Mohon tunggu...
Yohanes Vincentius Krissanto
Yohanes Vincentius Krissanto Mohon Tunggu... Lainnya - murid

serteh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The End

23 Maret 2024   10:02 Diperbarui: 23 Maret 2024   10:05 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

THE END

Yohanes Vincentius Krissanto

Pada tanggal 10 Oktober 1671, di pinggir hutan Fumus, lahirlah seorang anak laki-laki. Anak itu bernama Ignis. Mereka tinggal di sebuah rumah yang dibangun oleh kedua orangtuanya pada tahun 1668.

1786. Sudah 15 tahun berlalu, dan anak itu tumbuh dengan sangat baik. Ia merupakan anak yang pendiam namun cepat pergerakannya. Orangtuanya sudah mengajarinya berburu sejak Ia berusia 5 tahun. Ia sudah sangat mahir menggunakan senjatanya sejak ia berusia 13 tahun. Berbeda dengan ayahnya yang ahli tombak, Ignis mahir dan suka menggunakan sepasang belati.

Semuanya baik-baik saja dan berjalan seperti biasanya, sampai pada suatu hari pada tahun 1687, saat Ignis pergi berburu, ia mendengar suara pertarungan dari arah rumahnya. Ignis hendak bergegas ke arah rumah untuk memeriksa apa yang terjadi. Saat itu Ignis sedang sial-sialnya, saat ia berlari ia tersandung akar pohon yang tertutup semak dan membuatnya terjatuh. Sayangnya, kepalanya terbentur dengan cukup keras dan membuatnya pingsan. Ia pingsan selama kurang-lebih 30 menit dan terbangun dengan kepala yang berdarah, tapi untungnya ia baik-baik saja selain merasa sedikit pusing. Ignis langsung bangkit dan bergegas ke rumahnya, dan kali ini ia lebih berhati-hati. 

Begitu ia tiba di dekat rumahnya, ia mendengar suara kuda, jumlahnya puluhan. Ia bersembunyi di semak-semak sekitar 50 meter dari rumahnya, dan mendengar percakapan antara ayahnya dengan pemimpin pasukan itu. "Maaf Tuan, andai saja Tuan ada di pihakku kita pasti bisa menjadi tim yang hebat, tim yang bisa menguasai seluruh benua. Sekarang, serahkan saja padaku "buku" itu dan "lainnya", maka aku berjanji untuk mengangkat Tuan menjadi tangan kananku." Kata pemimpin dari pasukan berkuda itu.

"Antiquus, tidak cukupkah bagimu mengkhianatiku? Kau bahkan sekarang menginginkan buku itu dan bahkan yang lainnya?" 

"Tuan tahu bahwa kekuatan adalah segalanya bukan? Yang kuat akan memakan yang lemah. Yang lemah akan disingkirkan, dan yang kuat akan menguasai. Awalnya saya juga melihat Tuan haus akan kekuatan dan kekuasaan, dan karena itu aku berpikir bahwa kita mungkin memiliki tujuan yang sama"

"Tujuanku mencari kekuatan adalah untuk menyatukannya agar bisa hidup bersama dalam damai, bukan untuk menyingkirkan yang lemah dan menguasai benua. Karena itu sampah-sampah penghalang seperti kalian harus kusingkirkan terlebih dahulu! Enyahlah pengkhianat!"

Setelah itu, ayah dari Ignis itu menyerang "orang itu" dengan kekuatan penuh dan mengenai lengan kirinya dan menyebabkan luka yang fatal. Pemimpin itu pun murka dan dengan waktu yang sangat singkat, lengan kanannya mengeluarkan es yang berbentuk pedang dan membalas serangan dengan kekuatan penuhnya juga. Sayangnya, kondisi ayah Ignis sudah tidak baik dan sudah sangat kelelahan karena sudah bertarung melawan puluhan pasukan kuda, dan serangan sang pemimpin pasukan itu menusuk tepat di jantung ayah Ignis. 

"Tuan, saya sudah mencarinya dimana-mana, tapi tidak ada." Kata seorang pasukan kepada pemimpin itu.

"Bawa dia dan istrinya, lalu bakar rumahnya! Kita jalankan rencana kita tanpa buku itu dan lainnya."

