Pergi dan terbang yang tinggi, buatlah dirimu bahagia.
Kata buat dirimu bahagia mungkin sedikit meninggalkan kesan sikap egois, karena tidak memikirkan kebahagiaan orang lain.
Mungkin ada juga yang mengatakan, tidak masalah karena hidup hanya sekali jadi membahagiakan diri itu sangat penting.
Dua pernyataan di atas tentu selalu menghadirkan pro dan kontra dalam kehidupan ini.
Ada yang lebih memilih untuk membuat orang bahagia daripada diri sendiri, ada juga yang beranggapan lebih baik diri sendiri yang merasa bahagia karena membuat hidup jadi lebih tentram.
BACA JUGA: Nasib Pekerja PLN: Listrik Mati Dimaki, Giliran Lancar Dilupakan
BACA JUGA: Info Unik Mengenai Bulan (YMK 7)
Jika demikian, maka mana yang benar? Haruskah kita hidup membahagiakan orang lain atau cukup diri sendiri saja?
Pandangan orang lain jelas berbeda, termasuk pendapat saya pribadi.
Sejak kecil hingga dewasa, saya selalu berpikiran untuk bisa membahagiakan orang lain, tentunya untuk orang yang saya kenal dan terutama untuk orang yang saya sayangi.
Bagi saya, jika bisa membahagiakan orang lain dan orang lain itu senang, maka di situlah letak kebahagiaan saya.
Namun semakin dewasa, jelas banyak pergumulan yang saya hadapi dalam kehidupan ini.
Di saat orang lain sedang berada dalam masalah atau kesepian, saya bisa membahagiakan mereka dan menemani senantiasa.
Sebaliknya, di saat sedang banyak pertimbangan, galau, dan sedih, sangat sedikit bahkan hingga saat ini tidak ada yang berusaha untuk membalas kebahagiaan yang saya berikan.
Di saat saya terpuruk, di saat saya sedih, di saat saya berada dalam momen tak menyenangkan, di manakah mereka yang pernah saya temani?
Jangankan mengobrol, menanyakan kabar saja tidak. Apakah hal ini membuat saya menyesal?
BACA JUGA: Penyebab Belanja Online Lebih Boros daripada Langsung ke Toko
BACA JUGA: Jaga Sikap dan Perkataan Jika Tak Ingin Viral di Sosial Media
Jawabannya tentu tidak. Jika menyesal, artinya ada imbalan atau tuntutan yang saya minta ke mereka.
Artinya, saya menolong atau membuat mereka itu tidak ikhlas.
Kesal? Ya, tapi bukan kesal kepada mereka, melainkan kesal kepada diri sendiri.
Mengapa orang lain bisa saya buat bahagia, sementara diri saya sendiri tidak bisa?
Jika boleh curhat sedikit, sudah hampir satu tahun saya tidak ada pekerjaan karena terkena dampak pengurangan karyawan akibat Covid-19.
Jauh sebelum itu, saya harus menerima kenyataan jika gaji harus dipotong.
Sebelumnya lagi, saya mengalami masalah hati, di mana saya harus berpisah dengan mantan kekasih saya, padahal kami sudah memiliki rencana ke jenjang yang lebih serius.
Saya tidak mau munafik, jelas saya sangat terpuruk dan tidak bisa merasakan kebahagiaan.
Jika digambarkan, mungkin saya tadinya adalah seekor burung elang yang suka terbang ke sana kemari, lalu ditangkap oleh pemburu dan dimasukkan ke dalam kandang.
BACA JUGA: Mengenang Suka-Duka Pengalaman Kerja Jadi Reporter
BACA JUGA: Lucunya Negeri Ini: Maki-maki Dulu, Minta Maaf Kemudian
Artinya, saya benar-benar merasa bahagia karena biasanya bisa terbang dan menemukan kebahagiaan tapi kini tak bisa berbuat apa-apa.
Berbagai cara sudah saya coba untuk menemukan pekerjaan, mulai dari mengirim via email, melalui telepon, dan chat.
Banyak perusahaan yang tidak membalas, ada yang merespons tapi akhirnya tidak memberikan jawaban.
Saat ada perusahaan yang merespons, saya mulai menemukan harapan, namun ketika tak ada jawaban, jelas saya terjatuh dan terpuruk lagi.
Kembali lagi ke gambaran burung elang, itu sama seperti saya berusaha untuk mencari cara untuk keluar dari kandang.
Mulai dari menggali tanah, mencoba untuk merusak kawat di sisi kandang, tapi tak berhasil.
Saat pemburu datang untuk memberi makan, terlihat pintu kandang terbuka lebar dan saya bisa untuk kabur keluar.
Namun siapa yang sangka, di luar pintu itu masih ada pintu lain yang ditutup dengan kaca hingga membuat saya tetap berada dalam kandang.
Situasi seperti ini jelas membuat saya hanya bisa berdoa kepada Tuhan untuk diberikan kekuatan dan bisa mencari jalan keluar.
BACA JUGA: Covid-19: Mengalah Saja dari India, Hai Indonesia-ku
BACA JUGA: Jangan Rusak Kesenangan Orang dengan Kata Norak!
Doa saya untuk mendapatkan pekerjaan memang belum dijawab oleh Tuhan, tetapi untuk kekuatan dan semangat bertahan hidup diberikan.
Walau saya belum memiliki pekerjaan, saya bersyukur masih bisa tinggal di tempat yang layak, saya masih bisa makan-minum yang cukup, dan yang lebih penting saya masih diberikan kesempatan hidup.
Tak hanya itu, saya juga bersyukur masih memiliki keluarga yang menjadi warna dan membuat hidup nyaman, walaupun teman maupun sahabat tidak ada yang peduli.
Karena jelas buat saya, keluarga sangat penting dalam hidup ini.
Agar tak terlalu larut dalam keterpurukan, kini saya bisa menemukan salah satu kebahagiaan untuk saya sendiri yaitu menulis Blog di Kompasiana.
Bukan maksud untuk munafik, menjilat, menjadikan iklan atau mencari muka dengan redaksional Kompasiana.
Toh, tanpa harus saya membuat tulisan ini Kompasiana sudah sangat terkenal, tanpa saya Kompasiana tetap Berjaya.
Justru karena Kompasiana lah saya bisa menemukan lagi kebahagiaan saya, yaitu menulis.
Jadi, saya beruntung dengan keberadaan Kompasiana, saya bisa tetap menyalurkan hobi saya di saat sedang mencari pekerjaan.
BACA JUGA: Tolong Jangan Ambil Tulisanku!
BACA JUGA: Ketika Baper Hancurkan Magis: Maaf, Tolong, dan Terima Kasih
Saya bersyukur Kompasiana juga cukup banyak memuat tulisan saya ke dalam artikel pilihan dan ada pula yang dijadikan artikel utama.
Dengan demikian, semangat saya untuk mengasah dan mengembangkan bakat saya dalam menulis tetap terjaga.
Oke, kembali lagi ke gambaran burung elang tadi.
Saat dimasukkan ke dalam kandang, saya sang burung elang tidak menyadari jika saya nyatanya masih dipelihara.
Dalam kandang pun saya sempat tidak sadar, jika tinggi kandang dari jarak tanah hingga ke atap kandang sangat tinggi, sehingga saya masih bisa terbang dengan leluasa.
Melalui artikel ini, saya ingin mengajak ke kalian para pembaca yang mungkin punya nasib seperti saya atau mungkin ada yang tidak seberuntung saya agar mencoba tetap bersyukur.
Mengucapkan kata bersyukur memang sangat gampang, tapi sulit untuk dilakukan.
Ya, saya akui itu karena saya juga merasakan hal yang sama.
Kadangkala, saya merasa bersyukur saja tidak cukup untuk membuat kita bahagia dengan situasi yang sedang kita alami.
BACA JUGA: Cerpen: Tak Mudah Katakan, Jangan Lihat dari Fisik
BACA JUGA: Servis Septic Tank, Pekerjaan Kotor yang Mulia
Saya pun terkadang masih suka mengalami frustasi dan kesal, mengapa situasi sulit ini masih belum bisa saya lewati.
Tapi percayalah, dengan bersyukur setidaknya kita bisa melakukan hal yang positif dan tidak terlarut dalam keadaan.
Cara orang untuk menemukan kebahagiaan jelas dari diri sendiri. Jika diri sendiri tidak bisa bahagia, maka sulit untuk membahagiakan orang lain.
Bersyukur yang paling mudah adalah Anda masih diberikan kesempatan hidup, bersyukur Anda belum pernah terpapar virus Covid-19, bersyukur jika Anda sudah terkena Covid-19 maka Anda bisa lebih menjaga diri lebih baik.
Sangat banyak hal yang bisa Anda syukuri dan banyak hal yang bisa Anda lakukan untuk terbang bebas melakukan hobi Anda sebaik mungkin tanpa merugikan orang lain.
Semoga artikel ini bermanfaat, salam :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H