Mohon tunggu...
Yohanes Bosco Otto
Yohanes Bosco Otto Mohon Tunggu... Lainnya - PNS Penyuluh Agama Katolik Kantor Kementerian Agama Kota Pangkalpinang Babel

Berbuatlah mulai dari hal kecil

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Learning English by Translating: Educational Management

28 Maret 2023   10:24 Diperbarui: 28 Maret 2023   10:38 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

THE PRINCIPLES AND PRACTICE OF EDUCATIONAL MANAGEMENT[1]

 

TONY BUSH AND LES BELL (Ed)

 

 

THE PRINCIPLES AND PRACTICE OF EDUCATIONAL MANAGEMENT[1]

 TONY BUSH AND LES BELL (Ed)

 Chapter 12

 EFFICIENCY, EQUITY AND AUTONOMY

 Rosalind Levai

 Dialihbahasakan secara singkat dan sederhana oleh Yohanes Bosco Otto

 

Introduksi 

Lebih dari 15 tahun negara-negara di sebagian dunia telah melakukan usaha-usaha mendesentralisasi sistem pendidikan dan meningkatkan jenjang otonomi sekolah, antara lain seperti terjadi di Nicaragua, El Salvador. Sementara di Pakistan dan Columbia telah berupaya meningkatkan partisipasi siswa-siswa yang berpendapatan rendah untuk sekolah melalui perluasan persediaan sekolah-sekolah privat[2]. Delegasi tanggung jawab manajemen dalam skala yang besar 

sekolah telah terjadi sebagai bagian dari reformasi pendidikan di UK, Australia, New Zealand, Swedia, dan Netherlands. Di USA banyak negara bagian dan distrik sekolah telah memulai/membuka aneka bentuk keterlibatan komunitas-komunitas dalam pengelolaan sekolah (seperti Chicago), otonomi sumber daya (Settle, Pittsburg, Cincinnati), sekolah atau pendidikan dengan voucher dan sekolah-sekolah carter (di Milwautee).

Bab ini bermaksud menguji pengembangan otonomi sekolah secara lebih luas sebagai suatu perubahan dalam struktur pemerintahan (birokrasi) dari suatu sistem pendidikan. Bab tersebut di samping menguji, memeriksa argumen-argumen untuk dan terhadap desentralisasi dan otonomi sekolah sebagai cara untuk memperbaiki efisiensi sistem sekolah, juga mempertimbangkan apa pengaruh pengembangan otonomi terhadap keadilan yang merupakan akses kelompok-kelompok sosial yang berbeda terhadap pendidikan.

Apa itu Otonomi Sekolah?

Otonomi

Otonomi menurut definisi kamus berasal dari bahasa Yunani, yang berarti "mengatur (memerintah) diri sendiri" dan "melaksanakan fungsi secara independen tanpa kontrol dari pihak lain" (West, 1992). West menekankan bahwa otonomi konsumen, ialah mereka yang mesti bebas memilih suatu sekolah yang lebih baik dan menolak yang kurang baik, seperti halnya otonomi sekolah-sekolah.

Chubb dan Moe (1990), pengacara handal sistem voucher yang memungkinkan anak-anak yang berpenghasilan rendah untuk mendirikan sektor sekolah-sekolah privat, mendefinisikan sekolah-sekolah otonom sebagai "pihak yang bebas memimpin atau mengatur  diri mereka sendiri sesuai dengan keinginan mereka, merumuskan tujuan-tujuan, program-program, dan metode-metode mereka sendiri."

Berka (2000) mengemukakan, "otonomi sekolah sebagai suatu kemampuan sekolah untuk mengatur diri sendiri sesuai dengan kewenangannya untuk memilih kegiatan-kegiatan atau aksi-aksinya tanpa tekanan dari organisasi atau institusi lain, termasuk juga ekonomi (kekuatan pasar) dan institusi sosial budaya, seperti lembaga agama dan negara."

Desentralisasi

Suatu peningkatan dalam otonomi institusional tercapai melalui desentralisasi, yang merupakan proses mentransfer otoritas pembuatan keputusan ke fungsi-fungsi partikular (khusus) dari jenjang struktur yang lebih tinggi ke yang lebih rendah (Hanson, 1998). Kewenangan beralih ke level yang lebih rendah, manakala ini menetap, namun didelegasikan apabila otoritas pusat telah siap memberikan kepada mereka (Kantor Publikasi Pegawai Negeri Komunitas Eropa, 2001: 180). Deregulasi adalah proses dimana  jumlah dan keluasan regulasi (aturan dan hukum) yang menekan sekolah dapat direduksi. Jadi, keluasan ruang lingkup pembuatan keputusan pada level institusi atau lembaga lebih menyangkut deregulasi.

Bentuk-bentuk Otonomi Sekolah

Organisasi Sekolah (School organisation): Struktur, perbedaan, proses pembuatan keputusan, kapasitas, ukuran kelas; Kurikulum (pedoman, isi, waktu, buku teks), metode pembelajaran dan penilaian; Staf: Peraturan kualifikasi, pengangkatan dan PHK, training dalam kerja, penghargaan, penggajian dan kondisi pelayanan, termasuk metode manajemen kinerja. Manajemen keuangan dan sumber daya (financial and resource management) : keputusan pengeluaran-pengeluaran (belanja), susunan staf, sistem informasi, kemampuan dan aset finansial. Hubungan Keluar (external relations): kebijakan-kebijakan masuk, rekruitmen murid, hubungan dengan organisasi-organisasi (misalnya dengan uni perdagangan).

 Sekolah-sekolah yang Memanage Diri Sendiri (self-managing schools)

 Keluasan otonomi sekolah atas sumber daya di EU sangat bervariasi. Hanya di UK dan Netherlands adalah negara-negara yang mengalokasikan suatu anggaran global untuk pengeluaran sesuai pilihan mereka terhadap sumber daya sepenuhnya, termasuk staf. Di Finland dan Swedia otoritas lokal memiliki kebijaksanaan untuk menjamin otonomi penuh bagi sekolah-sekolah dalam manajemen sumber daya. Pada umumnya, di negara-negara Uni Eropa, kewenangan manajemen sumber daya pada level sekolah dibatasi untuk sumber daya operasional (sarana pembelajaran, persediaan dan pelayanan kebutuhan umum, termasuk administrasi) (Kantor Publikasi Pegawai Negari Uni Eropa, 2001). Dalam sistem Inggris, sekolah-sekolah memperoleh (membeli) hampir semua sumber daya yang mereka gunakan di luar anggaran yang didelegasikan kepada mereka. Selanjutnya, sejak 2001 delegasi mulai dikembangkan, sehingga semua sekolah mendapat pengalihan bugdet yang dipergunakan untuk mengelola proyek-proyek besar menurut pilihan mereka. Sejak implementasi Aksi Reformasi Pendidikan Tahun 1988 sekolah-sekolah telah dapat memilih, menyeleksi, merekruit, dan memPHK stafnya sendiri. Meskipun demikian, kinerja sekolah masih banyak diatur oleh pemerintah pusat dan agen-agennya. Sistem-sistem memanage diri sendiri dapat dijumpai di beberapa tempat, seperti di Australia (Victoria), New Zealand dan Edmonton (Canada).

 Manajemen Berbasis Sekolah

 Bagaimana pun di negara-negara lain perubahan ke arah otonomi penuh sekolah tidak terpikirkan atau tidak terjadi dalam suatu kerangka kerja dari aturan kinerja. Sering hal ini disebabkan otoritas pendidikan level tertinggi tidak memiliki kewenangan bahwasan Parlemen Inggris melegislasi apa yang harus dikerjakan pemerintah setempat, atau karena guru uni perdagangan lebih berwenang. Jadi di USA otonomi sekolah telah terjadi dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Di sana konsep manajemen berbasis sekolah telah dikembangkan dengan gerakan perbaikan sekolah. Tekanan atau perhatian yang lebih diberikan pada manajemen berbasis sekolah oleh para guru dan orang tua, didukung oleh agen-agen pembangunan kapasitas eksternal, meski kebutuhan akan suatu kerangka kerja eksternal yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan juga ditekankan (Fullan dan Watson, 2000).

 Desentralisasi Politik

 Dalam konteks politik, otonomi sekolah demi perbaikan sekolah tidak banyak dimotivasi oleh suatu pers, namun oleh kekuatan desentralisasi demi kepentingannya sebagai bagian dari proses demokratisasi nasional. Disebutkan beberapa contoh oleh Hanson (1998) termasuk Venezuela, Spanyol, Argentina, Colombia, Chile, dan Mexico. Di sana ada kesamaan perubahan di negara-negara ex komunis Eropa Timur dan Eropa Tengah (Karstanje, 1999). Otonomi sekolah yang luas hanya akan berhasil dari desentralisasi jika tidak berhenti atau mandeg pada otoritas lokal tetapi diperluas ke sekolah-sekolah, seperti di Republik Czech.

 Sekolah Yang Mengatur Diri Sendiri dan Privatisasi (self-governing schools and privatisation)

 Pada umumnya sekolah-sekolah privat[3] memiliki otonomi penuh, karena itu mereka tidak tunduk pada aturan-aturan sebagaimana sekolah-sekolah negeri harus mematuhinya (seperti dalam hal pelayanan bagi guru-guru, seleksi murid, pilihan kurikulum). Maka, definisi sekolah sektor privat berbeda antara negara, tidak selalu jelas; di beberapa negara sekolah-sekolah privat secara luas didanai dan tunduk kepada aturan-aturan negara (Sosale, 2000), mungkin ini merupakan pengecualian dari kebiasaan umum. Lebih memberikan suatu tingkat otonomi yang luas kepada sekolah-sekolah privat daripada sekolah-sekolah negeri, kemudian cara untuk meningkatkan otonomi sekolah dalam satu sistem sebagai keseluruhan dengan mengalihkan kepemilikannya (sarana-perlengkapan, dan lain-lain) ke sektor privat dikenal sebagai privatisasi. Privatisasi merupakan istilah umum, yang menunjuk pada peralihan atau transfer tanggung jawab produksi pelayanan dan pengelolaan dari negara ke sektor non negara (non pemerintah), termasuk di dalamnya ialah perusahaan komersial, organisasi non profit, dan rumah tangga (household). 

 Argumentasi Mengenai Peningkatan Otonomi Sekolah

 Pembiayaan dan Perlengkapan

 Perlengkapan[4] sekolah dan keuangan sekolah perlu diperhatikan secara terpisah. Apakah penyedianya adalah sektor masyarakat atau sektor privat tergantung apakah ada atau tidak aset sekolah (bangunan dan tanah atau lahan) dimiliki dan manajemennya diupayakan oleh sektor negara yang benar-benar legal. Pembiayaan dapat berasal dari dua sumber, yakni dari sektor pemerintah/ negara maupun dari sektor swasta atau privat (orang tua, lembaga agama, sponsor, lembaga sosial lainnya). Ada empat kombinasi perlengkapan dan pembiayaan baik publik maupun privat seperti nampak dalam figure 12.1

 

Pembiayaan

Perlengkapan

Publik

Privat

Publik

Perlengkapan Birokrasi

Perlengkapan negara yang disubsidi oleh privat

Privat

Biaya Pengguna dan sponsor

Perlengkapan Pasar murni

Model kesejahteraan tradisional negara dari perlengkapan sekolah berasal dari pembiayaan negara bersama dengan perlengkapan negara. Ekstrem lainnya ialah pembiayaan dan perlengkapan berasal dari swasta, dimana pasar sendiri menentukan kuantitas dan kualitas dan distribusi persekolahan. Di antaranya kita mempunyai kombinasi yang berbeda yakni perlengkapan dan biaya yang merupakan perpaduan swasta dan publik, yang merupakan karakter dari cara ketiga yang sekarang sangat difavoritkan oleh para politikus sosial demokratis yang telah mengambil banyak aspek untuk kebijakan yang sebelumnya lebih cenderung dipilih oleh pemerintah (Giddens, 1998). Sistem klasifikasi (taxonomy) ini menghasilkan empat model:

Model 1: seluruh perlengkapan dan pembiayaan sekolah dari birokrasi negara (sektor publik);

Model 2: pembiayaan dari negara, sedangkan perlengkapan dari swasta/privat;

Model 3: swasta menyediakan pembiayaan, negara menyediakan perlengkapan;

Model 4 : pasar murni: seluruhnya baik pembiayaan maupun perlengkapan disediakan oleh sektor privat/swasta.

Pasar, Hirarki dan Network

Dalam rangka mengetahui sifat-sifat model ini, maka perlu membedakan tiga tipe pokok mekanisme yang digunakan oleh masyarakat untuk mengkoordinasikan keputusan-keputusan mengenai hal-hal yang baik dan pelayanan-pelayanan untuk peningkatan produksi, bagaimana memproduksi dan kepada siapa produksi itu didistribusikan (Thompson et al., 1991). Tiga mekanisme koordinasi dasar itu ialah:

Pasar (sistem harga);

Birokrasi atau hirarki;

Network (jaringan kerja) atau saling penyesuaian.

Sisi yang membedakan pasar ialah bahwa para partisipan mengkoordinasikan aktivitas mereka dengan saling mengikutsertakan dalam pertukaran hal-hal yang baik dan pelayanan-pelayanan dalam sistem harga. Aktivitas yang dikoordinasikan dalam suatu organisasi, baik sektor privat maupun sektor publik, memiliki perbedaan mekanisme. Dalam suatu birokrasi organisasi koordinasi terjadi melalui suatu rangkaian otoritas yang hirarkis, dalam mana atasan memerintah bawahan dan memberi bawahan sumber daya yang diperlukan dalam melaksanakan perintahnya. Metode lain dalam koordinasi yang digunakan dalam organisasi ialah saling menyesuaikan dalam suatu networking (jaringan kerja), dengan mana partisipan mengajak secara informal untuk pertukaran pelayanan, termasuk pertukaran informasi. Saling penyesuaian dapat terjadi baik dalam organisasi maupun antar organisasi. Perubahan urutan keempat sistem pembiayaan dan perlengkapan dibedakan dengan perbedaan kombinasi hirarkinya, pasar dan network. Model 1 merujuk pada hirarki dan model 4 pada koordinasi pasar. Ketiga mekanisme koordinasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kultur organisasi dan nilai-nilai, serta praktek-praktek individual. Privatisasi berarti penggunaan secara luas mekanisme pasar, namun biasanya desentralisasi sistem sekolah negeri. Delegasi anggaran bagi sekolah-sekolah untuk menentukan bagaimana penggunaannya dimaksudkan bahwa sekolah mengambil alih hal-hal yang baik dan pelayanan-pelayanan dari bermacam-macam suppliers dan tidak memiliki alokasi secara birokratis oleh otoritas pendidikan lokal atau kementerian pendidikan (Menteri Pendidikan).

Kriteria Evaluasi: Effisiensi dan Keadilan

Efisiensi 

Kriteria yang menarik tentang efisiensi ialah bahwa ia concern terhadap situasi dimana kebijakan-kebijakan khusus atau tata institusional akan menghasilkan manfaat bagi masyarakat. Maka, jika suatu cara khusus penggunaan sejumlah sumber daya yang diberikan dapat menghasilkan suatu nilai output yang lebih tinggi daripada cara lain, maka itu lebih efisien karena menghasilkan nilai bagi masyarakat. Efisiensi didefinisikan sebagai suatu permainan jumlah yang positif: selama hubungan kerjasama antara dua orang, dimana keduanya saling mengikutsertakan karena akan membuat mereka lebih baik, maka ekonomi mencapai efisiensi dalam keseimbangan. Sebab itu, penataan institusional yang efisien mendorong seluruh pertukaran potensi yang bermanfaat antara orang-orang yang terlibat. Manakala suatu ekonomi ada dalam keseimbangan yang efisien maka adalah mungkin membuat seseorang lebih baik tanpa membuat orang lain lebih buruk.

Efisiensi meliputi dua elemen (Levin, 1990; 1997). Pertama, efisiensi produktif (productive efficiency), yang merupakan relasi antara jumlah output yang diproduksi dengan harga atau biaya inputs yang digunakan untuk memproduksi output tersebut. Suatu metode produksi dengan biaya yang efisien menghasilkan sejumlah output dengan biaya yang kecil. Definisi yang ekuivalen dari efisiensi produktif ialah output pendidikan yang maksimum yang dicapai dengan menggunakan sejumlah sumber daya yang diberikan atau tersedia. Bila suatu sekolah kurang menghasilkan output yang sebenarnya mungkin, maka sekolah tersebut telah melakukan inefisiensi (tidak efisien), di mana terdapat perbedaan antara output yang aktual dengan output yang maksimum, dengan kata lain output aktual lebih kecil (rendah) dari output maksimum.

Dalam praktek, efisiensi produktif dalam suatu sekolah sulit diukur dan ditentukan karena sekolah-sekolah memproduksi bermacam-macam output, beberapa hal yang dapat ukur, seperti hasil ujian, dan yang lainnya yang dapat dinyatakan secara jelas, seperti halnya nilai-nilai dan sikap-sikap yang diinginkan secara sosial. Sekalipun kita membatasi efisiensi pada outputs yang dapat diukur, namun kita perlu mengetahui secara statistik pengaruh faktor-faktor dalam mana sekolah tidak dapat mempengaruhinya secara langsung (kecuali dengan menyeleksi siswa), seperti kemampuan siswa, motivasi, dan pencapaian sebelumnya. Problem lain dari efisiensi produktif ialah bahwa nilainya tergantung pada nilai yang melekat pada output yang digunakan dalam perbandingannya dengan input atau output dengan biaya (harga).

Elemen kedua dari efisiensi ialah efisiensi alokatif  (allocative efficiency) mengingat penilaian konsumen terhadap potensi, sarana dan pelayanan. Suatu sistem dapat dikatakan efisien secara alokatif jika, dengan memberikan dan mendistribusikan sejumlah sumber daya kepadanya, sistem itu dapat memproduksi suatu kombinasi hasil-hasil sarana dan nilai pelayanan yang dihargai lebih oleh konsumen. Bila dikontekstualisir ke lingkungan sekolah, efisiensi alokasi adalah mengenai memberikan perbedaan perlengkapan atau perangkat pendidikan kepada orang tua (misalnya kurikulum dan etos sekolah) dimana mereka dapat memilih, sehingga orang tua dapat memiliki pilihan jenis pendidikan bagi anak-anak mereka.

Cara lain untuk mendukung konsep efisiensi produktif ialah penggunaan konsep efektivitas. Suatu organisasi sungguh efektif bila mencapai sasaran-sasarannya secara maksimal. Jelaslah bahwa penilaian efektivitas tergantung pada pertimbangan nilai sebelumnya yakni tentang nilai sasaran-sasaran. Efektivitas adalah satu istilah yang secara luas digunakan dalam membuat pertimbangan atau keputusan-keputusan tentang sekolah-sekolah. Satu definisi yang populer tentang efektivitas berasal dari analisis pertambahan nilai. Suatu sekolah mencapai tingkat efektivitas yang tinggi bila kinerja siswanya pada ukuran pencapaian pendidikan tertentu melampaui prediksi pencapaian terendah.

Jika suatu organisasi efektif dan efisien, maka ia memberikan nilai uang. Meskipun efisiensi produktif maupun alokatif sulit diukur dan tidak dapat ditentukan tanpa membuat pertimbangan nilai mengenai nilai sosial output pendidikan, namun keduanya digunakan secara luas -- sering secara implisit -- oleh para ekonom. Perbedaan antara keduanya menunjukkan perbedaan-perbedaan penting dalam tekanan pada anjuran/sokongan (advokasi) kebijakan pendidikan. Kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan otonomi sekolah dimaksudkan untuk memperbaiki standar pendidikan seiring dengan sistem akuntabilitas eksternal yang kuat bagi fokus (pemusatan perhatian) sekolah pada efisiensi produktif. Kebijakan pertama-tama bertujuan untuk meningkatkan pilihan sekolah yang difokuskan kepada efisiensi alokatif. Sistem sekolah murni pasar akan meninggalkan konsumen untuk menetapkan standar sekolah bagi mereka sendiri dan dengan demikian akan dapat membedakan dalam hal perlengkapan untuk berjalan maju, tumbuh subur. Bagaimanapun, pemerintah sering tidak yakin konsumen memiliki pengetahuan, informasi dan dorongan yang cukup untuk memilih lembaga pendidikan secara bijaksana bagi anak-anak mereka, dan dengan demikian cukup yakin akan standar pendidikan yang tinggi.

Keadilan         

Keadilan adalah "kewajaran (fairness)" pendistribusian kesejahteraan ekonomi kepada individu-individu. Keadilan memiliki dua dimensi, yakni horisontal dan vertikal. Keadilan horisontal merujuk pada kesamaan pelayanan kepada masyarakat dengan karakteristik dan kebutuhan yang sama. Jadi secara horisontal dapat disamakan jumlah pembiayaan pendidikan setiap anak atau meyakinkan kesamaan akses kesempatan bagi semua anak tanpa memperhatikan pendapatan dan atau kelasnya. Keadilan dapat juga diukur dalam istilah outcome. Karenanya boleh disamakan bagi semua anak yang memiliki kesamaan kemampuan untuk mendapatkan kualifikasi dan standar pendidikan yang sama, tanpa memperhatikan gender, etnis, atau kelas sosial. Keadilan vertikal memberi perhatian kepada pemberian sumber daya tambahan bagi mereka yang kebutuhannya bertambah (lebih). Keadilan vertikal lebih sulit daripada keadilan horisontal dalam mempertimbangkan apakah perbedaan dalam jumlah kompensasi (pengganti) dapat disamakan antara satu dengan yang lain. Keadilan dipertimbangkan secara terpisah dari efisiensi. Suatu sistem efisiensi mungkin tidak sama bagi beberapa orang, sementara suatu sistem yang tidak efisien boleh jadi adil jika menghasilkan level outcome pendidikan yang sama bagi semua.

 Sifat-sifat Efisiensi dan keadilan dari otonomi sekolah yang lebih luas

Para ekonom telah lama berdiskusi bahwa organisasi, apakah sekolah atau perusahaan, akan bekerja dengan tingkat inefisiensi jika kurang kompetisi dari supplier alternatif. Hal ini berlaku sama pada organisasi sektor privat dan publik dan akan berakibat inefisiensi alokatif (harga-harga yang dipatok melampaui harga marginal produksi atau tidak menanggapi pilihan-pilihan konsumen) dan inefisiensi produktif (pencapaian produksi di bawah jumlah maksimum output dari jumlah sumber daya yang diberikan). Ini timbul dari dorongan para manajer, pekerja, dan stakeholder (dalam sektor privat) dalam mengejar cita-cita mereka untuk memiliki income yang lebih tinggi, dengan kurang berusaha mencari cara yang efisien dari pelaksanaan atau menikmati penghasilan tambahan (keuntungan) pekerjaan lebih dari mengakomodir minat dan kebutuhan para konsumen. Kompetisi dari supplier alternatif menekan atau memperkuat producer untuk berpihak kepada minat atau keinginan para konsumen.

Kita dapat membedakan dua bentuk otonomi sekolah dalam rangka memperbaiki efisiensi:

Sekolah yang memanage diri sendiri (Self-Managing Schools);

Peningkatan Kompetisi (Increased Competition).

Self-managing schools

Koordinasi hirarkis tidak efisien jika top birokrasi atau top manager tidak memiliki informasi yang dibutuhkan untuk menentukan cara-cara paling efisien dalam rangka mengkombinasikan sumber daya-sumber daya dan merespon kebutuhan-kebutuhan klien dalam pelaksanaan, misalnya pada level sekolah. Hal ini sering terjadi karena mereka memiliki lebih banyak informasi yang salah/invalid, ketika mereka tengah membuat detail keputusan alokasi tenaga staf, penggunaan buku-buku, alasan-alasan atau dasar pemikiran perbaikan pada sekolah. Menurut teori institusional perusahaan (Williamson, 1975), akan lebih efisien bagi suatu perusahaan multiproduksi yang besar (seperti suatu otoritas atau lembaga pendidikan) untuk mendelegasikan keputusan operasional kepada manajer unit (manajer sekolah) dan mengontrol mereka berdasarkan target kinerja yang konsisten terhadap sasaran atau tujuan organisasi. Manajer unit diberikan dorongan untuk meningkatkan kinerjanya dan memberikan penghargaan menurut hasil kinerja yang termonitor. Dengan cara demikian, top manajer lebih dapat berkonsentrasi pada informasi yang dibutuhkan untuk menentukan strategi organisasi dan mengevaluasi kinerja mereka. System self-managing schools menganut model manajemen ini.

Dalam analisis ini suatu system sekolah yang memanage diri sendiri akan lebih mencapai efisiensi secara produktif daripada mensentralisir rezim karena cara ini memberikan dorongan yang lebih kuat kepada manajer sekolah dan para gurunya untuk berusaha mencapai standar pendidikan yang tinggi dan memberikan keleluasaan kepada mereka dengan fleksibilitas managerial yang lebih besar untuk melakukan tindakan. Seberapa besar otonomi sekolah dibutuhkan dalam implementasi system ini untuk bekerja lebih baik dalam rangka meningkatkan efisiensi, merupakan suatu isu yang masih dapat didiskusikan atau diperdebatkan. Apakah hanya berkisar seberapa banyak bantuan eksternal yang sekolah butuhkan untuk mengadopsi teknologi produksi yang lebih baik (misalnya pembelajaran)?

Fullan dan Watson (2000) misalnya, menyimpulkan bahwa manajemen berbasis sekolah membutuhkan bantuan eksternal untuk kapasitas bangunan jika sekolah ingin memperbaiki output pembelajaran. Pemerintah Negara Inggris sejak tahun 1997 sangat mengintervensi penentuan metode-metode pengajaran dan memberikan banyak dana bantuan spesifik dalam bentuk yang berbeda bagi tujuan-tujuan khusus (seperti pemberantasan buta aksara nasional, strategi penghitungan, rekruitmen guru-guru baru yang qualified, teknologi informasi dan komunikasi= ITC, investasi, dan banyak hal lainnya). Apakah sekolah yang memanage diri sendiri dapat memperbaiki efisiensi produktifnya, itu tergantung pada dorongan dan dukungan luas (besar) yang memotivasi manajer sekolah dan para gurunya untuk meningkatkan kinerjanya secara lebih tinggi.

Kompetisi sebagai suatu dorongan untuk perbaikan efisiensi

Mendukung kompetisi yang tinggi antar sekolah berarti memberikan dorongan yang diperlukan bagi manajer dan para guru untuk memperbaiki produktivitas. Peningkatan kompetisi dapat berupa memberi kebebasan pilihan kepada orang tua untuk memilih sekolah-sekolah negeri atau bisa diperluas dengan mengembangkan kompetisi antara sekolah sector privat dan sekolah negeri melalui voucher atau pola lain yang sama (seperti sekolah carter). Apakah dengan menciptakan kompetisi akan memperbaiki efisiensi sekolah-sekolah negeri, tergantung pertama pada bagaimana kemampuan dan kemauan sekolah untuk mengungkap atau mengekspose kemunduran, kekurangan-kekurangan sekolah sejak awal demi upaya perbaikan produktivitas dengan mengadopsi teknologi pembelajaran yang lebih efisien, dan kedua pada keinginan dan kemampuan orang tua untuk menekan inefisiensi sekolah-sekolah dengan membuat pilihan sekolah berdasarkan informasi yang lebih valid tentang kualitas sekolah. Secara alternative, efisiensi keseluruhan diperbaiki dengan mengalihkan produksi lebih kepada sector privat, asal saja sekolah-sekolah privat lebih efisien daripada sekolah-sekolah negeri.

Namun, kompetisi dapat gagal memperbaiki produktivitas system sekolah dalam keseluruhan, jika upaya tersebut berakibat peningkatan yang memilah-milah (dengan pusat perhatian lebih besar ditujukan kepada) siswa-siswa mampu dalam beberapa sekolah tertentu dengan siswa-siswa yang kurang mampu dan kurang mempunyai motivasi pada sekolah-sekolah lain. Memperluas pemisahan, secara social tidak diinginkan, karena mengurangi hubungan yang berdaya tarik menarik social dan tidak akan mempengaruhi rata-rata pencapaian pendidikan oleh siswa, apabila pencapaian  individu anak tergantung hanya pada karakteristik mereka sendiri dan kualitas pembelajaran yang dialaminya. Bagaimanapun ada fakta yang dapat diperhitungkan yakni bahwa pencapaian pendidikan oleh individu siswa juga dipengaruhi oleh level rata-rata kemampuan atau pencapaian kelompok teman sebaya (McEwan, 2000; Sammons et al., 1996).

Keadilan (Equity)       

Pengaruh peningkatan kompetisi pada komposisi sosial sekolah sangat tergantung pada jenis quasi-voucher atau pola voucher yang diperkenalkan. Jelaslah suatu voucher yang tidak bernilai dan tidak teruji yang diisukan atau diinformasikan kepada orang tua (seperti di Chile) kurang adil secara vertical daripada voucher yang bernilai dan teruji; atau salah satunya dibatasi bagi orang tua yang berpendapatan rendah (seperti di Milwaukee dan Colombia). Suatu voucher yang bernilai dan teruji yang memberikan kesempatan kepada anak-anak yang berpendapatan rendah dengan akses ke sekolah privat oleh mereka yang yakin bahwa hal ini akan mereduksi ketidakadilan social, manakala suatu system sekolah negeri secara social dikucilkan karena kelompok social yang berbeda dipusatkan pada wilayah tempat tinggal yang berbeda.

Seberapa baik voucher mencapai akses ke mutu sekolah yang lebih tinggi tergantung pada apakah sekolah menyeleksi voucher yang dibayar murid berdasarkan motivasi dan kemampuan, dan apakah semua orang tua menggunakan voucher mereka secara sama untuk menyeleksi sekolah-sekolah terbaik yang tersedia bagi anak-anaknya. Jika sekolah-sekolah menyeleksi murid-murid dan beberapa orang tua tak berdaya dan dengan demikian gagal untuk berlatih memilih opsi, maka anak-anak dengan motivasi yang rendah bersama orang tua yang kurang berminat dalam pembelajaran tersebut akan lebih terpusat pada sekolah-sekolah tertentu.

Keadilan pokok memberi perhatian pada penghormatan sistem sekolah yang memanage diri sendiri ialah bahwa tekanan eksternal yang kuat terhadap kinerja sekolah diukur dengan menggunakan norma pencapaian akademik siswa. Hal ini membuat sekolah-sekolah enggan mengakomodir siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam berperilaku dan kesulitan dalam pembelajaran, karena dapat mempengaruhi kualitas sekolah. Pada tahun-tahun awal manajemen sekolah local di Inggris keluar dari sekolah-sekolah yang pemerintah (Parsons, 1996), namun kemudian kembali berada di bawah tekanan pemerintah. 

Fakta Empiris

Literatur empiris sangat banyak dan luas meliputi evaluasi tentang banyak tipe kebijakan pendidikan yang berbeda, juga otonomi yang meningkat di banyak Negara, dan menggunakan metode-metode penelitian dalam skala yang luas. Sangat sulit memperoleh fakta-fakta yang valid tentang hubungan sebab akibat antara variable-variabel dalam dunia social, kecuali kalau pengalaman-pengalaman yang terkontrol mencuat (Heckman, 2000; Meyer, 1995). Seseorang dapat membandingkan outcome pendidikan pada kelompok-kelompok siswa yang sama yang telah mengalami kebijakan yang relative berbeda (misalnya sekolah yang diberi otonomi lebih luas) dengan suatu kelompok siswa yang tidak mengalaminya. Tanpa kelompok-kelompok control, analisis korelasional digunakan dengan data kuantitatif. Bagaimanapun, eksistensi suatu korelasi yang tinggi antara dua variable tidak meyakinkan hubungan sebab akibat antara keduanya, apabila korelasi tersebut seharusnya merupakan factor yang diobservasi. Contoh; anak-anak dapat membuat kemajuan di dalam sekolah privat, bukan karena sekolah privat lebih efisien, namun karena orang tua yang memilih sekolah privat lebih concern pada pendidikan anak-anak mereka. Masalah ini dikenal sebagai bias seleksi atau seleksi yang didasarkan pada prasangka (kecenderungan).

Sekolah-sekolah yang memanage diri sendiri

Studi pengaruh manajemen sumber daya berbasis sekolah, yang bersifat kualitatif, menyimpulkan bahwa manajemen berbasis sekolah telah menghasilkan perbaikan efisiensi dengan sumber daya yang digunakan sekolah-sekolah (Komisi Audit, 1993; Bullock dan Thomas, 1994; Levai, 1995; 1998; Maychell, 1994). Sebagaimana diindikasikan/ditunjukkan/tergambar dalam Tabel 12.1, pencapaian pendidikan, diukur dengan indikator kunci (key indicators) yang digunakan oleh pemerintah dalam mengevaluasi kinerja sekolah, telah meningkat melampau waktu, biarpun nilai nyata pengeluaran per siswa tidak melampaui periode sebagai keseluruhan, kecuali untuk sekolah-sekolah pertama dalam tahun 1990 dan 2000.

Tabel 12.1      Indikator Pencapaian Pendidikan dan Pengeluaran Pemerintah Per Siswa: Inggris, 1991-2000

 

 

 

 

Tahun

Tingkat Indikator Kunci 4: % Siswa usia 15 ke atas

Tingkat Indikator kunci 2: % pencapaian siswa level 4 ke atas

Tingkat indikator kunci 1: % pencapaian siswa level 2 ke atas

Pengeluaran per siswa (harga tahun 1996/7)

5+A* to C grades

5+A* to G grades

English

Maths

IPA

Reading

Writing

Maths

Pertama

Kedua 

1991

36.8

79.5

1617

2427

1992

39.0

82.0

1673

2446

1993

42.0

84.3

1748

2482

1994

43.3

85.6

1748

2412

1995

43.5

85.7

49

45

70

78

80

79

1748

2412

1996

44.5

86.1

57

54

62

78

79

82

1748

2364

1997

45.1

86.4

63

62

69

80

80

84

1730

2340

1998

46.3

87.5

65

59

69

80

81

85

1695

2293

1999

47.9

88.5

70

69

78

82

83

86

1783

2316

2000

49.2

88.9

75

72

85

84

82

88

1852

2411

 

 

Sumber: DfEE (1998; 1999; 2000) Tabel Kinerja Sekolah (DfEE)

 Peningkatan Kompetisi: (quasi) Skema/Pola Voucher 

 Penelitian terhadap pengaruh kompetisi telah menginvestigasi (meneliti) dua pertanyaan kunci:

 Apakah pencapaian siswa meningkat (baik rata-rata pencapaian seluruh sistem sekolah dan pencapaian nilai tambah dari para siswa dalam pengalaman sekolah-sekolah yang tingkat kompetisinya lebih tinggi)? Apa pengaruh terhadap kesempatan-kesempatan pendidikan dari anak-anak yang secara sosial tidak beruntung? (apakah mereka memiliki akses untuk sekolah-sekolah yang mempunyai kualitas lebih baik atau memperbaiki pencapaian pendidikan mereka menjadi anak-anak yang lebih beruntung) Gambaran di beberapa negara, seperti di Inggris (Quasi-Voucher), Milwaukee (Voucher), Colombia (Voucher), Chile (Desentralisasi), Argentina (privatisasi spontan), menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang diberi kesempatan untuk memanage diri sendiri dengan menciptakan kompetisi, baik menggunakan sistem voucher, desentralisasi, sejenisnya dapat mencapai hasil yang signifikan.

Konklusi 

Pengaruh suatu kebijakan peningkatan otonomi sekolah tergantung pertama-tama pada apakah sekolah tersebut sungguh-sungguh dalam bentuk atau model sekolah yang memanage diri sendiri dalam suatu kerangka kerja regulasi pusat atau mengandalkan sebagian besar pada kompetisi, baik antara sekolah-sekolah negeri maupun antara sektor publik dan privat. Jika pada akhirnya pengaruhnya terhadap keadilan sistem sekolah tergantung pada apakah voucher atau subsidi dibatasi bagi anak-anak yang berpendapatan rendah atau digunakan sebagai satu cara umum peningkatan pilihan orang tua dan perbedaan perlengkapan sekolah. Seseorang sangat hati-hati dalam menilai sejumlah riset terhadap pertanyaan-pertanyaan ini karena hal itu menyangkut sistem sekolah yang berbeda dan menggunakan metode yang berbeda. Secara partikular sangat sulit mencapai hubungan sebab akibat. Saya akan berkesimpulan bahwa sekolah-sekolah dengan sistem self-management dapat meningkatkan efisiensi produktif dan bahwa pola voucher yang bernilai dan teruji, jika secara cermat didesain, dapat mempertinggi akses ke sekolah-sekolah yang mempunyai kualitas yang lebih baik bagi anak-anak yang berpendapatan rendah. Jika pembuat kebijakan pendidikan tidak begitu concern baik terhadap efisiensi produktif sistem sekolah nasional maupun terhadap kesamaan kesempatan,  maka otonomi sekolah yang luas dalam suatu lingkungan yang kompetitif mempromosikan efisiensi alokatif dalam area di mana sektor privat mempunyai dorongan yang cukup untuk merespon tuntutan pasar. Semua argumentasi efisiensi dalam dukungan otonomi sekolah, baik dalam bentuk diatur maupun kompetisi bebas, tergantung pada kapasitas sekolah-sekolah untuk memanage sumber daya-sumber daya mereka secara efisien dengan demikian mencapai tujuan dan sasaran-sasarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun