaran pertanyaan kapan nikah. Lingkaran pertanyaan ini seakan tak ada habisnya, mulai dari menanyakan kapan punya pacar, lalu menanyakan kapan menikah, kapan mempunyai anak, hingga kapan menambah anak.
Namun, jika mengulik dari definisinya, pertanyaan kapan nikah kurang tepat untuk menjadi sebuah ungkapan basa-basi. Menurut KBBI, basa-basi adalah ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan kesopanan dan tidak menyampaikan atau memberikan informasi. Sementara menanyakan kapan menikah tidak memberikan kesan yang sopan dan juga menuntut jawaban yang berisi informasi.
Walau demikian, dosen psikologi sosial dan sosiologi di Universitas Padjadjaran, Herlina Agustin tetap mengklasifikasikan pertanyaan kapan nikah ke dalam salah satu tuturan basa-basi ala orang Indonesia.
Menurutnya, pertanyaan kapan nikah bukanlah pertanyaan yang serius dan hanya sekadar berbasa-basi. Walaupun mengandung informasi, orang yang bertanya tidak akan memikirkan jawaban dari pertanyaannya sepanjang hari.
"Bukan jadi satu hal yang dipikirkan sama mereka, memang itu basa-basi saja. Jadi, memang basa-basinya kadang sangat personal kalau di Indonesia," jelas Herlina.
Namun, bukan berarti topik basa-basi yang melanggar batas privasi dapat dinormalisasi. Mereka yang jengkel akan pertanyaan itu pun tidak dapat disalahkan, terlebih bagi mereka yang belum mempunyai pemikiran untuk menikah dan masih dalam perjalanan mengejar mimpi.
"Gak suka ya mungkin karena memang fokusnya bukan ke situ, memangnya fokus hidup kita harus cari jodoh aja? Kan enggak ya," ujar Herlina.
Perempuan dan Kapan Nikah
Sasaran paling empuk dari lingkaran pertanyaan kapan nikah dan sejenisnya tak lain adalah perempuan. Pembagian perannya dalam hal domestik membuat perempuan dituntut untuk segera melakukan tugasnya dalam hal domestik, yakni menikah dan mengurus anak.
"Terjadi diskriminasi terhadap perempuan karena mereka lebih banyak (berperan) di sektor domestik ketimbang di sektor publik," jelas Herlina.
Walau sebenarnya, perempuan yang memiliki pekerjaan di sektor publik pun tidak mendapatkan nasib yang lebih baik. Mereka tidak serta-merta luput dari lingkaran pertanyaan kapan nikah.
"Ada mitos kalau di Indonesia itu, perempuan yang berumur, (tetapi) belum menikah itu disebut perawan tua, tapi gak ada tuh yang disebut sebagai perjaka tua," kata Herlina.
Herlina juga menjabarkan tentang pergeseran sikap masyarakat dulu dan kini dalam memandang perempuan yang belum menikah.
"Dulu mungkin orang kalo lihat perempuan belum nikah akan tergerak untuk nyariin jodoh, kalau sekarang cuma sekadar nanya doang, tapi pertanyaannya menyebalkan ya," jelasnya.
Ironisnya, pertanyaan kapan nikah juga lebih banyak keluar dari mulut perempuan. Menurut Herlina, hal ini dapat terjadi karena keterikatan peran domestik dengan perempuan. Mereka yang terikat dengan peran domestik akan cenderung membicarakan urusan yang berkaitan dengan hal-hal domestik pula.
"Jadi, perempuan akan ngobrol dengan perempuan, laki-laki ngobrol dengan laki-laki, rata-rata begitu" jelasnya.
Menangkal Pertanyaan Kapan Nikah
 Bagi sebagian orang, menjawab pertanyaan kapan nikah merupakan hal yang cukup sulit. Pertanyaan tersebut dapat membawa orang ke dalam situasi yang canggung sehingga kerap kali mereka kebingungan untuk memberikan jawaban yang tepat. Untuk menimpali pertanyaan tersebut, ada tiga tips jawaban yang dibagikan Herlina.
1. Cuek
Sikap paling tepat yang dapat dilakukan adalah menutup kuping dan menjawab seadanya, misalnya "Insyaallah nanti ada jodohnya, jodoh ada di tangan Tuhan."
Setelah menjawab, usahakan untuk tidak memikirkan pertanyaan tersebut secara berlebihan.
2. Menjelaskan Kesulitan Pernikahan
Menjalani pernikahan bukanlah suatu keputusan yang mudah. Banyak pasangan yang berakhir cerai karena ketidaksiapan mereka. Anda dapat menjawab dengan sedikit jail dan tidak terkesan menggurui, seperti "Orang yang nikah banyak yang cerai, jadi saya mikir-mikir lagi cari untuk jodohnya."
3. Jabarkan Tentang Waktu Tuhan
Tidak ada yang tahu pasti tentang waktu Tuhan, tetapi kita tetap harus percaya pada pengaturan waktu-Nya yang sempurna. Anda dapat menerangkan tentang waktu Tuhan kepada penanya "kapan nikah" secara konyol seperti ini, "Nikah, mati, dan lahir ada di tangan Tuhan. Kalau anda menanyakan kapan nikah sama dengan bertanya kapan saya mati."
Akan Berakhir di Generasi Ini
 Saat ini, makin banyak orang yang menyuarakan ketidaksukaannya terhadap pertanyaan kapan nikah. Meski masih banyak pendapat pro dan kontra atas topik ini, tetapi kesadaran tentang sensitivitas pertanyaan basa-basi yang menyinggung batas privasi sudah mulai terbangun.
"Di generasi ini, perempuan sudah banyak yang lebih secure ya dalam hal finansial dan kematangan. Saya pikir pertanyaan semacam itu akan segera punah, mudah-mudahan," tandasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H