Istilah IKIGAI mungkin sudah terdengar tidak asing dikalangan remaja. IKIGAI dimaknai sebagai landasan alasan mengapa individu menjalani hidup dan memulai bangun di pagi hari. Kerangka pemikiran individu dipercaya dapat membangun kehidupan yang bahagia dan aktif (Ikigai Tribe, 2019).
Konsep ini terlihat sepele dan mungkin sering diremehkan. Namun, faktanya IKIGAI telah membuat harapan hidup orang-orang Jepang semakin tinggi, sebagaimana terbukti bahwa Jepang menduduki peringkat pertama sebagai negara yang memiliki angka harapan hidup tertinggi di dunia. Jadi, sebenarnya apa itu IKIGAI?
Secara harfiah, IKIGAI berasal dari kata “iki” yang berarti kehidupan dan “gai” yang berarti nilai. Psikolog Jepang, Michiko Kumano (2017) mengatakan, IKIGAI adalah keadaan sejahtera yang muncul dari pengabdian pada aktivitas yang dinikmati, yang juga membawa rasa kepuasan.
Dapat dimaknai bahwa IKIGAI adalah kesejahteraan dalam memaknai nilai kehidupan dan membawa rasa puas untuk diri sendiri. Menurut konsep IKIGAI, terdapat empat irisan elemen yang saling berkaitan satu dengan yang lain, diantaranya passion (what you love), mission (what the world need you), vocation (what you can be paid for), dan profession (what are you good at).
Dalam irisan elemen-elemen tersebut ada pula yang disebut lima pilar penting IKIGAI yakni, 1) awali dengan hal kecil dan sederhana; 2) biarkan diri sendiri mengalami kebebasan; 3) keselarasan dan kesinambungan hubungan; 4) bersyukur dan kegembiraan akan hal-hal kecil; 5) hadir di tempat dan waktu sekarang.
Berkaitan dengan fenomena FoMO pada remaja, konsep IKIGAI dapat menjadi filosofi hidup dalam mengatasi ketidakpastian dan kehidupan yang tergesa-gesa. Manfaat IKIGAI pada fenomena FoMO menjadi lebih efektif dengan mengubah kebiasaan kecil, mengapresiasinya dan membentuk makna hidup yang lebih positif. Pembahasan kali ini akan menekankan pada lima pilar penting IKIGAI yang sudah disampaikan. IKIGAI dalam pilar pertamanya yakni, awali dengan hal kecil dan sederhana.
Langkah awal untuk menerapkan pilar ini adalah remaja harus menemukan alasan mendasar apa yang membuatnya bisa mengalihkan pikiran dari media sosial. Remaja dapat mencari tahu apa yang mereka sukai seperti, hobi, minat atau hal-hal kecil yang memberi mereka kebahagiaan.
Sesederhana minum kopi di pagi hari, menghirup udara segar sambil berkeliling membawa hewan kesayangan atau mungkin sekedar keinginan melihat terbit dan tenggelamnya matahari dapat meningkatkan rasa puas pada remaja. Meskipun terlihat kecil dan sepele, hal-hal tersebut justru dapat mereduksi perasaan “tertinggal” yang dialaminya.
Pilar kedua, biarkan diri sendiri mengalami kebebasan. Masa remaja menjadi masa yang paling tepat untuk mengeksplorasi berbagai hal dan mengasah kemampuan diri. Kecenderungan FoMO menjadikan remaja seringkali terbebani dengan tuntutan sosial untuk mendapatkan validasi. Karena itu, ada baiknya remaja bisa mendapatkan hak dalam mencoba berbagai hal baru di lingkup yang menjadi minatnya.
Remaja yang mengetahui potensi di dalam dirinya, akan tumbuh menjadi remaja yang berprinsip dan tidak ikut-ikutan. Semakin remaja memiliki kebebasan, maka semakin ia akan belajar hidup mengikuti ‘aliran air’ (water flow). Dalam hal ini, remaja akan terlatih membawa diri mengalir bergerak tanpa beban tuntutan sosial. Dengan begitu, remaja dapat memiliki kualitas hidup dan pertemanan yang nyaman dan menyenangkan.
Pilar ketiga, keselarasan dan kesinambungan hubungan. Remaja tentunya berdampingan dengan relasi pertemanan yang individunya memiliki keunikan dan perbedaan mendasar.