Mohon tunggu...
Yohansen Wyckliffe Gultom
Yohansen Wyckliffe Gultom Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswa Magister ilmu politik USU

Penulis, Bertani, Mahasiswa. Tinggal di Samosir, Sumut.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

JNE, Ekosistem Kebahagiaan dan Kejaran Anjing Galak

20 Desember 2020   12:03 Diperbarui: 20 Desember 2020   12:26 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hand sanitizer produksi sendiri, telah dibagi ke beberapa kecamatan di Samosir, Sumut. Sumber: Foto Pribadi.

Bahagia itu sederhana. Ketika ada kasih dan kesetiaan, maka bahagia menjadi istilah yang tepat, untuk disematkan dalam orkestrasi kehidupan. Sesederhana saat cinta seorang pria disambut gembira kekasihnya. Sesederhana ketika seorang ibu pertama kali melihat bayi yang dia kandung. Seperti saat seorang Ayah membacakan dongeng, kepada anak-anaknya sebelum tidur. Atau bahkan, ketika kurir JNE, mengantarkan kiriman dengan senyuman. Seluruh cerita romantika itu memancarkan kesetiaan, lewat pengorbanan dan ketulusan. Begitulah bahagia dilukiskan.

Tentu, bahagia tidaklah egosentris. Apalagi selfsentris. Keangkuhan sama sekali tidak menjadi akar dari kebahagiaan. Akan tetapi, kebahagiaan layaknya sinar harapan, yang menembus masuk ke dalam gubuk tua kehidupan. Dengan kata lain, kebahagiaan berarti memberi kepada sesama, agar mereka berpengharapan. Menolong mereka yang lemah. Membantu mereka yang menderita, terlepas dari tusukan duri penderitaan. 

Bersama JNE, Aku bersyukur, memiliki kesempatan untuk menceritakan petualangan berbagi kebahagiaan di kampung halaman. Lokasinya, di tanah Batak, Desa Ambarita, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Tepat di pinggir Danau Toba.

Ekosistem Kebahagiaan

Sebelum kita berpetualang, dengan kisah berbagi kebahagiaan bersama JNE. Izinkan Aku memulainya dengan memperkenalkan istilah ekosistem kebahagiaan. Ya, bagiku JNE telah berhasil membuat suatu ekosistem kebahagiaan. Mimpi dan harapan, menjadi mudah tergenapi, karena adanya ekosistem kebahagiaan itu.

Bayangkan saja! Visi JNE, “Menjadi perusahaan rantai pasok global terdepan di dunia.” Suatu gagasan orisinil laksana bintang penuntun, yang akan membawa JNE dan Indonesia menuju peradaban yang gemilang. Terus terang, ini bukan sekadar pernyataan retoris. Melainkan, sebuah wujud kekaguman, kala mengetahui target JNE menjadi perusahaan logistik kelas dunia di tahun 2030. Ini visi besar, yang kita harapkan segera terwujud.

Visi besar itu, tentu akan terrealisasi, jika setiap orang memiliki akses yang sama untuk menggunakan layanan JNE. Di kampung halamanku misalnya, di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Akses ke sana sangatlah tidak mudah. Aku yakin, Kang Maman mengetahuinya. Aku pernah melihat beliau, di Festival Literasi Nusantara di Danau Toba tahun 2019. Memotivasi anak-anak, untuk semakin giat menulis dan membaca. Mantul Kang! ***

Oke, kembali ke “laptop”!

Jika kita ingin melakukan perjalanan, sampai ke Kabupaten Samosir, maka rute yang harus ditempuh tidaklah mudah. Luasnya Danau Toba harus dilalui menggunakan kapal. Ada kapal berukuran besar, kapal Feri atau kapal Ihan Batak namanya. Ada pula yang berukuran kecil, persis seperti kapal motor Sinar Bangun, yang pernah tenggelam tahun 2018 silam.

Jadi, Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana kerja keras kurir JNE, yang dengan setia melalui perjalanan panjang itu setiap hari. Mengantarkan barang kiriman sampai ke rumah tujuan, dengan melewati dentuman konstan gelombang Danau. Apalagi jika hujan deras keluar dari persembunyiannya, maka kapal bisa berayun akibat amplitudo ombak yang bergerak tiada henti.

Paling tidak, saat ini, sudah ada sekitar 6.000 titik layanan JNE, dengan jumlah karyawan lebih dari 40.000 orang (JNE.co.id). Dengan sumber daya yang terbatas, hebatnya jagkauan dan akses layanan yang ditawarkan, telah sampai menyentuh daerah pelosok. Sungguh, hanya dengan komitmen untuk menabung kebahagiaan di dalam celengan pengabdian, tugas berat itu menjadi dapat dikerjakan dengan utuh.

Apalagi setelah tiga dekade melayani secara konsisten. JNE berhasil menuai bulir-bulir pengorbanan, dengan mengembangkan counter layanannya, menjangkau penduduk-penduduk lokal di Indonesia secara umum dan di Kabupaten Samosir secara khusus. Seluruhnya dirangkai menjadi suatu ekosistem kebahagiaan.

Cerita bersama JNE

Di Kabupaten Samosir, mayoritas penduduk berprofesi sebagai tulang punggung pangan daerah. Bekerja sebagai petani dan nelayan. Perekonomian di tempat kami, boleh dikatakan tidak semegah di perkotaan, yang notabene mempunyai gedung-gedung tinggi pencakar langit. 

Namun demikian, jejak tangan Tuhan terlihat dalam keindahan alam pedesaan. Bulir-bulir kuning padi merunduk di tepi sawah. Aliran irigasi, terdengar merdu sekaligus beradu dengan suara jangkrik. Simfoni yang lazim terdengar oleh para petani. Pohon-pohon dan tanaman hijau, berdiri gagah di lahan gembur di sekitar lereng bukit. Pun demikian dengan keindahan Danau Toba. Angin sejuk senantiasa berhembus bersama mentari dan rembulan. Ikan-ikan segar berenang bebas, tak tentu arah. Membuat nelayan bahagia menebar jala.

Bagai di negeri antah-berantah. Pesona itu banyak berubah, saat Pandemi Covid-19 melanda. Di awal Pandemi Covid-19 kemarin, sekitar bulan Maret 2020. Keadaan di Kabupaten Samosir sangat memprihatinkan. Pesta-pesta adat, ditiadakan untuk sementara waktu. Ibadah-ibadah lingkungan dibatasi. Keadaan yang semakin mencekam bertambah, saat sulitnya pembelian hand sanitizer dan masker di Kabupaten. Kalaupun ada, harganya mahal! Berkali-kali lipat dari harga biasanya.

Akhirnya, Aku berinisiatif memesan alkohol, aloevera, essential oil, masker dan sabun dari apotik di Batam, Jakarta dan Medan. Lagi-lagi, JNE membantu dengan sigap mengantarkan barang-barang pesanan itu, tepat pada waktunya. 

Kemudian, Aku dan keluarga meramu seluruh komposisi untuk membuat hand sanitizer sederhana, sesuai panduan kesehatan dari media-media nasional. Ratusan botol sanitizer pun dihasilkan, kemudian siap dibagi ke desa-desa di 8 kecamatan di Kabupaten Samosir. Tidak banyak memang, namun kontribusi sederhana ini tentu akan sangat membantu warga desa, untuk semakin concern dengan Pandemi Covid-19.

Untungnya, JNE berhasil mengembangkan sayapnya, merangkul hingga berbagai sudut daerah. Antar wilayah akhirnya saling terintegrasi, karena adanya benang-benang pelayanan yang menghubungkan. Sehingga, sangat relevan rasanya jika menyebut bahwa, pengabdian JNE bisa dianalogikan sebagai jalan harapan, yang membuat alat-alat kesehatan itu akhirnya terdistribusi lintas daerah di Kabupaten Samosir.

Anjing Galak

Kisah menegangkan, yang pernah kualami menunjukkan bahwa, misi JNE untuk: “Memberi pengalaman terbaik kepada pelanggan,” memang benar adanya. Kala itu, sekitar bulan April 2020, saat mentari dengan gagah di puncak kejayaan. Kurir JNE datang ke rumahku. Waktu itu, si doggy, anjing peliharaan menggong-gong tak karuan. Aku penasaran, lalu keluar dari rumah. Sampai akhirnya, kudengar si doggy berlari, meluapkan amarah dengan gong-gongannya.

 Astaga! Ternyata si doggy mengejar kurir JNE dengan tas hitam di punggungnya. Bokong abang kurir, nyaris digigit si doggy, sembari terus menggenggam barang kiriman di tangannya. Beruntung, Aku cepat menghentikan kelakuan si doggy, sembari meminta maaf kepada abang kurir. Untungnya, si-abang tetap melayani dengan ramah waktu itu haha. Dasar si doggy! Dan dari pengalaman absurd itu, setidaknya bisa disimpulkan bahwa pegawai JNE itu ramah-ramah haha.

Barang kiriman itupun kuterima. Kubawa kemudian ke rumah. Isinya puluhan mantel hujan, yang kupesan dari salah-satu toko e-commerce. Kebetulan, di Pulau Samosir, sejak bulan Juni 2020 lalu sudah mulai memasuki musim penghujan. Mantel itu, kemudian kubagikan kepada warga Desa Ambarita. Jumlahnya tidak banyak, harganya cukup murah, terbuat dari plastik asoy. Ringan untuk digunakan. Mantel itu kemudian dipakai oleh kakek-nenek, orangtua hingga anak-anak untuk bekerja di ladang mereka.

Mantel hujan sederhana, telah dibagikan ke petani di Desa Ambarita, Samosir. Sumber: Foto Pribadi.
Mantel hujan sederhana, telah dibagikan ke petani di Desa Ambarita, Samosir. Sumber: Foto Pribadi.

Misi di Tengah Hujan Pandemi

Saat pandemi ini, aktivitas work from home memang menjadi keharusan untuk dilaksanakan di berbagai belahan di Indonesia. Krisis pangan juga mulai melanda di banyak tempat. Keadaan ini, membuatku ikut membantu orang tua, mengirimkan buku-buku gratis dari JNE cabang Desa Ambarita. Kebetulan, orang-tuaku adalah seorang petani, sekaligus penulis buku pertanian organik. Jadi, ratusan buku kami kirimkan ke warga di kota Medan, Nias, Jakarta, Lampung bahkan sampai ke wilayah Kalimantan.

Banyak testimoni yang kami temui, pasca dikirimnya buku-buku itu. Mereka, para warga semakin terpacu untuk memulai pertanian sederhana di lahan sempit. Secara organik, dengan menggunakan barang-barang bekas sebagai wadahnya. Berkat JNE misi ini menjadi mudah terlaksana.

Buku Pertanian, disebar gratis ke warga yang antusias pertanian. Sumber: Foto Pribadi.
Buku Pertanian, disebar gratis ke warga yang antusias pertanian. Sumber: Foto Pribadi.

Pekerjaan ini kami lakukan dengan gratis, tanpa mengambil fulus, apalagi rente dari penerima buku. Mengingat, situai perekonomian saat ini sangatlah sulit. Pandemi Covid-19 memaksa kita, untuk menelan pil pahit kehidupan. Seperti JNE yang menjalankan pekerjaan ini dengan tulus, meski di tengah guyuran hujan Pandemi. Begitu pulalah kami harus ikut berkontribusi, demi kebaikan sesama.

Solidaritas di Tengah Pandemi Covid-19

Di masa pandemi ini, kita semua harus merapatkan barisan. Membentuk suatu ekosistem kebahagiaan, seperti yang telah dikerjakan JNE. Banyak kebahagiaan yang telah dihubungkan selama ini, lewat proses kirim dan hantar barang. Selain itu, wabah Pandemi Covid-19, haruslah menjadi ingat-ingatan bagi kita. Bahwa, hidup bukanlah tentang aku atau dia. Akan tetapi, ini semua tentang kita. Karenanya, perlu spirit untuk saling berbagi, memberi dan menyantuni satu sama lain. Dengan begitu, kita semua perlahan bisa keluar dari lumpur penderitaan Covid-19.

Perjuangan ini harus terus berlanjut! Senyum yang dilontarkan pegawai-pegawai JNE, menjadi tanda kesetiaan, dan simbol  kebaikan bahwa ada cinta yang tidak dapat tersampaikan dengan kata. Namun, dibuktikan lewat bahasa pengabdian melayani sesama. Terima kasih kuucapkan atas kerjasamanya JNE. Terima kasih telah menunjukkan teladan, untuk berbagi kebaikan. Teruslah mengabdi untuk Negeri kita, NKRI. Dirgahayu JNE ke-30! Terima kasih telah hadir di hidup kami, warga Indonesia.

#JNE #JNE30Tahun

#Connectinghappiness

#30tahunbahagiabersama

Salam,

Yohansen Wyckliffe Gultom, Seorang Petani dari Desa Ambarita, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun