Studi yang berkaitan dengan FoMO saat ini telah berkembang melalui penelitian. Terbukti bahwa tiga perempat anak muda dan orang dewasa ditemukan mengalami fenomena FoMO akibat digitalisasi media sosial yang semakin merebak (JWT Intelligence, 2012).
Lalu, sebenarnya apa itu fenomena FoMO? FoMO diartikan sebagai perasaan takut tertinggal dari lingkungan sosial dengan persepsi bahwa lingkungannya memiliki kehidupan yang lebih baik dari dirinya. Timbulnya FoMO biasanya dipicu dengan kemunculan ide-ide baru di media sosial, yang kemudian berkembang menjadi trend global.
Tanggapan antusias dari kalangan remaja terhadap munculnya trend-trend tersebut membuat remaja semakin mudah terdistraksi dari kondisi yang mereka miliki di realita. Biasanya, alasan remaja melakukan atau mencoba trend yang sedang berlangsung adalah mendapatkan validasi dari lingkup teman sebaya.
Sebagaimana hierarki kebutuhan dalam teori Abraham Maslow, tingkat ketiga kebutuhan manusia adalah social needs yang mencakup pada peran pertemanan dalam pemenuhan kebutuhan. Oleh karena itu, tahap usia remaja seringkali dianggap “haus” validasi sosial terhadap diri sendiri dan hal-hal yang dilakukannya.
Tidak hanya itu, fenomena FoMO juga dapat membuat remaja mengalami ketergantungan dan memiliki adiksi terhadap media sosial (Al-Menayes, 2016).
Remaja dengan kecenderungan adiksi akan berusaha mengikuti perkembangan informasi terbaru dengan membuka media sosial terus menerus, meskipun tidak ada hal mendasar yang dilakukannya. Apabila rasa ketergantungan dan adiksi terus berlanjut, remaja dapat mengalami burnout dan overwhelmed akibat terlalu banyaknya informasi yang dikonsumsi.
Pada beberapa kasus, remaja juga dapat mengalami insomnia dan nomophobia (no mobile phone data) atau kecemasan dan ketakutan karena tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain melalui gawai, kehilangan jaringan atau konektivitas, tidak dapat mengakses informasi, dan terlalu menikmati kemudahan yang ditawarkan oleh gawai (Syaputra, 2023).
Sebagaimana telah dipaparkan, penggunaan media sosial sangat rentan membuat remaja mengalami FoMO, yang mana fenomena tersebut akan saling mempengaruhi–media sosial menjadi penyebab dan akibat–hingga berujung pada kondisi ketergantungan, adiksi, burnout, overwhelmed, insomnia, dan nomophobia (kecemasan berlebih apabila tidak terkoneksi dengan orang lain melalui gawai).
Gejala-gejala gangguan pada kondisi kesehatan mental akibat FoMO tentunya akan berpengaruh besar terhadap kualitas motivasi, kebutuhan, dan kesiapan remaja dalam melangsungkan pembelajaran di sekolah sebagai salah satu tanggung jawab utama di usianya.
Oleh karena itu, diperlukan pandangan hidup yang sesuai dengan kebutuhan remaja, khususnya dalam meminimalisir fenomena FoMO. Konsep hidup yang akan direkomendasikan dalam tulisan ini adalah konsep hidup IKIGAI–filosofi hidup bahagia dan berkelanjutan masyarakat Jepang.