Keadilan    Â
Keadilan adalah "kewajaran (fairness)" pendistribusian kesejahteraan ekonomi kepada individu-individu. Keadilan memiliki dua dimensi, yakni horisontal dan vertikal. Keadilan horisontal merujuk pada kesamaan pelayanan kepada masyarakat dengan karakteristik dan kebutuhan yang sama. Jadi secara horisontal dapat disamakan jumlah pembiayaan pendidikan setiap anak atau meyakinkan kesamaan akses kesempatan bagi semua anak tanpa memperhatikan pendapatan dan atau kelasnya. Keadilan dapat juga diukur dalam istilah outcome. Karenanya boleh disamakan bagi semua anak yang memiliki kesamaan kemampuan untuk mendapatkan kualifikasi dan standar pendidikan yang sama, tanpa memperhatikan gender, etnis, atau kelas sosial. Keadilan vertikal memberi perhatian kepada pemberian sumber daya tambahan bagi mereka yang kebutuhannya bertambah (lebih). Keadilan vertikal lebih sulit daripada keadilan horisontal dalam mempertimbangkan apakah perbedaan dalam jumlah kompensasi (pengganti) dapat disamakan antara satu dengan yang lain. Keadilan dipertimbangkan secara terpisah dari efisiensi. Suatu sistem efisiensi mungkin tidak sama bagi beberapa orang, sementara suatu sistem yang tidak efisien boleh jadi adil jika menghasilkan level outcome pendidikan yang sama bagi semua.
 Sifat-sifat Efisiensi dan keadilan dari otonomi sekolah yang lebih luas
Para ekonom telah lama berdiskusi bahwa organisasi, apakah sekolah atau perusahaan, akan bekerja dengan tingkat inefisiensi jika kurang kompetisi dari supplier alternatif. Hal ini berlaku sama pada organisasi sektor privat dan publik dan akan berakibat inefisiensi alokatif (harga-harga yang dipatok melampaui harga marginal produksi atau tidak menanggapi pilihan-pilihan konsumen) dan inefisiensi produktif (pencapaian produksi di bawah jumlah maksimum output dari jumlah sumber daya yang diberikan). Ini timbul dari dorongan para manajer, pekerja, dan stakeholder (dalam sektor privat) dalam mengejar cita-cita mereka untuk memiliki income yang lebih tinggi, dengan kurang berusaha mencari cara yang efisien dari pelaksanaan atau menikmati penghasilan tambahan (keuntungan) pekerjaan lebih dari mengakomodir minat dan kebutuhan para konsumen. Kompetisi dari supplier alternatif menekan atau memperkuat producer untuk berpihak kepada minat atau keinginan para konsumen.
Kita dapat membedakan dua bentuk otonomi sekolah dalam rangka memperbaiki efisiensi:
Sekolah yang memanage diri sendiri (Self-Managing Schools);
Peningkatan Kompetisi (Increased Competition).
Self-managing schools
Koordinasi hirarkis tidak efisien jika top birokrasi atau top manager tidak memiliki informasi yang dibutuhkan untuk menentukan cara-cara paling efisien dalam rangka mengkombinasikan sumber daya-sumber daya dan merespon kebutuhan-kebutuhan klien dalam pelaksanaan, misalnya pada level sekolah. Hal ini sering terjadi karena mereka memiliki lebih banyak informasi yang salah/invalid, ketika mereka tengah membuat detail keputusan alokasi tenaga staf, penggunaan buku-buku, alasan-alasan atau dasar pemikiran perbaikan pada sekolah. Menurut teori institusional perusahaan (Williamson, 1975), akan lebih efisien bagi suatu perusahaan multiproduksi yang besar (seperti suatu otoritas atau lembaga pendidikan) untuk mendelegasikan keputusan operasional kepada manajer unit (manajer sekolah) dan mengontrol mereka berdasarkan target kinerja yang konsisten terhadap sasaran atau tujuan organisasi. Manajer unit diberikan dorongan untuk meningkatkan kinerjanya dan memberikan penghargaan menurut hasil kinerja yang termonitor. Dengan cara demikian, top manajer lebih dapat berkonsentrasi pada informasi yang dibutuhkan untuk menentukan strategi organisasi dan mengevaluasi kinerja mereka. System self-managing schools menganut model manajemen ini.
Dalam analisis ini suatu system sekolah yang memanage diri sendiri akan lebih mencapai efisiensi secara produktif daripada mensentralisir rezim karena cara ini memberikan dorongan yang lebih kuat kepada manajer sekolah dan para gurunya untuk berusaha mencapai standar pendidikan yang tinggi dan memberikan keleluasaan kepada mereka dengan fleksibilitas managerial yang lebih besar untuk melakukan tindakan. Seberapa besar otonomi sekolah dibutuhkan dalam implementasi system ini untuk bekerja lebih baik dalam rangka meningkatkan efisiensi, merupakan suatu isu yang masih dapat didiskusikan atau diperdebatkan. Apakah hanya berkisar seberapa banyak bantuan eksternal yang sekolah butuhkan untuk mengadopsi teknologi produksi yang lebih baik (misalnya pembelajaran)?
Fullan dan Watson (2000) misalnya, menyimpulkan bahwa manajemen berbasis sekolah membutuhkan bantuan eksternal untuk kapasitas bangunan jika sekolah ingin memperbaiki output pembelajaran. Pemerintah Negara Inggris sejak tahun 1997 sangat mengintervensi penentuan metode-metode pengajaran dan memberikan banyak dana bantuan spesifik dalam bentuk yang berbeda bagi tujuan-tujuan khusus (seperti pemberantasan buta aksara nasional, strategi penghitungan, rekruitmen guru-guru baru yang qualified, teknologi informasi dan komunikasi= ITC, investasi, dan banyak hal lainnya). Apakah sekolah yang memanage diri sendiri dapat memperbaiki efisiensi produktifnya, itu tergantung pada dorongan dan dukungan luas (besar) yang memotivasi manajer sekolah dan para gurunya untuk meningkatkan kinerjanya secara lebih tinggi.