Tim-tim kecil yang dibagi menjadi lima pilar Jalur Rempah yang terbagai menjadi; Historia, Ramuan, Kriya/Wastra, Seni Budaya, Kuliner juga dibentuk untuk merangkum hal-hal yang menarik yang kami temui selama mengikuti kegiatan ini.
Kunjungan ke tempat-tempat bersejarah, workshop dan materi-materi dari narasumber yang berkompeten dibidangnya tidak hanya kami terima, namun wajib kami bagikan kepada khalayak luas.
Semuanya pasti setuju bahwa rempah-rempah, seperti cengkih, pala, lada, kayu manis, dan komoditas lainnya seperti kayu cendana dan kemenyan menjadi barang berharga yang dihargai tinggi serta menjadi daya tarik utama bagi pedagang dari berbagai belahan dunia. Nyaris, semua komoditas utama “yang diburu” pada masanya adalah tanaman endemik Nusantara.
Dengan mengikuti rangkaian kegiatan ini, saya sendiri membayangkan bagaimana nenek moyang kita melakukan pelayaran untuk bertukar komoditas dari satu pulau ke pulau yang lain.
Kemudian, bagaimana kapal-kapal bangsa asing juga mengandalkan layarnya untuk menjelajah dunia hanya demi menemukan dimana rempah-rempah itu tumbuh dan berasal.
Proses perdagangan dan bertukar komoditas lintas suku bangsa dan benua ini berlangsung selama berabad-abad. Menjadi simpul yang hari ini kita kenal dengan Jalur Rempah.
Bertemunya para suku bangsa asing dalam kaitannya dengan perdagangan Jaur Rempah membentuk alkulturasi dan asimilasi yang kaya; dari bahasa, kuliner, pakaian, arsitektur dan lain sebagainya yang dikemudian hari menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Perjalanan meraih pengakuan dari UNESCO masihlah panjang, namun pengakuan ini tidak ada artinya tanpa adanya dukungan dan kesadaran dari kita semua.
Mari bersama dukung Jalur Rempah menjadi warisan budaya yang diakui dunia.
Nah, gimana.. berminat mengikuti MBJR tahun depan? Ikuti rangkuman perjalanan kami melalui vlog yang telah saya rangkum di link berikut. Salam