Mohon tunggu...
Yohanes De Britto Wirajati
Yohanes De Britto Wirajati Mohon Tunggu... Penulis - Dosen Jurusan Seni Murni FSRD ISI Surakarta

Dosen/Peneliti/Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Narasi Sejarah, Nasionalisme, dan Pembentukan Identitas Kolektif di Indonesia

9 November 2020   18:00 Diperbarui: 9 November 2020   18:06 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai sebuah negara, Indonesia terbentuk dari kesepakatan beberapa wilayah yang pernah dijajah oleh pemerintahan kolonial Belanda. Pasca berakhirnya pendudukan Jepang di Indonesia akibat kekalahannya dalam Perang Dunia II, proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta di Jakarta, tanggal 17 Agustus 1945.

Perundingan demi perundingan kemudian dilakukan oleh delegasi-delegasi dari berbagai wilayah di kepulauan Indonesia. Hasilnya adalah Pancasila. Wilayah Indonesia kemudian menjadi sebuah negara berbentuk republik, dengan dasar negaranya yaitu Pancasila.

Pancasila merupakan dasar negara yang berfungsi menjamin terlindunginya hak-hak asasi, dan sekaligus menetapkan kewajiban, bagi seluruh rakyat Indonesia. Tiap-tiap butir silanya dibentuk oleh kebutuhan untuk menjembatani dan mengakomodasi berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat di Republik Indonesia.

Pada satu sisi, jika Pancasila betul-betul diterapkan sebagai dasar penyelenggaraan Negara Republik Indonesia, maka potensi terjadinya konflik antar kelompok masyarakat yang berbeda agama, etnis, ataupun ideologi dapat diminimalisir.

Pada sisi yang lain, pertemuan berbagai kepentingan kelompok yang ada bisa saja justru meruncing jika Pancasila gagal diaktualisasikan dan diartikulasikan terus-menerus.

Melalui pembacaan kembali narasi sejarah lahirnya negara Republik Indonesia, khususnya terkait perumusan Pancasila, maka ada beberapa hal yang dapat dipahami.

Pertama, dalam narasi sejarah lahirnya negara Republik Indonesia tercatat secara faktual bahwa masyarakat Republik Indonesia sangat beragam, baik secara praktek keagamaannya, praktek adatnya atau ideologi yang dianut.

Kedua, proses perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara dapat dimaknai sebagai bentuk nyata kesepakatan dari tiap-tiap kelompok masyarakat Republik Indonesia untuk saling melindungi dan mengakomodasi kepentingannya masing-masing.

Ketiga, kesepakatan masyarakat di berbagai wilayah kepulauan Indonesia untuk membangun negara dan ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negaranya menunjukkan bahwa sifat mutikultural adalah bagian dari identitas kolektif masyarakat Republik Indonesia.

Jika multikultur adalah identitas kolektif masyarakat di Republik Indonesia, maka kesadaran masyarakat atas identitas kolektif tersebut harus selalu dibentuk. Pembentukannya berdasarkan pemahaman bahwa multikulturalisme adalah identitas yang niscaya, yang melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Republik Indonesia. Sehingga sikap negosiatif dan toleransi menjadi semangat dari upaya pembentukan identitas kolektif tersebut.

Paparan diatas kemudian memunculkan pemahaman bahwa pembelajaran sejarah memiliki kontribusi terhadap upaya pembentukan identitas nasional dalam sebuah negara-bangsa. Pemahamaan ini logis karena sejarah berasal dari salah satu kata dalam bahasa Arab, syajarah, yang dapat diartikan pohon silsilah atau asal-usul. Sehingga, dengan mempelajari sejarah sebuah negara-bangsa (sejarah masyarakatnya, politiknya, dan aspek sosial lainnya), identitas kolektif dari negara-bangsa tersebut (asal-usulnya) dapat dipahami dan dihayati.

Sebagai contoh, misalnya dengan mempelajari sejarah Pancasila, seperti yang telah diungkapkan di awal, dapat dipahami bahwa Republik Indonesia lahir dari hasil konsensus beragam delegasi perwakilan wilayahnya. Sehingga hal ini membentuk identitas kolektif masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang multikultural. Identitas ini kemudian harus dibentuk kesadarannya terus-menerus supaya konflik horizontal dapat dihindari. 

Pentingnya pembelajaran sejarah bagi upaya pembentukan identitas kolektif kemudian mendorong institusi pendidikan, baik negeri ataupun swasta untuk menyertakan mata pelajaran sejarah dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar. Tujuannya agar "siswa bisa mengambil nilai-nilai setiap peristiwa sejarah yang terjadi untuk memperkuat rasa cinta tanah air, bangga dan meningkatkan nasionalisme".

