Mohon tunggu...
Yohanes Enho
Yohanes Enho Mohon Tunggu... Auditor - Manager Audit Internal

EXPERIENCED INTERNAL AUDITOR for more than 16 years. Previous role as an INTERNAL AUDITOR MANAGER at Financial Institution for more than 2 years not only as a responsibility but also a Leader that really love to motivate my team. Now, i have role as an INTERNAL AUDIT MANAGER at Mining Company. I am CAPABLE on INTERNAL AUDIT, INTERNAL CONTROL, FRAUD INVESTIGATION, loves RISK MANAGEMENT and RISK BASED INTERNAL AUDIT IN ORDER TO give organization an added value.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memaknai Perilaku Menyimpang Anak di Bawah Umur dalam Perspektif Kriminologi

13 Juni 2024   16:39 Diperbarui: 13 Juni 2024   18:36 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. PEMBUKAAN

Beberapa hari belakangan ini, dunia sosial media di Indonesia dihebohkan dengan sekumpulan anak-anak usia remaja dibawah 18 tahun melakukan perekaman video lalu mengunggahnya di media sosial. Dalam video tersebut, masing-masing anak (total ada 5 anak, 4 yang terekam kamera dan 1 selaku perekam) tengah makan sambil memperolok-olok anak-anak korban di Palestina. Selang berapa waktu selepas viral nya video tersebut, muncul video permintaan maaf dari anak-anak tersebut dilanjutkan dengan berita tentang Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan siaran pers mengenai langkah-langkah yang diambil selaku pemangku kepentingan di bidang pendidikan agar masalah ini tidak terulang kembali. 

Lalu apakah yang akan dibahas dalam artikel ini? Sebelum membahas lebih lanjut, artikel ini akan dibatasi pada masalah mengenai isu terbaru yang terjadi dikaitkan dengan teori yang ada serta tidak akan membahas mengenai permasalahan diluar poin tersebut.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. KRIMINOLOGI 

Atas permasalahan diatas dapat kita pelajari dari sudut pandang Kriminologi. Sebelum hal tersebut dibahas, maka mari kita pahami pengertian tentang Kriminologi sebagai berikut :

a. Menurut E.H Johnson (1968), kriminologi adalah kajian ilmiah dan penerapan praktis penemuan-penemuan di lapangan : (a) sebab musabab kejahatan dan tingkah laku kejahatan serta etiologi; (b) ciri-ciri khas reaksi sosial sebagai suatu simtom ciri masyarakat; (c) pencegahan kejahatan. 

b. Menurut R. Quinney (1975), (kriminologi baru) adalah suatu pemahaman kejahatan dengan menyajikan secara bolak-balik antara kebijakan konvensional tentang kejahatan dan konsep baru yang menegasikan gagasan-gagasan tradisional.

c. Menurut Mustofa (2021) dengan pendekatan sosiologi, kriminologi adalah ilmu pengetahuan ilmiah tentang: a) pola perumusan sosial pelanggaran hukum, penyimpangan sosial, kenakalan, dan kejahatan; b) pola-pola tingkah laku sosial dan sebab-musabab sosial budaya terjadinya pola tingkah laku yang termasuk dalam kategori penyimpangan sosial, pelanggaran hukum, kenakalan, dan kejahatan yang ditelusuri melalui bekerjanya pengaruh struktur sosial budaya; c) pola hubungan dan peran korban kejahatan dengan pelaku bagi munculnya suatu peristiwa kejahatan, serta kedudukan korban kejahatan dalam hukum dan masyarakat; d) pola reaksi sosial formal, informal, dan non-formal terhadap penjahat, kejahatan, dan korban kejahatan.

Dari ketiga hal tersebut, maka kita bisa mengurainya menjadi beberapa hal sebagai berikut :

a. Penyimpangan Tingkah Laku, Pelanggaran Hukum, serta Kejahatan

Secara sepintas, bagi orang awam ketiga hal tersebut terlihat tidak ada yang berbeda. Mustofa (20221) bahkan memberikan penjelasan bahwa ahli hukum yang memiliki pandangan legalistis sering kali tidak begitu peduli dengan perbedaan antara ketiga istilah tersebut. Namun bagi para kriminolog yang batasan obyek penelitiannya harus dibatasi sendiri, maka perlu untuk membedakan ketiga istilah tersebut. Bahkan masih menurut Mustofa (2021), dalam kalangan hukum, tindakan kejahatan hanya dikaitkan dengan ada atau tidaknya aturan pidana yang dilanggar. Mari kita bahas secara sederhana :

1) Penyimpangan Tingkah Laku

Menurut Mustofa (2021), tingkatan paling ringan dalam hal ini yaitu penyimpangan tingkah laku. Beberapa contoh yang termasuk di dalamnya antara lain : homoseksualitas, perjudian, pelacuran, pemabukan, pergunjingan, pelecehan.

2) Pelanggaran Hukum

Selanjutnya tingkatan kedua yaitu Pelanggaran Hukum. Sementara itu terkait dengan pelanggaran hukum ada beberapa contoh yaitu pencurian, pencopetan, penjambretan, sengketa tanah.

3 Kejahatan

Sementara itu, tingkatan terparah menurut Mustof (2021) yaitu Kejahatan. Secara sederhana contoh yang terkait dengan hal tersebut adalah yang terkait dengan penghilangan nyawa manusia semisal pencurian rumah dengan pembunuhan, pemerkosaan dengan pembunuhan.

b. Reaksi Formal, Informal, dan Non-Formal

Sebagaimana disebutkan dalam pengertian Kriminologi oleh E.H Johnson (1968) bahwa terdapat komponen mengenai ciri-ciri khas reaksi sosial sebagai suatu simtom ciri masyarakat yang sejalan dengan apa yang menjadi pengertian menurut Mustofa (2021), maka kita coba menjelaskan mengenai ketiga istilah diatas sebagai berikut :

1) Reaksi Formal

Reaksi Formal masyarakat terhadap kejahatan adalah pola bentuk tindakan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga-lembaga masyarakat yang dibentuk secara formal oleh negara untuk menanggulangi kejahatan. Wujud nyata dari reaksi formal ini adalah disusunnya hukum pidana dan sistem peradilan pidana. Dari sisi kriminologi, menurut Mustofa (2021), bahwa kriminologi mempelajari reaksi formal yang terwujud dalam terbentuknya hukum pidana dan sistem peradilan pidana. Dengan adanya hasil kajian tersebut, maka diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembaharuan hukum pidana dan sistem peradilan pidana. Contoh dari reaksi formal adalah ketika terjadinya pencurian dengan kekerasan maka pelakunya akan dikenakan pasal-pasal terkait pencurian sesuai dengan hukum pidana yang berlaku. 

2) Reaksi Informal

Sementara itu reaksi informal terhadap kejahatan diartikan sebagai bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi dalam sistem peradilan pidana terhadap pelaku kejahatan, tetapi tindakan tersebut tidak mengacu kepada ketentuan hukum yang berlaku. Agar lebih mudah memahaminya, sebagai contoh seseorang yang melakukan pelanggaran hukum pidana yang oleh polisi dipandang masih belum dewasa atau masih anak-anak, maka apabila pelaku tertangkap oleh polisi tidak selalu diproses untuk diajukan ke pengadilan. Banyak kasus, polisi lebih sering memanggil orang tua dari anak-anak tersebut agar diberikan teguran sehingga akan lebih mengawasi dan mendidik anaknya dengan lebih baik. Kemudian menurut Mustofa (2021), bahwa apabila tindakan pelanggaran tersebut diproses hukum maka dikhawatirkan akan membuat anak semakin menyimpang. 

3) Reaksi Non-Formal

Lebih lanjut, reaksi non-formal terhadap kejahatan diartikan sebagai berbagai bentuk tindakan yang dilakukan oleh warga masyarakat secara langsung terhadap pelaku kejahatan maupun terhadap gejala kejahatan tanpa ada kaitannya dengan sistem peradilan pidana. Mari kita lihat dalam contoh misalnya main hakim sendiri masyarakat kepada pelaku kejahatan semisal pencopetan.

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 

UU ini merupakan UU mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Lebih lanjut, UU SPPA ini merupakan UU pengganti UU sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. UU SPPA ini mulai berlaku pada tanggal 31 Juli 2014. Alasan mengapa UU SPPA ini hadir dan menjadi pengganti UU sebelumnya, dikarenakan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum secara komprehensif memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Substansi paling mendasar dalam UU SPPA ini adalah pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar.  Agar mampu dipahami, berikut pengertian Keadilan Restoratif dan Diversi menurut sarjana :

a. Keadilan Restoratif

Menurut Howard Zahr: keadilan restoratif adalah proses untuk melibatkan dengan menggunakan segala kemungkinan, seluruh pihak terkait dan pelanggaran tertentu dan untuk mengidentifikasi serta menjelaskan ancaman, kebutuhan dan kewajiban dalam rangka menyembuhkan serta menempatkan hal tersebut sedapat mungkin sesuai dengan tempatnya. 

b. Diversi

Sementara itu Diversi menurut Jack E Bynum dalam bukunya Jevenile Delinquency a Sociological Approach, yaitu diversion is an attempt to divert, or channel out, youthful offenders from the juvenile system (Diversi adalah sebuah tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana). 

Sementara itu ada beberapa poin penting yang berkenaan dengan pengenaan sanksi kepada anak di bawah umur sebagaimana diatur dalam UU SPPA. Menurut UU SPPA, seorang pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi, yaitu tindakan, bagi pelaku tindak pidana yang berumur di bawah 14 tahun (Pasal 69 ayat (2) UU SPPA) dan Pidana, bagi pelaku tindak pidana yang berumur 15 tahun ke atas. Berikut penjabarannya :

1) Sanksi Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi (Pasal 82 UU SPPA) 

a) Pengembalian kepada orang tua/Wali;

b) Penyerahan kepada seseorang;

c) Perawatan di rumah sakit jiwa;

d) Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;

e) Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau

f) Perbaikan akibat tindak pidana.

2) Sanksi Pidana

Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana anak terbagi atas Pidana Pokok dan Pidana Tambahan (Pasal 71 UU SPPA):

a) Pidana Pokok terdiri atas:

· Pidana peringatan;

· Pidana dengan syarat, yang terdiri atas: pembinaan di luar lembaga, pelayanan masyarakat, atau pengawasan;

· Pelatihan kerja;

· Pembinaan dalam lembaga;

· Penjara.

b) Pidana Tambahan terdiri dari:

· Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau

· Pemenuhan kewajiban adat.

Selain mengenai hal tersebut diatas, dalam UU SPPA juga disebutkan hak anak (yang terkait dengan pembahasan) yaitu :

a) diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;

b) dipisahkan dari orang dewasa;

c) bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;

d) tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;

e) tidak dipublikasikan identitasnya;

C. PEMBAHASAN

Melihat kasus atau isu yang terjadi diatas, ada beberapa hal yang menjadi poin sebagai berikut :

1. Kejadian viralnya video anak-anak dibawah umur tersebut dapat digolongkan kedalam tindakan penyimpangan tingkah laku. Mengapa hal ini digolongkan sebagai penyimpangan tingkah laku? Tindakan yang dilakukan oleh anak-anak tersebut dianggap karena kurangnya pengetahuan akan hal yang terjadi serta peranan orang tua maupun lembaga pendidikan resmi untuk memberikan pemahaman yang terjadi. Hal ini diperkuat dengan Teori Behavior (dalam Boeree, 2009) yang menyatakan bahwa perilaku menyimpang itu dapat dikatakan sebagai behavior disorder yang artinya perilaku menyimpang itu terbentuk karena adanya stimulus negatif yang mempengaruhi individu sehingga menimbulkan suatu respon dalam dirinya untuk melakukan hal tersebut dan mewujudkanya dalam bentuk perilaku yang menyimpang; 

2. Apa yang dilakukan oleh anak-anak tersebut belum dapat dikatakan termasuk pelanggaran hukum pidana secara penuh atau dalam bahasa lainnya sesuai teori yang dibahas masuk dalam kondisi reaksi informal. Mengapa dikatakan reaksi informal? Poin yang paling utama adalah merunut pada batasan usia dewasa dalam UU SPPA sehingga secara UU SPPA, anak-anak dalam video tersebut diharapkan masih dapat dibina oleh orang tuanya juga oleh lembaga lain sehingga tidak perlu dilakukan pemenjaraan;

3. Berdasarkan UU SPPA, maka sanksi yang dikenakan tepat sebagaimana yang ada dalam berita bahwa Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta memberikan sanksi tegas yaitu mereka diwajibkan lapor ke guru BK di sekolahnya selama 7 hari untuk pembinaan;

4. Kemudian yang menjadi perhatian yaitu adanya pemenuhan hak-hak anak dibawah umur yang memang dijaga baik dalam hal pemberitaan maupun penyebutan pelaku tidak dilakukan karena adanya hak anak yang harus dijaga yaitu identitas yang tidak dipublikasikan;

5. Lebih lanjut kasus ini menjadi viral karena adanya reaksi non-formal dari masyarakat berupa komentar yang meminta agar anak-anak tersebut mengakui kesalahannya.

D. KESIMPULAN

1. Bahwasanya tindakan atau perilaku menyimpang yang dilakukan dalam video viral tersebut baru dapat dikatakan kenakalan karena belum ada konsekuensi tanggung jawab hukum yang penuh terhadapnya;

2. Tindakan yang dilakukan tersebut mencerminkan belum berhasilnya orang dewasa dalam hal ini orang tua serta masyarakat dalam menanamkan nilai dan norma bersama masyarakat melalui proses sosialisasi;

3. Perlunya edukasi kepada anak-anak mengenai cara bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sosial masyarakat sehingga anak-anak tidak diperhadapkan kepada sanksi sosial.

REFERENSI BACAAN

Jack E Bynum, William E. Thompson, Jevenile Deliquency a Sociological Approach,Boston: Allyn and Baccon A Person Education Company, 2002.

Mustofa, Muhammad. 2021. Kriminologi Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang, dan Pelanggaran Hukum, Edisi Ketiga. Kencana. Jakarta.

Santoso, Topo. 2022. Kriminologi. Rajawali Press. Depok.

https://www.hukumonline.com/klinik/a/hal-hal-penting-yang-diatur-dalam-uu-sistem-peradilan-pidana-anak-lt53f55d0f46878/, dibaca tanggal 13 Juni 2024.

https://www.detik.com/edu/sekolah/d-7387652/sudah-minta-maaf-5-siswi-smp-jadikan-palestina-candaan-tetap-wajib-lapor-ke-sekolah, dibaca tanggal 13 Juni 2024.

https://m.beritajakarta.id/read/137525/disdik-dki-gerak-cepat-atasi-masalah-video-viral-libatkan-siswa-smp, dibaca tanggal 13 Juni 2024.

http://portaluqb.ac.id:808/1020/4/BAB%20IV.pdf, diunduh tanggal 13 Juni 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun