Mohon tunggu...
Yohanes Tola
Yohanes Tola Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Aku Yonas, Bisa menjadi teman mu, Aku menulis agar kepalaku tidak pecah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Merekam Suara Tak Terdengar

10 November 2022   19:39 Diperbarui: 10 November 2022   19:54 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tenaga kesehatan menempatkan diri sesuai kemampuan ini dengan sungguh sungguh mengorbankan waktu, tenaga dan mungkin saja keluarga yang lebih sering ditinggalkan. Hal seperti ini juga dialami oleh pejuang dimasa lalu. Mereka mengalami hal yang sama. Dalam konteks yang berbeda.

Lalu mengenai Guru. Hidup di negara yang membohongi rakyat dengan Pancasila yang jadi tidak bermakna lagi karena tidak ditunaikan dengan sungguh sungguh. Sila kelima Pancasila mengenai Keadilan sungguh menjadi narasi bualan karena dijalankan oleh pejabat pejabat korup yang kemudian mendapatkan remisi saat tertangkap. 

Ini sungguh petugas negara yang benar benar sedang membual. Kembali lagi, kita bisa memastikan dengan mudah betapa pendidikan belum bertumbuh di nagara ini dari segi asas keadilan nya. Pendidikan yang digeneralisir menjadikan ketimpangan terus berlanjut. 

Bagaimana kita menanggapi keadaan dimana siswa di Jawa belajar menggunakan Labtob dan jaringan yang baik dan membandingkan itu dengan siswa di Papua/NTT atau daerah ujung Sumatera yang berjalan melintasi semak-semak sambil menangkap capung yang menjadi permainan mereka, lalu belajar dengan terbatas karen mereka belum mengenal atau akrab dengan teknologi yang sejujurnya membantu mereka mengetahui luasnya dunia?. 

Ditengah situasi itu, Guru menjadi sosok yang terus melawan arus realitas yang memperihatinkan. Guru terus memberi gambaran dan mengajar semampu mereka, dengan pantikan pantikan utopia masa depan yang cerah walaupun sebenarnya mereka tahu bahwa siswa nya tentu tidak tau apa itu masa depan yang cerah. 

Guru menampakan diri pada posisi yang paling penting, mereka memberi kesadaran, memantik kepekaan dan merubah impan lama generasi penerus dengan impian baru yang lebih nyata. Pahlawan tanpa tanda jasa. Predikat ini layak mereka dapatkan.

Siapa yang mampu membeli cita cita yang mulai tumbuh?, siapa yang mampu membeli bekal pengetahuan pada masing-masing pribadi yang dimiliki sejak seragam merah putih dikenakan?. Sungguh tidak ada yang mampu. 

Guru hadir memberi sesuatu yang tak terhingga nilainya. Ilmu sebagai bekal memulai zaman ini. Apa yang dilakukan itu adalah rekaman kebutuhan masyarakat yang tidak pernah sampai pada telinga pemimpin besar di senayan sana. 

Dalam iklas dan pasrah Guru memulai menerjemahkan itu dalam upayanya mengajar dan mendampingi. Hal yang sama juga kita maknai dari kisah kisah mereka yang terus menanam ditengah ruihnya impor beras yang ditunaikan pemerintah. Ya, Petani. Penopang Tanah air Indonesia.

Tulisan ini bermaksud semata mata untuk memulai pendangan baru bahwa kita dan generasi kita dapat menjadi pejuang pejuang itu. Dalam konteks kita dan kemampuan kita yang sesungguhnya sebagai pribadi yang masih kuat raganya. Pemuda.

Tidak harus menjadi tenaga kesehatan, tidak harus menjadi Guru atau tidak harus menjadi Petani. Ini tensu sesuatu sayng kita semua sadari. Kita bisa menjadi rakyat Indonesia yang sungguh-sungguh lahir dari rekaman rekaman kebutuhan masyarakat atau sesama yang membutuhkan kita untuk terus mengisi disana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun