Bagi masyarakat Kaharingan, praktik ladang berpindah bukan sekadar metode bertani, tetapi juga bagian penting dari kepercayaan dan nilai spiritual mereka.Â
Sistem ini berakar pada filosofi spiritual Kaharingan yang melihat alam sebagai entitas hidup yang memiliki jiwa. Dalam kepercayaan mereka, semua makhluk hidup dan elemen alam memiliki roh dan kesadaran, sehingga mereka merasa berkewajiban untuk menjaga keharmonisan dengan lingkungan sekitarnya.
Setiap kali membuka lahan baru, masyarakat Kaharingan melaksanakan upacara adat untuk meminta izin kepada roh penjaga hutan dan memohon agar diberi keberkahan dalam bercocok tanam. Mereka mempercayai bahwa alam tidak boleh dieksploitasi secara berlebihan dan bahwa sumber daya yang ada harus dimanfaatkan dengan bijak.Â
Hal ini mencerminkan keyakinan bahwa alam adalah bagian dari kehidupan yang harus dijaga dan dihormati. Dengan demikian, filosofi ini tidak hanya sekadar kepercayaan tetapi menjadi landasan utama yang mengatur perilaku masyarakat dalam mengolah lahan.
Manfaat Lingkungan dan Ekologis dari Sistem Ladang Berpindah
Meskipun ladang berpindah sering kali dianggap sebagai metode yang berpotensi merusak lingkungan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa praktik ini, bila dilakukan dengan bijak dan sesuai dengan siklus alam, dapat memberikan manfaat ekologis. Salah satu manfaat utama adalah peningkatan kesuburan tanah.Â
Selama periode istirahat, ladang yang ditinggalkan ini kembali menjadi hutan sekunder, yang tidak hanya menambah keanekaragaman hayati tetapi juga berfungsi sebagai penghalang alami terhadap erosi.
Proses ini juga menciptakan cadangan karbon dalam jumlah besar, karena tanaman hutan baru yang tumbuh di lahan tersebut menyerap karbon dari atmosfer. Selain itu, praktik ladang berpindah memungkinkan rotasi hutan dan pertanian, sehingga tanah tidak kelelahan akibat penggunaan yang berlebihan.Â
Metode ini juga membantu menjaga keanekaragaman hayati, karena lahan yang dibiarkan kembali menjadi hutan sekunder yang kaya akan flora dan fauna asli Kalimantan.
Dalam konteks ini, ladang berpindah Kaharingan menjadi contoh sistem pertanian yang berkelanjutan, yang mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat tanpa mengorbankan kelestarian alam. Sistem ini sejalan dengan prinsip konservasi alam dan dapat menjadi model alternatif di tengah meningkatnya kerusakan ekosistem akibat praktik pertanian modern yang terlalu mengandalkan pupuk kimia dan pestisida.
Tantangan yang Dihadapi oleh Sistem Ladang Berpindah