Mohon tunggu...
Yoga Mahardhika
Yoga Mahardhika Mohon Tunggu... Konsultan - Akademisi, Budayawan & Pengamat Sosial

Pembelajar yang ingin terus memperbarui wawasan, mempertajam gagasan, memperkaya pengalaman dan memperbesar manfaat untuk sesama.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Di Balik Keputusan Jokowi Melarang Mudik

21 April 2020   17:52 Diperbarui: 21 April 2020   17:52 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya, Jokowi memutuskan larangan mudik dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19. Sudah kuduga, keputusan ini akan menuai caci-maki dari geng nyinyir yang hobi menyatroni Medsos. Ada yang bilang keputusan itu sudah terlambat, ada juga yang bilang Jokowi plin-plan, dengan berbagai sumpah-serapahnya. Benarkah tuduhan para laskar nyiyir itu?

Pendapatku tetap sama dengan tulisan sebelumnya, bahwa Jokowi adalah perencana sekaligus eksekutor yang cermat. Larangan mudik yang dia sampaikan dalam Rapat Terbatas pagi tadi (21/04/2020) justru mempertegas kapasitasnya sebagai seorang penghitung yang detil. Kita akan pilah argumen ini satu per satu.

1. Jokowi Plin-plan?

Seperti kusampaikan dalam tulisan sebelumnya, Jokowi selama ini mempersiapkan larangan mudik secara bertahap dan terukur. Ada tiga alasan kenapa larangan itu harus bertahap. Pertama, Indonesia adalah negara demokrasi dengan azas desentralisasi, di mana masyarakat bersifat heterogen dan kekuasaan eksekutif harus dibagi antara pemerintah pusat, daerah hingga pemerintahan desa.

Maka, siapapun presiden Indonesia harus memastikan kebijakannya berlanjut dan sinergis dari level pusat hingga ke desa-desa, bahkan di level komunitas dan RT/ RW. Karena darurat virus ini berbeda dengan darurat bersenjata, maka butuh waktu untuk menyamakan persepsi 34 gubernur, 514 Bupati/ Walikota, 83.931 Kepala Desa/ lurah dan 270 juta penduduk Indonesia.

Alasan kedua, seperti yang disampaikan WHO dan diakui seluruh negara, kunci keberhasilan melawan pandemi ini adalah kesadaran publik. Sudah tentu, membangun kesadaran kolektif untuk menangani virus ini harus dllakukan bertahap, dengan melibatkan seluruh lapis pemerintahan dari pusat hingga level Desa, bahkan sampai ke komunitas RT/RW.

Dan alasan ketiga, pelarangan secara bertahap ini juga dilakukan sembari membersihkan kerikil-kerikil yang mengganjal eksekusi kebijakan. Penting digarisbawahi, dalam negara demokratis dan plural sepeti Indonesia, kekuasaan tak pernah utuh. Ketika pemerintah melakukan keputusan ekstrim, selalu ada kelompok yang mengintai untuk berbuat onar. Kelompok inilah yang tengah ditertibkan pemerintah, termasuk para jihadis yang menunggu situasi rusuh untuk membusukkan negara dan mengambil alih kekuasaan.

Dari realitas itu, dapat disimpulkan bahwa Jokowi sengaja melakukan pelarangan mudik ini secara bertahap, sembari mengondisikan infrastruktur pemerintahan secara berjenjang, mengondisikan kesadaran warga dan membereskan berbagai ancaman yang bermaksud memanfaatkan situasi chaos. Tentu saja, semua itu dilakukan seiring peningkatan kapasitas kesehatan dalam menangani pandemi.

2. Larangan Mudik Sudah Terlambat?

Persoalan kedua, benarkah keputusan melarang mudik ini sudah terlambat? Jika menilik pengalaman negara-negara lain, keputusan tergesa-gesa justru memicu masalah baru. Di India, jutaan pekerja melakukan eksodus massal dan menyebabkan kekacauan serta kecelakaan di mana-mana. Ternyata, itu pun belum efektif menekan pandemi sehingga lockdown di India harus diperpanjang, dan direspon dengan bentrokan berdarah antara kaum miskin dengan aparat.

Pemerintah Italia yang tergesa-gesa memutuskan lockdown pada 9 maret, juga berlum berhasil menekan sebaran virus. Sebaliknya, virus menyebar tak terkendali hingga petugas medis kewalahan, dan angka kematian melonjak sangat tinggi. Ketidaksesuaian antara kebijakan dengan realitas itu juga tercermin dalam PSBB DKI Jakarta yang tak serta-merta membuat warga berdiam diri di rumah. Jalanan, pasar, warung masih ramai dan banyak warga masih melanggar social distancing.

Saya yakin, Jokowi sudah mempertimbangkan situasi itu. Bahkan ketika sebulan lalu larangan mudik diberlakukan secara tegas, situasi akan chaos. Bentrok ala STM akan terjadi antara warga dengan aparat, lalu para jihadis meledakkan bom dan menembaki aparat untuk memperluas kerusuhan. Jika sampai terjadi, situasi itu akan sangat berat di tengah pandemi corona, dan layanan kesehatan yang juga masih keteteran.

Sebaliknya, ketika larangan tegas untuk mudik itu dilakukan sekarang, efeknya sangat jauh berbeda. Publik sudah relatif paham bahaya pandemi berikut protokol pencegahan, pemantauan, hingga karantina pasien maupun ODP. Kalaupun ada yang melanggar, dia tak harus digebuki oleh aparat, tapi juga berhadapan dengan sanksi moral kolektif dari warga. Di sisi lain, Jokowi juga sudah menghitung kesiapan sistem kesehatan di Jakarta jika terjadi lonjakan pasien. Kemarin (20/04/2020) Bansos juga sudah disalurkan, sehingga warga miskin tetap terjamin kelangsungan hidupnya.

