Mohon tunggu...
Yoga Mahardhika
Yoga Mahardhika Mohon Tunggu... Konsultan - Akademisi, Budayawan & Pengamat Sosial

Pembelajar yang ingin terus memperbarui wawasan, mempertajam gagasan, memperkaya pengalaman dan memperbesar manfaat untuk sesama.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Di Balik Keputusan Jokowi Melarang Mudik

21 April 2020   17:52 Diperbarui: 21 April 2020   17:52 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya yakin, Jokowi sudah mempertimbangkan situasi itu. Bahkan ketika sebulan lalu larangan mudik diberlakukan secara tegas, situasi akan chaos. Bentrok ala STM akan terjadi antara warga dengan aparat, lalu para jihadis meledakkan bom dan menembaki aparat untuk memperluas kerusuhan. Jika sampai terjadi, situasi itu akan sangat berat di tengah pandemi corona, dan layanan kesehatan yang juga masih keteteran.

Sebaliknya, ketika larangan tegas untuk mudik itu dilakukan sekarang, efeknya sangat jauh berbeda. Publik sudah relatif paham bahaya pandemi berikut protokol pencegahan, pemantauan, hingga karantina pasien maupun ODP. Kalaupun ada yang melanggar, dia tak harus digebuki oleh aparat, tapi juga berhadapan dengan sanksi moral kolektif dari warga. Di sisi lain, Jokowi juga sudah menghitung kesiapan sistem kesehatan di Jakarta jika terjadi lonjakan pasien. Kemarin (20/04/2020) Bansos juga sudah disalurkan, sehingga warga miskin tetap terjamin kelangsungan hidupnya.

Maka, sebenarnya pemerintah pusat sangat membantu mengurangi beban DKI Jakarta dalam menangani pandemi. Kita semua tahu, Jakarta adalah wilayah paling padat, sehingga potensi penularan antar orang menjadi sangat tinggi. Hal itu diperburuk dengan lemahnya modal sosial dan kohesi warga Jakarta, sehingga proses pemantauan dan swadaya komunitas tak bisa diharapkan.

Boro-boro memantau puluhan ribu ODP, bahwa orang Jakarta masih sempat tawuran di tengah PSBB ini. Catatan media, setidaknya ada 4 kali tawuran dalam seminggu terakhir. Hal ini sangat beda dengan situasi di daerah-daerah, di mana partisipasi pencegahan dan pemantauan dilakukan dengan sangat masif, di mana desa-desa turut menyediakan ruang isolasi untuk para pemudik.

Memang, Jokowi tidak sendirian membantu Jakarta, tapi bersama jajaran pemerintah daerah hingga pemerintah desa di seluruh Indonesia, khususnya di kawasan pulau Jawa yang sejauh ini telah menampung sekitar 7% dari total pemudik. Tentu apresiasi juga layak disampaikan pada jajaran gubernur, Bupati/walikota, kepala Desa hingga ketua RT yang pro aktif menangani pandemi secara sinergis demi kepentingan nasional, bukan hanya mementingkan wilayahnya sendiri.

3. Keputusan Otentik

Uraian di atas semakin mempertegas bahwa Jokowi adalah sosok perencana sekaligus eksekutor yang otentik. Dia tak latah mengikuti tuntutan dan teriakan orang, tapi mengukur dan menimbang setiap kebijakan secara rinci dan tepat. Dalam situasi pandemi ini, setiap keputusan butuh syarat subyektif maupun obyektif. Keputusan hanya akan efektif jika kedua syarat itu terpenuhi.

Larangan mudik memang diperlukan, tapi butuh prasyarat matang. Dan prasyarat itu tak hanya bergantung pada pemerintah, tapi juga ditentukan oleh kesadaran dan kesiapan warga. Dua hal itulah yang dipersiapkan pemerintah dalam bulan-bulan terakhir. Memang, Jokowi juga menimbang dan mempelajari penanganan pandemi di berbagai negara, tapi semua harus diadaptasi dengan kondisi tanah air.

Dengan perencanaan bertahap, justru Jokowi memastikan kesiapan seluruh perangkat pemerintah dan memobilisir seluruh kekuatan warga, sehingga semua sumber daya terlibat secara optimal. Selain itu, sudah pasti pemerintah terus melakukan evaluasi, koreksi hingga perubahan kebijakan sesuai tuntutan dan keadaan lapangan.

Memang, kita menghadapi musuh yang tak terlihat, sehingga pemerintah harus lentur sekaligus siaga menghadapi semua kemungkinan. Persoalannya bukan himbauan atau larangan mudik, tapi mematangkan situasi yang kondusif untuk mendukung setiap kebijakan. Dan tampaknya, pemerintahan Jokowi sangat cermat menghitung prakondisi kebijakan tersebut.

Selama ini banyak pengamat ahli hingga pengamat medsos gemar mengkritik kebijakan Jokowi. Masalahnya, hampir semua pengamat itu melihat persoalan dari satu sisi. Ada yang ahli kesehatan, tapi minim penglaman pemerintahan. Ada yang ahli ekonomi, tapi minim kapasitas pengelolaan sosial. Ada juga pengamat abal-abal yang comot argumen kanan-kiri lalu teriak kencang, atau menulis di Medsos dengan huruf kapital dan tanda seru berderet-deret.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun