Indonesia dikenal dengan kekayaan sumber daya alamnya yang luar biasa, serta beragam budaya dan tradisi yang mencerminkan ikatan erat masyarakatnya dengan alam.Â
Salah satu praktik pertanian tradisional yang masih bertahan di Kalimantan hingga saat ini adalah ladang berpindah yang dijalankan oleh masyarakat Kaharingan.Â
Sistem ini telah diwariskan selama berabad-abad dan berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem serta memenuhi kebutuhan pangan mereka. Bagi sebagian orang, metode ini mungkin terlihat kuno; namun, bagi masyarakat Kaharingan, ladang berpindah merupakan bagian dari kehidupan yang sarat akan filosofi keseimbangan dan penghormatan terhadap lingkungan.Â
Tradisi ini menghadirkan perspektif mendalam mengenai pertanian berkelanjutan, yang sangat relevan di tengah tantangan lingkungan modern yang semakin meningkat.
Mengenal Sistem Ladang Berpindah Kaharingan
Ladang berpindah, atau dalam bahasa internasional disebut shifting cultivation, adalah metode bercocok tanam yang melibatkan pembukaan lahan baru untuk setiap periode tanam.Â
Lahan tersebut kemudian ditanami dalam jangka waktu tertentu sebelum akhirnya dibiarkan beristirahat atau "dipulihkan" secara alami untuk beberapa waktu, biasanya hingga mencapai belasan tahun, sebelum siap ditanami kembali. Hal ini bertujuan untuk memastikan kesuburan tanah terjaga dan ekosistem tetap seimbang.
Praktik ini dilakukan dengan cara menebang pepohonan dalam skala kecil dan membakar sisa-sisa tanaman sebagai bagian dari persiapan lahan. Pembakaran ini dilakukan secara selektif agar tidak menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada ekosistem di sekitarnya.Â
Biasanya, masyarakat Kaharingan hanya menggunakan lahan dalam jangka pendek sebelum berpindah ke lahan lain dan membiarkan ladang yang lama kembali menjadi hutan. Dengan cara ini, mereka secara alami menjaga keseimbangan lingkungan sekaligus memenuhi kebutuhan hidup.
Filosofi dan Nilai Spiritual di Balik Ladang Berpindah