Berdasarkan pandangan awal yang demikian, maka terdapat beberapa pertanyaan mendasar yang muncul, yaitu; (1)Bagaimana hubungan antar kelompok masyarakat yang berbeda budaya di Indonesia dapat bersatu dalam sebuah negara-bangsa yang bernama Indonesia? (2)Apa kontribusi narasi sejarah negara-bangsa Indonesia bagi keberlangsungan hubungan antar kelompok masyarakat yang berbeda budaya tersebut?

Mendekati Wacana Nasionalisme

Dalam buku Imagined Communities, Benedict (Ben) Anderson berusaha untuk menjelaskan tentang asal-usul dan perkembangan Nasionalisme. Ben Anderson mendefinisikan Nasion/Nation sebagai sebuah komunitas politis yang terbayangkan. Mengapa terbayangkan?

Menurut Ben Anderson, bahkan dalam sebuah negara yang paling kecil saja, seluruh penduduknya tidak mungkin saling mengenal, sudah pernah saling bertemu seluruhnya, atau pun mendengar tentang satu sama lain.

Hal ini menunjukkan bahwa kebersamaan, perasaan saling berhubungan dan elemen-elemen Nasionalisme lainnya sesungguhnya hanya berada dalam bayangan para anggotanya saja. Pengikat kebersamaannya bisa bermacam-macam. Mulai dari sejarah, bahasa, letak geografis, posisi geopolitis dan hal-hal konkret lainnya.

Berdasarkan paparan atas buku Imagined Communities tersebut, maka dapat dipahami dua hal. Pertama, Nasionalisme adalah imaji tentang keterhubungan tiap-tiap anggota suatu negara bangsa yang melampaui perbedaan-perbedaan yang ada. Kedua, Imaji atas keterhubungan tersebut direproduksi terus-menerus, salah satunya melalui narasi Sejarah.

Dalam buku berbeda, berjudul Hantu Komparasi : Nasionalisme, Asia Tenggara dan Dunia, Ben Anderson menuliskan tentang Nasionalisme dan bagaimana Nasionalisme tersebut didekati atau diamati melalui berbagai perspektif, baik di Eropa atupun di Asia.

Pada bagian Nasionalisme, Identitas, dan Logika Serialitas, Ben Anderson ingin kembali menjelaskan tentang perkembangan kapitalisme cetak yang berpengaruh terhadap nasionalisme, seperti yang ditulisnya dalam buku Imagined Communities.

Selain itu, pada bagian yang sama Ben juga menuliskan bahwa tujuan penulisan esai-esai dalam buku tersebut, salah satunya, "adalah untuk menarik garis analitis yang sejelas mungkin antara nasionalisme dan etnisitas, dan, secara berkaitan dan tidak langsung, antara universalitas dan hibriditas "kosmopolitan".

Melalui pemaparan atas isi buku Hantu Komparasi : Nasionalisme, Asia Tenggara dan Dunia tersebut, maka dapat dipahami bahwa dalam menganalisa Nasionalisme, keterkaitannya dengan etnisitas tidak dapat dilepaskan. Hal ini sesungguhnya dipaparkan Ben untuk menjelaskan mengenai konsep serialitas.

Ben memaparkan ada dua tipe serialitas, pertama adalah serialitas tak-berjilid dan serialitas berjilid. Dengan memahami kedua konsep tersebut, maka menurut Ben Anderson, "Etnisitas Bersatu dan Identitas Bersatu dapat dimengerti".

Penegasan Akhir
Dengan menggunakan konsep komunitas yang terbayang dapat disoroti tentang proses muncul hubungan antar orang-orang Indonesia yang beragam latar belakang budayanya, dalam sebuah negara-bangsa.

Pertama, analisis atas hubungan yang terbayangkan ini dapat menjelaskan tentang bagaimana keberagaman di Indonesia dikelola, sehingga muncul persatuan yang diupayakan untuk terus-menerus terjaga keberlangsungannya. Kedua, melalui konsep ini juga, akan disoroti fungsi dari sebuah narasi sejarah negara-bangsa bagi pembentukan identitas kolektif masyarakatnya.

Daftar Pustaka

Abd. Rahman Hamid et al. (2011). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Penerbit Ombak.

Anderson, Ben. (2002). Hantu Komparasi : Nasionalisme, Asia Tenggara dan Dunia. Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Anderson, Benedict. (2006). Imagined Communities. New York : Verso.

Restu Gunawan et al. (2016). Sejarah Indonesia. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun