MEMBANGUN HARMONI SOSIAL DALAM TERANG AGAMA KATOLIK
(Tulisan ini diperuntukkan bagi Umat atau Masyarakat Katolik)
Yohanes Bosco Otto
Â
Kesadaran Sosial (Social Awareness)
Kita bersyukur bahwa kita semua memiliki kesadaran akan pentingnya dimensi sosial dari kehidupan kita. Dimensi sosial kita antara lain sebagai warga masyarakat yang hidup, berinteraksi, dan berkarya dalam lingkungan sosial yang sangat plural dengan realitas eksistensial kita yang multi identitas. Kita sebagai warga agama, warga masyarakat umum, warga suatu komunitas suku, ras, golongan. Mungkin kita juga adalah warga dari suatu group media social, anggota dari suatu organisasi profesi, anggota dari kelompok minat, bakat dan seterusnya.Â
Singkatnya, kita bukanlah manusia yang memiliki identitas tunggal, melainkan banyak atau multi identitas. Sebagai orang Katolik kita sering menyebut diri sebagai warga dengan dua sisi mata uang, yakni sebagai warga Gereja Katolik yang mesti berkesadaran dan mau mengambil bagian dalam hidup menggereja di satu sisi, dan sebagai warga masyarakat yang harus hidup, beraktivitas dan mengambil bagian dalam peran masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu kita juga memiliki identitas lainnya seperti halnya diuraikan sebelumnya.
Menguat dan mengakarnya kesadaran sosial ini hendaknya dibangun mulai dari diri sendiri, kemudian berkembang dan merambah ke lingkungan sosial kita. Siapa lingkungan sosial kita? Pertama-tama adalah orang-orang relatif dekat dan sama dengan kita, baik dari segi usia, pendidikan, idealisme, keprihatinan, obsesi dan lain-lain. Orang-orang itu adalah sesama agama, sesama profesi, sesama suku, dan lain-lain. Namun demikian, kita harus mencapai tingkat idealnya, yaitu seluruh dimensi sosial masyarakat tanpa batas atau sekat agama, suku, ras, budaya, golongan dan sebagainya.Â
Andaikata kita belum mampu untuk melebarkan sayap idealisme ini, maka baik kalau kita mulai dulu dari orang-orang yang relatif dekat dengan kita, sebagaimana sudah disinggung. Kemudian secara perlahan tetapi pasti kita mengembangkan relasi, sosialisasi, interaksi, dialog dan kerjasama dengan seluruh elemen masyarakat di mana kita hidup dan berkarya.Â
Lalu apa dan bagaimana usaha kita dalam mengembangkan relasi, interaksi, dialog dan kerjasama, baik dengan seluruh komponen masyarakat berkarakter multidimensional society dalam kemajemukan yang harmonis. Membangun harmoni relasi, interaksi, dialog dan kerjasama sosial itu merupakan jawaban yang sangat tepat.
Lalu caranya bagaimana? Menjawab pertanyaan ini kita mesti mulai dengan bersama-sama menanamkan kesadaran sepenuhnya dalam diri kita bahwa "membangun kebersamaan, persekutuan, persaudaraan atau komunio yang harmonis adalah hal yang sangat penting dan bermanfaat". Penting sebagai perwujudan dari identitas kita sebagai makhluk sosial. Dan bermanfaat untuk : (1) sekurang-kurangnya tidak merasa sendirian atau terisolasi (not to be alone), artinya ada harapan mendapat kekuatan, peneguhan, dukungan, bantuan;Â
(2) pengembangan diri (self development), ada banyak sekali kemungkinan mengembangkan diri di dalam sebuah komunitas, seperti melalui belajar bersama, FGD, seminar, melatih kompetensi sosial, menanamkan sikap sense of belonging, melatih solidaritas, mengembangkan bakat/talenta, mengembangkan kompetensi leadership dan lain-lain; (3) berkontribusi dalam mengembangkan komunitas dan/atau organisasi; serta berkontribusi partisipatif bagi Gereja, Masyarakat, Bangsa dan Negara (dimensi sosio ecclesial). Komunitas/organisasi yang solid bisa menjadi ladang kaderisasi pribadi-pribadi yang nanti bisa berkarya di lembaga-lembaga layanan publik.
Tetapi bisa juga secara teamwork berdifusi dalam berbagai organisasi massa atau pun organisasi sosial politik yang dengannya bisa menyalurkan aspirasi, memperjuangkan kemanusiaan, HAM, kebenaran, keadilan dan kedamaian. Bisa juga mempromulgasikan suara-suara kenabian memberantas berbagai tindakan pelanggaran hukum yang tersistematisasi justru oleh lembaga-lembaga hukum itu sendiri, memberi solusi bagi masalah-masalah moral sosial yang timbul, baik dalam lembaga pelayanan publik maupun dalam masyarakat luas.
Selanjutnya kita dapat menjawab bagaimana cara membangun hidup sosial? Dalam pandangan agama Katolik, salah satu cara membangun hidup sosial secara harmonis ialah dengan mewujudkan pola hidup/cara hidup Gereja Perdana yang terdapat dalam Kisah Para Rasul bab 2 ayat 41 sampai dengan 47, yakni (1) berkumpul bersama sehati, sejiwa, sevisi, semisi; (2) dalam berkumpul bersama kita meneguhkan persekutuan persaudaraan atau komunio kita dengan doa bersama, sharing, bersyukur dan memuji Allah, berekaristi bersama, makan bersama, dan bersukacita bersama;Â
(3) agar kita semakin eksis dan berkontribusi bagi masyarakat, maka perlu mendesain program/kegiatan bersama dan melaksanakannya sebagai misi sosial; (4) dan jangan lupa hal yang sangat penting dalam memperkokoh komunio kita adalah menjadikan Yesus Kristus sebagai pusat (Christ as the Center), dan (5) menjadikan komunio Allah Tritunggal sebagai model (Holy Trinity is Model of our community). Bagaimana kita menjadikan Kristus sebagai pusat dan komunio Allah Tritunggal sebagai model? Berikut kita mendalaminya.
Â
Komunio Masyarakat Katolik Berpusat pada Kristus, Berkomunio dan Bermisi
Â
Dalam teks Kisah Para Rasul bab 2 ayat 41 sampai 47, kita dapat menemukan bahwa dasar dari orang-orang yang mendengarkan perkataan rasul-rasul adalah percaya akan kebenaran sejati yang disampaikan kepada mereka, yakni Yesus Kristus, hidup, pewartaan dan karya-karya-Nya (bdk ayat 41).Â
Percaya berarti (1) mengakui atau yakin bahwa sesuatu memang benar atau nyata, (2) menganggap atau yakin bahwa sesuatu itu benar-benar ada, (3) menganggap atau yakin bahwa seseorang itu jujur (tidak jahat dan sebagainya) (4) yakin benar atau memastikan kemampuan atau kelebihan seseorang atau sesuatu yang dapat memenuhi harapannya dan sebagainya. Tingkat percaya yang lebih dalam/tinggi dalam relasi antara manusia dengan Allah adalah iman.Â
Para teolog mendeskripsikan iman sebagai penyerahan diri secara total kepada Allah dalam perkataan, sikap dan perbuatan. Dalam konteks ini berarti Yesus Kristus. Mengapa orang menyerahkan diri secara total, karena ia sangat percaya, sangat yakin bahwa Yesus Kristus adalah pribadi ilahi yang datang dari Allah untuk menyelamatkan manusia. Beriman sepenuhnya berarti berpusat pada Kristus secara pikiran dan hati nurani, kemudian dari pikiran dan hati orang yang beriman itu muncul niat (disposisi batin) untuk melaksanakan apa yang diyakini.Â
Lalu ketika ia melaksanakan niatnya itu berarti melaksanakan apa yang dikehendaki oleh Sang Kebenaran itu. Jadi proses awal berpusat pada Kristus adalah mendengarkan, melihat dan mempercayai/mengimani Yesus Kristus yang hidup, mewartakan dan berkarya, yang kemudian diwartakan oleh para rasul dan dilanjutkan oleh Gereja hingga sekarang. Proses ini dicapai melalui beberapa cara, antara lain (1) selalu membaca Kitab Suci dan merenungkannya, (2) berdoa dan merayakan sakramen-sakramen.
Proses kedua dari berpusat pada Kristus adalah bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (bdk ayat 42). Setelah orang-orang menerima pewartaan tentang Yesus Kristus Sang Kebenaran Sejati, mereka memberi diri dibaptis. Peristiwa ini menggambarkan perubahan dalam diri mereka dari tidak mengenal menjadi mengenal Kristus, dari tidak percaya menjadi percaya kepada Kristus, dari tidak beriman menjadi beriman kepada Kristus.Â
Dan sebagai keputusan radikal mereka memberi diri dibaptis. Pembaptisan menjadikan mereka sebuah komunitas yang percaya kepada Kristus dalam semangat komunio. Para ecclesiolog kemudian menamai komunitas ini Jemaat/Umat Pertama/Gereja Perdana. Karakteristik yang menonjol dari jemaat ini adalah mereka tidak hanya berhenti setelah dibaptis tetapi (1) bertekun dalam pengajaran rasul-rasul. Keluar dari hati yang sungguh percaya akan pewartaan rasul-rasul mereka terus menekuni pengajaran itu.
Menekuni berarti mempelajari, mendalami, menghayati, bahkan mengamalkannya sebagaimana kita akan telusuri dalam ayat-ayat selanjutnya. (2) bertekun dalam persekutuan. Dalam bahasa latin communio. Komunio Gereja perdana ini dibangun atas dasar pewartaan para rasul tadi. Dengan kata lain, atas dasar kebenaran yang disampaikan para rasul, yakni Yesus Kristus, hidup, pewartaan dan karya-karya-Nya. Beberapa point dari Yesus Kristus yang sungguh merasuki cara bersekutu Gereja Perdana ini adalah (a) cara hidup Yesus.Â
Yesus sederhana, mudah bergaul tanpa pandang bulu, tekun berdoa, tekun mengajar, dll (b) pewartaan-Nya. Yesus mewartakan kasih, damai, keadilan, rela berkorban, dll (c) dari karya-Nya. Yesus menyembuhkan, membangkitkan, mengalirkan semangat berkorban. Mereka kemudian berkembang menjadi besar hingga saat ini. Dan perlu kita ketahui dan kita percayai bahwa Gereja Katolik yang saat ini berkembang di seantero dunia ini dibangun atas dasar pengajaran para rasul, yakni Yesus Kristus, hidup, pewartaan dan karya-karya-Nya (sifat apostolik).Â
Yesus Kristus menjadi dasar bangunan, batu sendi Gereja. (3) Ketekunan dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan ini dikuatkan lagi dengan selalu berkumpul dan berdoa. Ketika mereka berkumpul dan berdoa apa yang terjadi? Yang terjadi adalah komunio mereka semakin kuat/solid, tidak mudah digoyahkan, mereka saling meneguhkan, saling mendoakan dan mendoakan orang lain. Hal ini dapat terjadi karena Yesus Kristus lagi-lagi menjadi Pusat. Dan doa adalah kekuatan bagi Gereja.Â
Gereja semakin berkembang dan menjadi kokoh hingga saat ini karena tradisi hidup doa, ekaristi, dan sakramen-sakramen lainnya. Dan ketika tradisi-tradisi ini dihidupi oleh komunitas mana pun dalam Gereja Katolik, Allah Tritunggal sebagai model komunio akan selalu menaungi, menguatkan, menjiwai dan memberkati komunio sehingga terus menerus berbuah.
Proses ketiga berpusat pada Kristus mengenal mujizat dan tanda yang dibuat oleh para rasul sebagai karunia yang diberikan oleh Yesus Kristus melalui Roh Kudus (bdk ayat 43). (1) dalam kuasa Roh Kudus rasul-rasul dapat berkata-kata dalam berbagai bahasa yang dipergunakan oleh bangsa-bangsa waktu itu, sehingga banyak orang menjadi percaya dan dibaptis dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Ketika umat Katolik berpusat pada Kristus dan melakukan kehendak-Nya, maka mereka bisa berkata-kata dalam bahasa Roh. Karena bahasa Roh adalah bahasa Kasih.
Kasih yang begitu besar dan tiada taranya dari Kristus telah menghadirkan begitu banyak mujizat, yakni (2) orang lumpuh disembuhkan, orang buta dapat melihat, orang yang sakit kusta ditahirkan, orang yang kerasukan setan dibebaskan, orang-orang yang membenci Yesus seperti Saulus bertobat dan menjadi pewarta unggul Kerajaan Allah, orang-orang yang sebelumnya tidak mengenal dan tidak percaya kepada Yesus memberi diri dibaptis dan jumlahnya menjadi banyak hingga sekarang, dsb.Â
Dalam Gereja zaman sekarang, mujizat dan tanda harus dilihat dan dihayati dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dan dalam setiap saat kita selalu mengalami mujizat dan tanda dari Allah Tritunggal Mahakudus yang sudah diwahyukan dalam dan melalui Yesus Kristus dan terus menerus dinyatakan sampai akhir zaman dalam dan melalui karya Roh Kudus yang dijanjikan Yesus.
Proses berikutnya dari berpusat pada Kristus ialah dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing (bdk ayat 44 dan 45). (1) komunitas masyarakat Katolik atau yang sudah percaya kepada Kristus dan dibaptis dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus hendaknya memiliki komitmen untuk bersatu; bersatu hati, bersatu iman, bersatu harapan, bersatu kasih.Â
Dalam kesatuan hati, iman, harapan dan kasih mahasiswa Katolik dapat memperkuat komunio komunitasnya dan dapat melaksanakan tugasnya sebagai Gereja. (2) kesatuan hati, iman, harapan dan kasih memupuk dan mempertebal perasaan memiliki (sense of belonging) pada komunitas dan kerelaan untuk berbagi (sharing) dalam komunitasnya, serta sangat memungkinkan meningkatnya sensitivitas dan solidaritas.Â
Ketika orang merasa memiliki, maka ia akan terdorong untuk mensharekan kepunyaan/kepemilikan atas benda/harta/hal tertentu (yang mungkin atau yang dapat dibenarkan) untuk orang lain atau dapat dipakai bersama atau dapat dipakai bergantian (kecuali dalam hal-hal yang sungguh bersifat privat dan exclusive). Dalam hal apa kita dapat memiliki bersama? Uang yang dikumpulkan untuk kepentingan bersama, sarana prasarana, kemampuan/kompetensi yang bisa disharekan, dsb.
Proses berikutnya dari berpusat pada Kristus, ialah mengalami kegembiraan dalam ketulusan hati sambil terus menerus memuji dan bersyukur kepada Allah. dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergiliran dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan (bdk ayat 46 dan 47).Â
Komunio yang baik mengandaikan adanya ketekunan untuk berkumpul dan bersekutu dengan sehati. Kalau Gereja Perdana bisa melakukannya setiap hari, mungkin zaman sekarang bisa dilakukan per minggu atau per bulan atau per triwulan tergantung kesepakatan dan/atau rencana program yang didesain bersama. Dengan sehati, berarti satu hati, menyatukan hati. Ketika hati disatukan saat berkumpul dan melakukan aktivitas, seperti berekaristi, sharing Injil, berdoa, makan bersama dengan gembira dan tulus hati, maka seluruh anggota komunitas akan mencurahkan seluruh jiwa dan raga pada saat itu.Â
Maka bukan tidak mungkin suasana kegembiraan, ketulusan, kedamaian, kerukunan, dan kasih dengan sendirinya tercipta di dalammnya. Tentu saja, komunitas ini sungguh-sungguh membawa sukacita, damai dan kasih bagi seluruh anggotanya, dan bukan tidak mungkin mengalir keluar bagi lingkungan sosial.
Dampak selanjutnya adalah komunitas ini disukai dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. Jika kehadiran, kiprah atau karya kita semakin menambah jumlah orang yang diselamatkan, berarti kita sudah ikut berpartisipasi dalam karya keselamatan Allah.Â
Komunitas Gereja Perdana ini tidak hanya melakukan kegiatan untuk membangun harmoni horisontal - manusia dengan manusia, tetapi atas dorongan Roh Kudus yang begitu kuat, juga dapat mempengaruhi mereka dalam mengembangkan kualitas harmoni vertikalnya dengan Yang Ilahi melalui memuji dan bersyukur kepada Allah atas segala karunia yang dianugerahkan-Nya. Manusia yang seimbang adalah manusia yang tidak hanya terus menerus memohon, tetapi juga terus menerus bersyukur dan memuji Sang Pemberi.Â
Ia tidak hanya meminta, kemudian ketika sudah diberi lupa, tetapi berterima kasih, bersyukur dan memuji-muji Allah yang memberi.
Lalu apakah Komunitas Gereja Perdana sebagaimana sudah digambarkan pola hidupnya di atas, hanya bergaung atau eksis dalam komunitasnya sendiri dan bersifat eksklusif? Tidak! Mereka sungguh disukai semua orang. Bukan hanya satu, beberapa atau banyak orang, melainkan semua orang (ayat 47).
Dan ketika orang-orang menyukai komunitas itu, makin banyak orang yang tertarik bergabung di dalamnya. Makanya, jumlah mereka setiap hari bertambah. Jika komunio komunitas masyarakat Katolik terbangun seperti Gereja Perdana ini, maka kita optimis akan hasil yang akan kita petik. Hasil yang dapat kita petik dalam konteks Gereja Keuskupan Pangkalpinang pada khususnya, maupun Gereja Indonesia pada umumnya.
Serta Gereja Universal adalah semakin banyak orang berpartisipasi dalam melaksanakan misi Kristus/Gereja, yakni mewartakan (kerygma), menguduskan (liturgia), membangun komunio (koinonia), melayani (diakonia) dan memberi kesaksian (martyria). Misi Gereja ini hendaknya terwujud dan dialami tidak hanya oleh masyarakat Katolik tetapi juga menjadi terang dan garam bagi dunia. Tuhan memberkati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI