Ana tersenyum. "Eh, nanti kamu yang bayar dulu ya? Aku nggak bawa dompet," kata Ana sambil mengangkat cangkir coklat panas dan meminumnya. Mata Ana terpejam. Menikmati coklat panas yang memang enak sekali itu. Sementara Sari hanya memandangi sahabatnya itu. Tasnya yang bermerek. Sepatunya yang mengkilap dan make up yang terlihat flawless. Lalu, mata Sari jatuh ke sepatunya. Coklat seperti warna minuman kesukaannya. Sayang, manisnya tak seperti hidupnya. Ia pun bersahabat dengan pahit.
Bandarlampung. 15 Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H