Maka, sebenarnya pemerintah pusat sangat membantu mengurangi beban DKI Jakarta dalam menangani pandemi. Kita semua tahu, Jakarta adalah wilayah paling padat, sehingga potensi penularan antar orang menjadi sangat tinggi. Hal itu diperburuk dengan lemahnya modal sosial dan kohesi warga Jakarta, sehingga proses pemantauan dan swadaya komunitas tak bisa diharapkan.

Boro-boro memantau puluhan ribu ODP, bahwa orang Jakarta masih sempat tawuran di tengah PSBB ini. Catatan media, setidaknya ada 4 kali tawuran dalam seminggu terakhir. Hal ini sangat beda dengan situasi di daerah-daerah, di mana partisipasi pencegahan dan pemantauan dilakukan dengan sangat masif, di mana desa-desa turut menyediakan ruang isolasi untuk para pemudik.

Memang, Jokowi tidak sendirian membantu Jakarta, tapi bersama jajaran pemerintah daerah hingga pemerintah desa di seluruh Indonesia, khususnya di kawasan pulau Jawa yang sejauh ini telah menampung sekitar 7% dari total pemudik. Tentu apresiasi juga layak disampaikan pada jajaran gubernur, Bupati/walikota, kepala Desa hingga ketua RT yang pro aktif menangani pandemi secara sinergis demi kepentingan nasional, bukan hanya mementingkan wilayahnya sendiri.

3. Keputusan Otentik

Uraian di atas semakin mempertegas bahwa Jokowi adalah sosok perencana sekaligus eksekutor yang otentik. Dia tak latah mengikuti tuntutan dan teriakan orang, tapi mengukur dan menimbang setiap kebijakan secara rinci dan tepat. Dalam situasi pandemi ini, setiap keputusan butuh syarat subyektif maupun obyektif. Keputusan hanya akan efektif jika kedua syarat itu terpenuhi.

Larangan mudik memang diperlukan, tapi butuh prasyarat matang. Dan prasyarat itu tak hanya bergantung pada pemerintah, tapi juga ditentukan oleh kesadaran dan kesiapan warga. Dua hal itulah yang dipersiapkan pemerintah dalam bulan-bulan terakhir. Memang, Jokowi juga menimbang dan mempelajari penanganan pandemi di berbagai negara, tapi semua harus diadaptasi dengan kondisi tanah air.

Dengan perencanaan bertahap, justru Jokowi memastikan kesiapan seluruh perangkat pemerintah dan memobilisir seluruh kekuatan warga, sehingga semua sumber daya terlibat secara optimal. Selain itu, sudah pasti pemerintah terus melakukan evaluasi, koreksi hingga perubahan kebijakan sesuai tuntutan dan keadaan lapangan.

Memang, kita menghadapi musuh yang tak terlihat, sehingga pemerintah harus lentur sekaligus siaga menghadapi semua kemungkinan. Persoalannya bukan himbauan atau larangan mudik, tapi mematangkan situasi yang kondusif untuk mendukung setiap kebijakan. Dan tampaknya, pemerintahan Jokowi sangat cermat menghitung prakondisi kebijakan tersebut.

Selama ini banyak pengamat ahli hingga pengamat medsos gemar mengkritik kebijakan Jokowi. Masalahnya, hampir semua pengamat itu melihat persoalan dari satu sisi. Ada yang ahli kesehatan, tapi minim penglaman pemerintahan. Ada yang ahli ekonomi, tapi minim kapasitas pengelolaan sosial. Ada juga pengamat abal-abal yang comot argumen kanan-kiri lalu teriak kencang, atau menulis di Medsos dengan huruf kapital dan tanda seru berderet-deret.

Padahal, berbagai kritikan itu seringkali hanya melihat dari satu sudut pandang, lalu mengungkapkan berbagai kesalahan Jokowi. Padahal, Jokowi sudah melihat semua spektrtum sebelum menetapkan keputusan. Dia memastikan kebijakannya mencakup semua spektrum, mengondisikan latar sosial kebijakan, lalu mengambil keputusan ketika situasi benar-benar sudah matang.

Sebagai penutup, saya sering geli ketika banyak pengkritik membandingkan penanganan pandemi Indonesia dengan negara lain. Ada yang menyebut keberhasilan Tiongkok membatakan gelombang mudik Imlek seiring penutupan kota Wuhan. Padahal, kalau realitas sosial-politik China seperti Indonesia, saya yakin Xi Jinping akan menimbang ratusan kali sebelum melarang mudik. Setidaknya, dia harus memastikan sinergi dengan ratusan kepala daerah dan jutaan perantau yang siap ngamuk kalau tiba-tiba dilarang mudik.

Di tengah pandemi yang serba tidak pasti ini, justru Jokowi menunjukkan kapasitasnya mengelola kekuatan kolektif di tengah masyarakat yang plural dan sistem politik yang menyebar. Di satu sisi, penanganan pandemi terus menunjukkan peningkatan terkait kesiapan sistem kesehatan hingga pembenahan berbagai sektor strategis. Di sisi lain, berbagai kebijakannya juga tetap efektif menjaga modal sosial serta aset politik yang demokratis.

Sejarah mencatat demokrasi sebagai resep universal untuk menjaga aset kemanusiaan dan keberagaman. Masalahnya, demokrasi sering gagap menghadapi situasi darurat, seperti pengalaman Republik Weimar yang gagal mengantisipasi fasisme. Tapi dalam penanganan Covid-19 ini, Jokowi telah menunjukkan bahwa demokrasi dan keberagaman justru menjadi modal Indonesia menghadapi darurat pandemi yang tengah mengancam komunitas global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun