Mohon tunggu...
Yohanes Marino
Yohanes Marino Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Wordsmith, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, Guru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teh Tawar

13 Maret 2016   21:16 Diperbarui: 13 Maret 2016   21:53 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kaki seorang pria itu terus berayun tanpa henti. Seolah pria itu menunggu sesuatu yang sudah lama tidak pernah datang dan mampir dalam kehidupannya. Tangan pria itu sekarang sedang menggenggam pena. Pena itu sudah mulai tidak bisa menggoreskan tulisan lagi. Bukan, bukan karena ia kehabisan tinta, justru karena sang empunya pena yang sudah mulai kehilangan ide dan kata-kata. Ia mulai diceraikan oleh puisi-puisinya, cerpennya, anak-anak kata-kata yang lahir dari benaknya.

"Tak pernah selama ini. Seharusnya ia sudah datang..." gumam pria itu.

Pria itu jelas sedang menunggu seseorang. Mungkin juga seseorang dengan ide yang sangat brilian, mungkin juga seseorang dengan pesona tertentu yang dapat memercikkan ide-ide untuk melanjutkan tulisan. Tak berapa lama, muncul sesosok manusia yang ditunggu pria tersebut. Semakin lama semakin jelas.

"Ah...itu dia..."

Pria tersebut seperti menyorot habis matanya kepada sesosok orang yang datang menghampirinya perlahan tapi pasti. Tetap dengan memainkan pena antara sela jari, pria tersebut tampak gugup saat sesosok itu semakin lama semakin dekat.

"Sudah lama?"

"Um...Kira kira baru setengah jam yang lalu..."
"Maaf terlambat. Biasa. Jam segini memang sudah jadi langganan kota ini untuk berduyun-duyun pulang dari kantor, sekolah...jadi.."

"Ya aku paham kok. Mau pesan apa? Teh Tawar hangat?"

"Hahaha..Iya...seperti biasa..."

"Apa kabar dirimu?"

"Masih sehat, secara jiwa dan raga. Bapak ibu juga sehat. Kamu?"

"Aku? Seperti biasa. Berusaha untuk tetap waras dalam suasana yang tambah edan. Sedang mencari sesuatu untuk aku tulis."

"Sesuatu atau seseorang?"

"Seseorang lebih tepatnya. Entahlah."

Senja datang menyongsong waktu. Dua orang masih saja mengobrol seolah mereka sudah lama tidak bertemu. Apa yang mereka diskusikan jelas mengenai kehidupan mereka masing-masing.

"Saya hanya merindukan kenangan kita." ujar pria tersebut.

"Sudah dua tahun rupanya ya."

"Iya. Sudah lama juga. Entah apa yang terjadi waktu itu. Entah apa pertimbangan kita. Mungkin perasaan tidak pernah datang terlambat. Mungkin juga semesta ingin kita mendengar hingga ke suara yang nyaris tidak didengarkan. Yang pasti..."

"Aku rindu."

"Gimana kuliahmu? Maaf bukan bermaksud mengalihkan topik."

"Lancar. Seperti biasa."

"Ya. Kamu memang murid yang luar biasa. Belajar dengan cepat, menangkap segalanya dengan hampir sempurna."

"Tidak. Ada satu hal yang tidak akan pernah bisa aku pelajari."

"Oh, soal itu ya rupanya. Ya aku paham."

Pelayan datang, mengantarkan segelas teh tawar hangat. Dengan teh tawar hangat itu pula mereka semakin larut dalam pembicaraan mereka berdua. Layaknya sepasang kekasih yang sedang kecanduan akan pertemuan hati, mereka mencoba mencecap setiap detik pertemuan mereka. Mereka berdiskusi, bercanda tawa dan hampir lupa akan siapa mereka sebenarnya. Orang-orang di sekitarpun juga tidak terlalu memperdulikan siapa mereka.

"Selalu teh tawar."

"Iya. Karena gula selalu mengganggu rasa sedang lidah butuh kenetralan rasa."

"Iya. Aku setuju. Apalagi setelah lidah lelah akan banyak rasa makanan yang kita makan. Tapi kenapa Teh Tawar? Menurutku teh tawar itu juga unik. Kadang orang tidak peduli definisi tawar. Mereka hanya menyebutkan tanpa rasa. Sedangkan teh yang sedang kau nikmati itu pasti masih memiliki rasa. Lalu apakah definisi teh tawar selalu berarti teh tanpa gula?"

"Mungkin begitu. Orang kadang tidak peduli dengan detail. Kadang menyamaratakan rasa. Apalagi kadang mereka menyamakan rasa pahit dengan tawar. Padahal kedua situasi itu sungguh sangat berbeda."

"Lalu apa yang kau tunggu untuk tulisanmu berikutnya? Mengapa tidak kau bahas saja tentang Teh Tawar ini?"

"Sedang mencoba. Sedang mencari jalan. Tulisanku yang akan berjalan sendiri. Tetapi aku tetap butuh bantuanmu untuk menerangi jalan tulisanku, seperti biasa."

"Iya. Aku selalu menikmati masa-masa dimana kamu kecanduan menulis dan tak pernah bisa berhenti. Kamu unik."

"Oh ya? Unik menurutmu, tetapi sakit bagiku. Kamu tidak pernah tahu rasanya gelisah setiap saat dan tak pernah bisa beristirahat. Pikiranku penuh. Mungkin aku juga butuh Teh Tawar."

"Hahaha...Iya. Kamu sangat butuh Teh Tawar."

"Dan kamu..."

Malam memeluk mereka berdua. Semakin lama semakin erat dan enggan melepaskan. Hingga mereka larut tanpa gula seperti segelas teh tawar yang mereka nikmati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun