Kompetisi sebagai suatu dorongan untuk perbaikan efisiensi
Mendukung kompetisi yang tinggi antar sekolah berarti memberikan dorongan yang diperlukan bagi manajer dan para guru untuk memperbaiki produktivitas. Peningkatan kompetisi dapat berupa memberi kebebasan pilihan kepada orang tua untuk memilih sekolah-sekolah negeri atau bisa diperluas dengan mengembangkan kompetisi antara sekolah sector privat dan sekolah negeri melalui voucher atau pola lain yang sama (seperti sekolah carter). Apakah dengan menciptakan kompetisi akan memperbaiki efisiensi sekolah-sekolah negeri, tergantung pertama pada bagaimana kemampuan dan kemauan sekolah untuk mengungkap atau mengekspose kemunduran, kekurangan-kekurangan sekolah sejak awal demi upaya perbaikan produktivitas dengan mengadopsi teknologi pembelajaran yang lebih efisien, dan kedua pada keinginan dan kemampuan orang tua untuk menekan inefisiensi sekolah-sekolah dengan membuat pilihan sekolah berdasarkan informasi yang lebih valid tentang kualitas sekolah. Secara alternative, efisiensi keseluruhan diperbaiki dengan mengalihkan produksi lebih kepada sector privat, asal saja sekolah-sekolah privat lebih efisien daripada sekolah-sekolah negeri.
Namun, kompetisi dapat gagal memperbaiki produktivitas system sekolah dalam keseluruhan, jika upaya tersebut berakibat peningkatan yang memilah-milah (dengan pusat perhatian lebih besar ditujukan kepada) siswa-siswa mampu dalam beberapa sekolah tertentu dengan siswa-siswa yang kurang mampu dan kurang mempunyai motivasi pada sekolah-sekolah lain. Memperluas pemisahan, secara social tidak diinginkan, karena mengurangi hubungan yang berdaya tarik menarik social dan tidak akan mempengaruhi rata-rata pencapaian pendidikan oleh siswa, apabila pencapaian  individu anak tergantung hanya pada karakteristik mereka sendiri dan kualitas pembelajaran yang dialaminya. Bagaimanapun ada fakta yang dapat diperhitungkan yakni bahwa pencapaian pendidikan oleh individu siswa juga dipengaruhi oleh level rata-rata kemampuan atau pencapaian kelompok teman sebaya (McEwan, 2000; Sammons et al., 1996).
Keadilan (Equity)Â Â Â Â
Pengaruh peningkatan kompetisi pada komposisi sosial sekolah sangat tergantung pada jenis quasi-voucher atau pola voucher yang diperkenalkan. Jelaslah suatu voucher yang tidak bernilai dan tidak teruji yang diisukan atau diinformasikan kepada orang tua (seperti di Chile) kurang adil secara vertical daripada voucher yang bernilai dan teruji; atau salah satunya dibatasi bagi orang tua yang berpendapatan rendah (seperti di Milwaukee dan Colombia). Suatu voucher yang bernilai dan teruji yang memberikan kesempatan kepada anak-anak yang berpendapatan rendah dengan akses ke sekolah privat oleh mereka yang yakin bahwa hal ini akan mereduksi ketidakadilan social, manakala suatu system sekolah negeri secara social dikucilkan karena kelompok social yang berbeda dipusatkan pada wilayah tempat tinggal yang berbeda.
Seberapa baik voucher mencapai akses ke mutu sekolah yang lebih tinggi tergantung pada apakah sekolah menyeleksi voucher yang dibayar murid berdasarkan motivasi dan kemampuan, dan apakah semua orang tua menggunakan voucher mereka secara sama untuk menyeleksi sekolah-sekolah terbaik yang tersedia bagi anak-anaknya. Jika sekolah-sekolah menyeleksi murid-murid dan beberapa orang tua tak berdaya dan dengan demikian gagal untuk berlatih memilih opsi, maka anak-anak dengan motivasi yang rendah bersama orang tua yang kurang berminat dalam pembelajaran tersebut akan lebih terpusat pada sekolah-sekolah tertentu.
Keadilan pokok memberi perhatian pada penghormatan sistem sekolah yang memanage diri sendiri ialah bahwa tekanan eksternal yang kuat terhadap kinerja sekolah diukur dengan menggunakan norma pencapaian akademik siswa. Hal ini membuat sekolah-sekolah enggan mengakomodir siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam berperilaku dan kesulitan dalam pembelajaran, karena dapat mempengaruhi kualitas sekolah. Pada tahun-tahun awal manajemen sekolah local di Inggris keluar dari sekolah-sekolah yang pemerintah (Parsons, 1996), namun kemudian kembali berada di bawah tekanan pemerintah.Â
Fakta Empiris
Literatur empiris sangat banyak dan luas meliputi evaluasi tentang banyak tipe kebijakan pendidikan yang berbeda, juga otonomi yang meningkat di banyak Negara, dan menggunakan metode-metode penelitian dalam skala yang luas. Sangat sulit memperoleh fakta-fakta yang valid tentang hubungan sebab akibat antara variable-variabel dalam dunia social, kecuali kalau pengalaman-pengalaman yang terkontrol mencuat (Heckman, 2000; Meyer, 1995). Seseorang dapat membandingkan outcome pendidikan pada kelompok-kelompok siswa yang sama yang telah mengalami kebijakan yang relative berbeda (misalnya sekolah yang diberi otonomi lebih luas) dengan suatu kelompok siswa yang tidak mengalaminya. Tanpa kelompok-kelompok control, analisis korelasional digunakan dengan data kuantitatif. Bagaimanapun, eksistensi suatu korelasi yang tinggi antara dua variable tidak meyakinkan hubungan sebab akibat antara keduanya, apabila korelasi tersebut seharusnya merupakan factor yang diobservasi. Contoh; anak-anak dapat membuat kemajuan di dalam sekolah privat, bukan karena sekolah privat lebih efisien, namun karena orang tua yang memilih sekolah privat lebih concern pada pendidikan anak-anak mereka. Masalah ini dikenal sebagai bias seleksi atau seleksi yang didasarkan pada prasangka (kecenderungan).
Sekolah-sekolah yang memanage diri sendiri
Studi pengaruh manajemen sumber daya berbasis sekolah, yang bersifat kualitatif, menyimpulkan bahwa manajemen berbasis sekolah telah menghasilkan perbaikan efisiensi dengan sumber daya yang digunakan sekolah-sekolah (Komisi Audit, 1993; Bullock dan Thomas, 1994; Levai, 1995; 1998; Maychell, 1994). Sebagaimana diindikasikan/ditunjukkan/tergambar dalam Tabel 12.1, pencapaian pendidikan, diukur dengan indikator kunci (key indicators) yang digunakan oleh pemerintah dalam mengevaluasi kinerja sekolah, telah meningkat melampau waktu, biarpun nilai nyata pengeluaran per siswa tidak melampaui periode sebagai keseluruhan, kecuali untuk sekolah-sekolah pertama dalam tahun 1990 dan 2000.