Sesudah pasukan itu pergi, Ignis pergi ke rumahnya yang sedang terbakar itu. Malangnya anak itu, menyaksikan kematian orang tuanya dengan tragis dan juga kehilangan rumahnya. Sekarang, anak itu harus bertumbuh sendirian dan dengan kekuatannya sendiri, juga dengan trauma kejadian ini.

----------------------------------------------------------------------------------------------------

        

1702, 15 tahun kemudian. Cuaca hari ini terasa sangat dingin, sampai-sampai sungai di depan rumah membeku. Aku yakin aku pasti sudah mati membeku kalau bukan karena api unggun sisa tadi malam. Hari ini aku sudah memutuskan untuk mengecek rumahku yang dulu itu dan mencari tahu lebih dalam tentang kejadian itu. "Kali ini aku harus bisa!" Sudah beberapa kali aku merencanakannya, tapi aku selalu kalah dengan traumaku. Tapi hari ini berbeda, tekadku sudah bulat. Badai salju sudah mereda, dan sekarang adalah saat yang paling tepat untuk menjalankan rencanaku. Aku keluar rumah dan memantapkan langkah menuju ke tempat kejadian, rumahku yang dulu  itu, yang sekarang sudah tinggal setengah. Saat aku meneliti ulang, aku melihat banyak sisa-sisa goresan pada kayu, menggambarkan pertarungan yang hebat. Aku menggeledah seisi rumah, termasuk kamar-kamar, berusaha mencari-cari petunjuk. Sampai saat aku tiba di kamar ibuku, aku mengecek dan melihat-lihat sejenak, sampai saat aku melihat tonjolan kecil di balik salju di lantai. Aku berusaha mengambilnya, tapi tidak bisa, benda itu membeku dan menempel dengan tanah. Lalu aku menyalakan obor ku dan ku cairkan es pada benda itu perlahan-lahan agar benda itu tidak ikut terbakar. Setelah mencari, barulah benda itu terlihat dengan jelas, dan itu adalah gagang pintu yang mengarah ke bawah. Sepertinya saat prajurit-prajurit 5 tahun lalu itu menggeledah rumah, mereka sepertinya tidak melihat ini, jadi kupikir ini dulunya ada lemari besar ibu di atasnya, sehingga tidak terlihat. 

Aku masuk ke sana dengan sangat hati-hati, karena tangganya sudah rapuh dan berdenyit. Hanya ada satu ruangan di bawah sana, dan sebuah buku besar di atas sebuah meja yang besar juga di tengah ruangan. Aku membuka buku itu dan membacanya dengan seksama.

----------------------------------------------------------------------------------------------------                                          

Oke, jadi, inti dari buku yang barusan kubaca itu adalah bahwa ayahku bernama Metus dan ibuku bernama Tribus. Ada 8 kerajaan utama di dunia ini, tapi yang terkuat adalah Kerajaan Agung Irae di utara, dan Kerajaan Agung Castra di timur. Kerajaan Castra dipimpin langsung oleh seorang raja bernama Metus, ayahku, sedangkan Irae dipimpin langsung oleh seorang raja bernama Meridies.

Di buku ini tertulis bahwa Meridies dan Metus adalah kakak-adik. Meridies 4 tahun lebih tua dari Metus, dan sudah menguasai wilayah Utara sejak tahun 1634, dan membangun kerajaan yang diberi nama Irae. Sedangkan Metus menguasai wilayah Timur pada tahun 1645, 9 tahun setelah Meridies membangun kerajaan nya, lalu Metus membangun kerajaan di Timur yang diberi nama Castra. Hubungan mereka bisa dibilang sangat baik. Mereka sering mengadakan event persahabatan, perdagangan, pertukaran prajurit, senjata, material, pangan, sandang, dan lain-lain. Semuanya berjalan baik sampai pada tahun 1666, situasi menjadi sangat kacau. Cuaca berubah dengan sangat drastic hingga membekukan sungai-sungai dan danau, yang menyebabkan krisis pangan, dan berlanjut ke krisis ekonomi. Hal-hal it uterus berlangsung selama beberapa minggu yang membuat hewan-hewan buas mulai menyerang desa dan kota, karena makanan mereka juga kian menipis.

3 Bulan kemudian, Castra sudah tidak tahan lagi dengan situasi ini. Metus Pun memutuskan untuk mencari tahu kondisi di Irae dan mengutus tangan kanannya yang terpercaya untuk menjalankan misi itu. Tangan kanan raja itu bernama Antiquus. Ia berangkat menggunakan kudanya menuju ke utara untuk menjalankan misinya. 

7 Bulan telah berlalu, sudah hampir satu tahun sejak Irae dan Castra dilanda kejadian ini, dan Antiquus belum juga kembali. 3 minggu kemudian, Castra tiba-tiba diserang oleh puluhan pasukan berkuda. Serangan ini sangat mengejutkan seisi kerajaan karena terjadi di saat-saat krisis seperti ini. Metus langsung mengirim pasukan-pasukan elit kerajaan untuk mengurus serangan mendadak ini. Metus Pun duduk-duduk di kursi ruang kerjanya, sedang memikirkan cara mengatasi situasi yang kian memburuk ini. Saat itu, Metus tertidur di kursi kerjanya karena sudah sangat kelelahan. Saat ia bangun, ia mendengar suara pertarungan dari depan istana. Ia Pun langsung mengeceknya melalui jendela di belakang kursi kerjanya itu. Seketika Metus menjadi pucat dan ketakutan, ia melihat bahwa pemimpin dari pasukan penyerang itu adalah tangan kanannya yang terpercaya, Antiquus, dan yang membuatnya menjadi lebih buruk lagi adalah fakta bahwa Antiquus menggunakan sihir. Ia tak pernah mengira bahwa orang yang paling dipercayainya itu justru mengkhianatinya.

Matus segera berlari memberitahu istrinya, Tribus, untuk segera pergi dari sini. Untungnya, Tribus sudah mengemasi barang-barang dan senjata-senjata pribadi. Merekapun kabur melalui terowongan rahasia di bawah tanah. Sebelum memasuki terowongan rahasia itu, Metus masuk ke sebuah ruangan rahasia untuk mengambil buku jurnal yang besar dan sebuah buku kecil. Terowongan itu mengarah ke tenggara Castra, atau lebih tepatnya ke arah hutan Fumus.

----------------------------------------------------------------------------------------------------      

Aku terus berpikir dan mengelilingi ruangan ini, barangkali ada yang terlewat. Sudah 1 jam aku mondar-mandir mencari buku kecil yang dimaksud di buku jurnal tadi. Mungkin buku kecil itu sudah dibawa ke tempat lain? atau mungkin hilang? Argh, ini membuatku bingung. Lalu aku tiba-tiba terpikirkan suatu hal yang kupikir terlewatkan. Seisi ruangan ini sudah kuperiksa, kecuali di satu tempat. Di bawah meja? Daripada membuang-buang kemungkinan yang ada, akupun langsung mengeceknya. Entah aku merasa senang atau kesal begitu menemukannya. Senang karena sudah berhasil menemukannya, tapi juga kesal karena menyadari waktuku terbuang sia-sia untuk mencarinya, dan ternyata hanya di bawah meja. Aku menggeser meja itu dan mengambil peti kecil yang ada di bawah sana. Untungnya, peti itu tidak terkunci, sepertinya langit sedang memihakku, haha.

Kubuka peti itu dengan sangat antusias, dan, waoww. Aku melihat dua buah belati yang sangat kuat, tajam, tapi ringan, sepertinya belati ini terbuat dari titanium dan emas. Lalu ada gulungan kertas tua, dan akhirnya, buku kecil itu.

Kuambil belati itu untuk kujadikan hak milikku, dan menyimpan belati pemberian ibuku ke dalam peti. Terimakasih untuk selama ini. Lalu, aku membuka gulungan itu, yang ternyata adalah peta dunia beserta dengan arah mata anginnya. Dan yang terakhir, buku kecil yang disampul kulit itu entah kenapa terlihat sus.

Di buku itu tertulis bahwa buku itu hanya dapat dibuka dan dibaca sekali, dan hanya oleh satu orang saja. Setelah itu, buku itu akan hangus. Dan jika ada lebih dari 1 orang yang membacanya, tulisan di buku itu akan langsung menghilang, selamanya. Terdapat peringatan di bagian paling depan bertuliskan "Buku ini tidak akan menjamin keselamatanmu." "Hasil yang akan diperoleh bergantung pada halaman yang dibaca." Entah apa maksudnya. Buku itu hanya terdiri dari 10 lembar kertas tua. Aku membukanya dan membaca isi buku itu dengan seksama, mengingat hanya dapat dibaca sekali.               

Aku membacanya dengan baik-baik saja, tapi saat aku selesai membaca lembar pertama, badanku tiba-tiba terasa pegal dan kepalaku terasa pusing. Padahal aku ingat jelas kondisiku sebelumnya masih sangat prima. Semakin lama dan semakin jauh aku membacanya, semakin parah keadaan kesehatanku. Aku baru saja selesai membaca lembar kedua, tapi aku langsung batuk berdarah. Aku paham, sepertinya ini adalah efek samping dari membaca buku ini. Mungkin itu sebabnya di halaman terdepan diberi peringatan seperti itu. Yah, wajar sih, karena buku ini memang buku tentang ilmu terlarang.

Lembar ketiga baru saja selesai kubaca, dan telingaku mengucurkan darah. Aku membaca lembar keempat, dan setelahnya penglihatanku menjadi merah dan memudar, sepertinya mataku terluka. Rasanya sakit sekali, aku ingin berhenti dan menyerah saja, tapi di buku jurnal itu tertuliskan bahwa buku terlarang ini adalah sumber kekuatan. Dan mengingat aku ingin membalaskan dendam ayahku, maka aku harus membaca buku ini lebih banyak lagi. Aku harus menjadi lebih kuat lagi! Ini tidak cukup, aku harus melanjutkannya.

Lembar kelima selesai, dan tubuhku mengeluarkan keringat darah. Selesai lembar ketujuh, indra-indraku mulai mati. Lembar kedelapan selesai, dan aku sadar, aku menjadi lumpuh. Kemudian aku berpikir, karena aku sudah terlanjur begini, apa aku lanjutkan sampai selesai saja ya? Yap, aku sudah memutuskan, daripada berhenti di sini, sekalian saja lanjut meski harus mati, lagipula hidup ini begitu membosankan bagiku. Sehari-hari hanya berburu, sendirian, tanpa ada seorangpun di sisiku. Kemudian aku melanjutkan membaca buku itu, sambil berlinangkan air mata.

Lembar kesembilan selesai, dan tubuhku serasa seperti menguap dari dalam. Panas sekali, tapi siapa peduli, tinggal 1 lembar lagi, lalu entah apa yang terjadi. Lalu aku membaca lembar yang terakhir. Saat lembar terakhir selesai kubaca, buku itu terbakar, dan tubuhku entah bagaimana, juga terbakar. Aku menutup mataku dan menghembuskan nafas terkakhirku. "Malangnya diriku ini, hidup sendirian, dan bahkan mati pun sendirian. Hah...sudahlah setidaknya, sekarang sudah selesai."    

---------------------------------------------------------------------------------------------------- 

Aku terbangun dengan keadaan yang sangat prima. Bahkan bisa dibilang, sekarang aku lebih berenergi. Aku tidak tahu bagaimana mungkin aku masih bisa hidup. Yang seingatku, aku sudah mati di tempat ini tadi, dan aku ingat dengan jelas bahwa aku sudah menjadi lumpuh setelah membaca halaman kedelapan, dan bahkan kondisiku saat itu tidak memungkinkan untuk bertahan hidup. Tapi sekarang ini bahkan tak ada luka satupun di tubuhku, bahkan bekasnya pun tidak ada. Aku pergi keluar dan melihat banyak bunga-bunga bermekaran. Haah,,,padahal saat itu adalah awal musim dingin, tapi sekarang sudah musim semi? Entahlah. Aku yakin kalau bukan karena tekad dan emosiku yang meluap saat itu, aku takkan bisa mencapai tahap akhir.     

---------------------------------------------------------------------------------------------------- 

Aku pergi ke hutan dengan rasa bingung dan tanda tanya yang besar. Akupun masuk lebih dalam lagi ke dalam hutan untuk berburu sekaligus mencoba belati baru yang kudapat itu. Aku mencari dengan hati-hati, berusaha sebaik mungkin agar hewan-hewan tidak menyadari keberadaanku. Lalu,,,,,,,itu dia.

Ada babi hutan yang sangat besar sedang tidur di bawah pohon besar. Aku mengeluarkan belatiku dari sarungnya, lalu menyerang babi itu dengan sayatan dari semak-semak di belakangnya. Setelah sayatan itu, aku langsung berbalik untuk menyiapkan serangan berikutnya. Tapi, babi itu hanya terdiam, dan ternyata babi itu bati dalam sekali sayat yang ternyata mengenai lehernya. Tapi meskipun mengenai lehernya, sejauh ini aku belum pernah menyerang babi dengan sekali serang, sekalipun mengenai lehernya. Dan aku dapat menyimpulkan, bahwa belati ini sangat tajam. 

Aku hendak menghampiri babi itu untuk dimakan lalu membawa sisanya ke rumah. Lalu aku melihat goresan bekas sayat itu ternyata mengeluarkan api. Aku terkejut lalu melihat belatiku juga diselimuti api. Aku berpikiran melemparkannya ke air agar apinya mati. Tapi saat itu juga, apinya menghilang. Dan saat aku membayangkan tentang api tadi, api itu muncul lagi dan menyelimuti belatiku. Saat itu juga aku baru ingat, bahwa buku yang sebelumnya kubaca itu adalah buku tentang ilmu yang terlarang, dan satu-satunya adalah sihir.

---------------------------------------------------------------------------------------------------- 

Sihir, adalah ilmu yang terlangka, dilarang, dam tersulit untuk dipelajari karena resiko lumpuh, cacat, sampai kematian. Kekuatannya sangat kuat dan dahsyat . bahkan kekuatan seorang penyihir setara dengan kekuatan militer sebuah kerajaan. Kekuatan sihir seseorang tergantung dari jumlah halaman yang dapat dibaca oleh si pengguna tersebut, tingkat rendah, menengah, dan tingkat tinggi. Usia seorang penyihir tingkat tinggi dapat mencapai 500 tahun, dan masa emas kekuatan sihirnya adalah usia 180 tahun. Pada awalnya, buku sihir di dunia ini dijual di pasar gelap di seluruh benua dengan harga selangit. Orang-orang sangat ambisius untuk memiliki buku sihir itu dan menguasainya, meski mereka tahu resikonya. Sayangnya, kebanyakan dari mereka gagal dan mati karena terlalu memaksakan dan gagal. Beberapa yang mengetahui batas diri pun ada yang selamat dan menjadi penyihir. Tapi sayangnya, hampir semua yang lolos itu adalah penyihir cacat atau lumpuh. Hingga pada tahun 1601, jumlah buku itu menjadi 2, karena buku sihir hanya dapat dibuat oleh seorang penyihir tingkat tinggi. Kemudian, kedua buku itu dipegang oleh Dies, ayah dari Meridies dan Metus. Kemudian, kedua buku itu diwariskan kepada Meridies dan Metus. 

Itu semua adalah informasi-informasi tentang sihir yang kukumpulkan dan kusimpulkan, setelah mencarinya dari sisa-sisa reruntuhan kerajaan. Sudah 32 tahun aku mengumpulkan informasi itu dengan menelusuri setiap kerajaan dari setiap benua dan menjelajahinya. Sekarang ini tahun 1734, dan umurku 63 tahun. Seharusnya aku sudah tua, tapi karena aku sudah mempelajari tentang sihir, umur 63 sudah bukan apa-apa. 

Dari reruntuhan Kerajaan Agung Acies di selatan, Onus di barat, Ripa di tenggara, Emptor di barat laut, Fines di timur, Frons di barat daya, dan bahkan Kerajaan Agung Irae di utara, semuanya hancur. Tapi, dari reruntuhan-reruntuhannya, aku menyimpulkan satu hal yang sangat mengganjal. Semuanya hancur karena serangan es, dan aku yakin es itu bukanlah es yang muncul secara alami, karena daerah Barat dan Selatan merupakan daerah tropis, sedangkan daerah Barat Daya merupakan daerah gurun.

Ah, tiba-tiba aku jadi teringat kejadian 47 tahun lalu. Sepertinya es-es itu ada hubungannya dengan si "pengkhianat" 47 tahun lalu itu. mengingat orang itu menggunakan es sebagai senjatanya, aku jadi semakin yakin bahwa ini semua berkaitan satu sama lain. 

Dan sekarang yang  tersisa hanya Kerajaan Agung Castra yang belum kudatangi. Karena sejauh ini, dari ketujuh kerajaan yang kudatangi, semuanya hancur tanpa ada jejak kehidupan manusia sama sekali. Jadi, kuharap setidaknya ada jejak atau bekas kehidupan manusia di sana.

Aku tiba di Castra pada akhir musim panas 1735. Saat itulah harapanku muncul, karena Castra masih dalam kondisi yang sangat baik.; tapi, meskipun demikian, ada yang mengganjal. Bukankah Castra sudah hancur pada akhir tahun 1666? Oke, anggap ada yang membangunnya lagi, tapi ada lagi yang mengganjal. Ini masih siang hari, bahkan di musim panas, tapi kenapa sangat sepi? Aku bahkan tidak mendengar suara apapun dari dalam sana. Dan, kenapa pula gerbangnya terbuka?

Aku masuk dengan hati-hati, lalu mengeluarkan belatiku yang kudapat 32 tahun lalu, karena kondisinya masih sama baiknya.  Aku berkeliling menyusuri Castra, dan semua yang kulihat hanyalah bangunan-bangunan kosong, meski kondisinya masih bagus. Sepertinya bangunan-bangunan kosong itu sudah bertahun-tahun ditinggalkan. Akhirnya, setelah beberapa minggu menyusuri Castra, aku dapat menyimpulkan bahwa di sini juga tidak ada tanda-tanda kehidupan manusia. Lantas, kemana semua manusia itu pergi? Apakah mereka semua mati karena serangan es itu?

Tapi, kemudian aku menyempatkan diri untuk pergi ke istana Castra yang anehnya sudah hancur, padahal bangunan lainnya masih utuh. Aku masuk ke sana dan melihat banyak tulang-tulang, tengkorak, dan senjata-senjata berserakan di sana, juga banyak bekas-bekas peperangan. Di dalam sana sangat kacau, hancur, dan berantakan. Lalu aku lanjut naik ke lantai-lantai berikutnya. Suasananya kurang-lebih sama, hanya berbeda ruangan saja, tapi tetap saja kacau. Sampai akhirnya aku tiba di lantai teratas istana . Aku melihat sebuah pintu yang masih bagus dan terawat di ujung lantai teratas itu. Di pintu itu tertulis "ruang kerja". Aku membuka pintu itu dan melihat ruang kerja yang masih bagus dan terawat, dan seseorang yang sedang duduk di kursi putar, di balik meja kerja itu. Tunggu,,,,, orang?

Pria itu menggunakan baju kerajaan, kumis dan janggutnya menyatu, namun tipis. badannya tidak begitu besar, hanya sedikit lebih tinggi dariku, tapi sangat kokoh. Orang ini, sama persis dengan "pengkhianat" 47 tahun lalu, terlebih lagi, dia hanya memiliki satu lengan. mengingat lengannya pernah diserang oleh ayahku, aku yakin sekali, dia merupakan orang yang sama.

Aku ingin sekali menyerangnya, tapi ia menyuruhku duduk dengan aba-aba tangan. Aku pun duduk di kursi depan meja kerja itu sambil bersiaga. 

"Apa yang membuatmu datang kemari, nak?"

"Kenapa kau malah mewawancaraiku?"

"Haha, aku bertanya karena penasaran kok,. Jadi, apa yang membawamu kemari?"

"Aku sudah menyusuri seluruh benua, dan inilah yang terakhir. Apa itu semua perbuatanmu?" Tanyaku dengan geram.

"....Ya."

"Atas dasar apakah kau melakukannya, Antiquus?"

Orang itu terkejut begitu mendengarnya.

"Dari mana kau mendengar itu?"

"Jurnal ayahku, Metus. Dulu kau adalah tangan kanannya, kenapa kau berkhianat dan bahkan menghancurkan seluruh benua?"

"Yah, ceritanya panjang. Singkatnya, seharusnya akulah yang menjadi ahli waris Castra dan mendapat buku itu beserta dengan yang lainnya."

"Maksudmu buku sihir itu?"

"Ya."

"Asal kau tahu, akulah yang menggunakan buku itu."

"Sudah kuduga, mana mungkin orang biasa dapat menjelajahi seluruh benua. "

"Lalu, apa yang kau maksud dengan 'lainnya'?"

""Itu adalah belati. Belati itu dibuat dengan sihir yang sangat kuat. Aku tahu benda itu ada padamu."

"......"

"Tapi, ayahmu mengingkari janjinya itu. Ia memilih untuk memiliki anak sebagai ahli warisnya. Kemudian aku mengumpulkan orang-orang pengikutku untuk menyerang Castra. Raja macam apa mengingkari janjinya dengan mudah seperti itu. Aku pun mempelajari buku sihir yang kucuri dari kerajaan Irae saat menjalankan misi khusus pada tahun 1666. Sesudah aku mempelajarinya, aku pun tertangkap basah dan diserang. Aku berusaha menjelaskan alasanku melakukannya, tapi mereka tidak mau tahu. Aku pun terpaksa menghancurkannya, lalu kembali ke Castra untuk menjalankan rencanaku. Aku memiliki rencana untuk menguasai seluruh Castra dan menyingkirkan mereka yang lemah dan tidak berguna, sehingga aku bisa membangun sebuah kerajaan kuat yang juga berisi orang-orang yang kuat. Aku menghancurkan Castra dan mencari buku itu dan belatinya, dengan menjadi lebih kuat, semakin cepatlah rencanaku terwujud. Aku menemukan tempat persembunyian Metus dan membunuhnya beserta istrinya. sesudahnya, aku lanjut menguasai kerajaan-kerajaan lain. aku mengumpulkan orang-orang yang kuat. Setelah menguasai seluruh benua, aku, beserta semua orang yang telah kukumpulkan, membangun kembali kerajaan Castra untuk ditinggali. Semuanya sesuai dengan rencanaku, sampai pada 20 tahun lalu, mereka berbalik menyerangku. Mereka bilang, aku tidak dapat memimpin dengan baik dan hanya mementingkan dirinya."

"Lalu?"

"Lalu,,,,ketika itu, mereka melakukan demo agar mereka dapat hidup dengan bebas lagi seperti sebelumnya, dan mereka ingin aku pergi karena telah membuat banyak kerugian dan hilang nyawa. Aku pun marah dan menyerang mereka semua dengan sihirku. Aku, membunuh mereka....semuanya."

"...."

"Aku pun menetap di sini, menunggu ajal menjemputku, dan menyesali setiapm perbuatanku."

"Kau tahu itu semua tidak cukup bukan? Kau sudah menghancurkan dunia, membunuh banyak makhluk hidup, tidak hanya manusia, kau menghancurkan segalanya demi impianmu itu. Kau adalah pembawa duka."

"Aku tahu itu, dan aku sangat menyesalinya. Tapi, tak ada gunanya aku mengatakannya. Takkan ada yang berubah."

"Lalu, apakah ini nasib dari dunia ini? Apakah kau tidak bisa bertanggung jawab atas apa yang kau perbuat?"

"................. Maaf. Tidak ada yang bisa kuperbuat. Terimakasih karena sudah menjadi teman bicaraku yang terakhir. Kurasa inilah akhirnya."

Ia melompat ke arah jendela besar di belakangnya, lalu terjatuh. Aku mengeceknya dengan hati-hati, barangkali itu jebakan. Tapi, ia benar-benar terjun dan mati. Sekarang, aku tidak tahu emosi apa lagi yang kurasakan. Aku tidak senang ataupun puas, aku tidak sedih atau semacamnya. Lebih tepatnya, aku tidak tahu lagi aku harus merasa apa.

Tidak ada yang tersisa dari dunia ini. Tidak ada lagi yang dapat kulakukan. Semuanya sudah binasa. Semuanya karena manusia itu sendiri. Semua karena egonya sendiri. Tidak ada satu pun momen di mana dunia benar-benar damai. Satu-satunya masa di mana dunia ini damai, adalah saat semuanya sudah tiada, maka tidak akan ada lagi konflik, tidak akan ada lagi pertengkaran, tidak ada peperangan, tidak akan ada lagi duka. 

Sudah saatnya dunia ini kembali ke keadaanya semula, dimana manusia belum ada dan menguasai, mengacaukan, dan menghancurkan semuanya. Dunia yang damai.

---------------------------------------------------------------------------------------------------- 

-THE END-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun