Subsidi seperti buah simalakama, digunakan berlebihan berpotensi terganggunya anggaran Negara tapi tidak di gunakan akan menciderai Negara yang berkewajiban memberikan sebesar besar pendapatan Negara untuk masyarakat. Masyarakat sudah capek beradaptasi dengan keadaan yang setiap hari berubah.
Harga mulai berubah cepat sementara pendapatan tidak bisa begitu cepat berubah. Setiap hari di lingkungan usaha kecil, tema pembicaraan selalu seputar mengenai harga, BBM dan sebagainya sebagai keluh kesah antar penderita. Untuk menghubungkan keluhan kita dengan orang lain yang ternyata mengalami masalah sama. Berbagi penderitaan untuk saling menghibur diri
Di kalangan petani juga mengalami serupa. Di pedesaan awalnya usaha kecil berdiri untuk melayani kaum tani dengan berbagai kebutuhan sehari harinya. Makanya cukup wajar di pasar tradisional pedesaan banyak penjual bibit yang bukan dari toko besar, tapi ada di pinggir jalan pasar, begitu pula tukang jamu yang memang fokus untuk kesehatan petani supaya terus bekerja keras tanpa hambatan rasa sakit. Begitulah petani dengan pendapatan pertanianya akan menerima juga dampak buruk bagi perubahan kehidupan ekonominya.
Di masa lalu petani adalah masyarakat dengan posisi terendah walaupun kerja kerasnya menghasilkan banyak manfaat bagi semua golongan dalam satu Negara atau kerajaan. Saat inipun kondisinya tidak berubah. Kaki tanganya yang dulu untuk hanya sekedar bekerja dengan kepemilikan kaum ningrat, sekarang justru kepemilikan itu dirampas untuk kebutuhan industri walaupun industri itu berbentuk pertanian.
Subsidi, buta mengenai keadaan masyarakat yang terkadang tidak peduli dengan wacana baru mengenai keadaan yang dianggap penting. Misalnya petani dengan keluh kesahnya tidak peduli aspek kesehatan akibat pestisida atau pupuk kimia, karena kondisi ekonominya lebih fokus untuk diselesaikan dari pada kesehatan yang menurut isu internasional lebih penting.
Solusi taktik peralihan
Bagi tokoh populis penggunaan subsidi merupakan ruang politik yang bisa menggait partisipasi rakyat untuk tertarik dengan nilai ketokohan karena nilai ini akan berkaitan kepada kehidupan mereka setiap hari. Tapi dibalik subsidi menyediakan ruang konflik lain yang mengakibatkan subsidi seperti orang sakit di berikan obat, tapi obat itu malah menyakitinya, karena penggunaan yang tidak pada takaran porsinya. Makanya banyak para calon pemimpin di Indonesia ini terjebak kepada janji program yang kadang menurut orang tidak bisa dilaksanakan.Â
Karena mereka galau terhadap situasi yang mereka hitung setelah kemenangan itu datang. Dilaksanakan semua akan berakibat negatif di sisi lain, sementara tidak dilaksanakan akan dianggap tidak bertanggung jawab dengan janji yang pernah di ungkapkan.
Bicara mengenai pengurangan subsidi terutama BBM dan pupuk kimia, yang sering diberlakukan setiap tahun dengan alasan apapun, biasanya alasan pengalihan subsidi ke yang lain, karena lebih dibutuhkan, mengarahkan konsumsi untuk kembali kepada non subsidi. Aturan subsidi semakin rumit, supaya orang malas untuk tertarik dengan harga subsidi itu dan pindah ke non subsidi dengan harga tentu saja lebih mahal.Â
Seperti yang terjadi di kenaikan bbm saat ini, sempat ada peraturan tentang penurunan harga pertamax lebih rendah, supaya pemakai pertalite tertarik untuk berpindah, ada lagi tentang berbagai macam berita yang mengulas tentang kualitas pertalite yang lebih buruk dari pertamax, atau bahkan ada ulasan tentang pemakaian pertalite lebih boros dari pertamax di perhitungan tertentu.
Pembuktian tentang taktik perpindahan dari pertalite bersubsidi ke pertamax tidak begitu berhasil, terbukti setiap pagi dan sore hari masih panjang antrian di spbu untuk mengantri BBM bersubsidi ini. Kerelaan antri karena kebutuhan mereka untuk mendapatkan bahan bakar sesuai dengan pola ekonomi yang mereka lakukan selama ini. Pemerintah tentu akan membuat peraturan lain lagi untuk menundukan komitmen masyarakat ini, seperti penjualan untuk pedagang eceran pertalite dibatasi, sampai pembatasan juga di tempat pengisian spbu.
Pemerintah tidak mampu membaca pola ekonomi masyarakat kecil dengan pemikiranya, sementara pemerintah menggunakan peraturan mengikat sebagai Negara untuk melunakan keinginan masyarakat itu. Aturan tetap aturan, aturan harus dipatuhi, karena Negara mempunyai kekuatan penegak undang-undang yang akan menekan siapapun yang tidak patuh terhadap peraturan tersebut. Tapi tentu saja tidak begitu kasar untuk menunjukanya, karena di keadaan tertentu saja, yaitu keadaan genting, wujud aslinya akan di nampakan.
Selama ini masyarakat sudah patuh dan menyesuaikan pola hidup terutama pola ekonominya kepada penentuan pasar. Setiap kebijakan seperti kenaikan BBM dan pupuk, menjadikan dampak kenaikan kebutuhan yang lain. Memang saat ini ada bantuan untuk bertahan dari situasi cepat yang terjadi seperti bantuan langsung. Tetapi hal itu tidak akan merubah semuanya, karena hanya mereka yang dianggap dibawah standard ketidak mampuan ekstrim yang terbantu. Sementara secara penilaian tidak mampu, banyak yang merasa tidak mampu beradaptasinya sehingga kualitas ekonominya menurun.Â
Penyesuaian hidup ini membuat kestabilan ekonomi dengan kebutuhan yang sebelumnya bisa terpenuhi akhirnya tidak terpenuhi, dan mengakibatkan berjuang lagi di sisi kebutuhan untuk menjadi mampu kembali. Ini kalau diambil contoh seperti gaji buruh setiap tahunya. Â Seperti kenapa, setiap tahun buruh menuntut kenaikan upah, karena setiap tahun kebutuhan hidup juga akan naik pula. Kenapa harus dinaikan apabila upah yang kemarin cukup menjadi kekurangan di saat ini.
Nilai subsidi Negara dengan pola hidup yang susah berubah
Hampir setiap tahun di Indonesia selalu terjadi ketakutan dengan dua kemungkinan, kenaikan BBM dan kelangkaan pupuk kimia. Apabila kenaikan BBM selalu santer terdengar oleh banyak telinga masyarakat, tidak begitu dengan kebutuhan pupuk petani, rata-rata hanya para petani yang bersangkutan saja yang mengalami kendala seperti ini. Kebutuhan pupuk setiap musim tanam semakin meningkat sehingga terjadi kelangkaan pupuk pada hampir semua produksi pertanian.Â
Banyak aktivis pertanian dan penyuluh pertanian baik negeri maupun swasta masuk ke ruang basis petani dengan pendekatan pembelajaran bersama dengan petani, yang salah satunya dengan pembuatan secara mandiri produksi pupuk sendiri untuk mendukung produktivitas pertanianya. misalnya pengelolaan hara spesifik lokasi, pemanfaatan bahan organik dan penggunaan pupuk hayati. Dan juga dilakukan upaya perbaikan budaya dan karakter semua pelaku yang berhubungan dengan pupuk.
Program pemerintah tanpa sadar telah memberikan kebingungan massa tani di waktu tertentu. Karena sering merubah karakter pengguna pupuk yang berlawanan dengan perputaran roda perekonomianya. Tentu saja ini berhubungan juga dengan permintaan pasar yang masih populer dengan permintaan yang lama. Dulu, Disaat petani menggunakan cara tradisional pemerintah mulai menggalakan pemakaian pupuk kimia sebagai imbas dari revolusi hijau.Â
Di saat itu program pemerintah mengalami perkembangan positif dengan peningkatan produktivitas pertanian yang bisa dirasakan petani sebagai keajaiban penghasilan, sehingga jangan disalahkan petani sekarang merasa di masa itu, masa orba atau yang mereka sebut sebagai jaman Suharto, memimpikan masa itu sebagai kenyamananya atau lebih baik dari sekarang.
Isu mengenai kualitas tanah yang akan rusak di saat proses pemupukan masih dilakukan dengan pupuk kimia, mengubah kondisi itu sehingga membentuk dasar pandangan bahwa harus di kuranginya konsumsi pupuk kimia untuk kepentingan pertanian. Situasi ini menjadi isu internasional dimana Negara yang dulu di masa revolusi hijau, seperti cina misalnya, mempunyai tradisi penggunaan pertanian organik sudah ada setelah tahun 60an, tetapi perkembangan industri pupuk kimia mempengaruhi cina untuk bersaing dengan produksi pertanian dari negara lain. Â
Diluar konsekuensi yang cepat dan bagus akibat revolusi hijau itu, petani dan konsumen cina mengalami masalah kesehatan, sehingga upaya memberdayakan pertanian organik mulai marak. Begitu pula di Negara Eropa dan Amerika. Dengan dibuktikan sejak 1999 sampai 2010 lahan pertanian organik di dunia terus meningkat lebih dari tiga kali lipat menjadi 37 juta hektar. Dimasa pengaruh revolusi hijau pada pertanian, Negara-negara itu diuntungkan tidak menggunakan pupuk kimia secara berlebihan, sehingga lebih cepat beradaptasi dengan kondisi yang berbalik dari semula.Â
Tapi petani Indonesia belum siap menerima kondisi seperti itu karena sudah mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap pupuk kimia dan yang terutama pola ekonomi yang belum mempersiapkan diri menghadapi perubahan yang berbeda.
Di satu pihak, perubahan yang dimaksud malah ditanggapi oleh kebijakan pemerintah menggunakan jalur subsidi yang di kurangi dengan alasan isu internasional itu. Sehingga pola ekonomi petani Indonesia mengalami penurunan drastis dan rawan akan mengarah kepada kondisi penindasanya. Seperti peralihan tanah yang dengan alasan tidak produktif tadi dialihfungsikan menjadi aktivitas yang lain dan dianggap berguna. Dan tanah pertanian tidak bisa di kelola oleh petani lagi.
Pergeseran masyarakat pertanian menuju masyarakat industri beresiko kepada kasus agraria di babak terbaru. Pada waktu dulu sistem agraria dipaksakan bercocok tanam sesuai dengan kebutuhan dagang para pemangku kekuasaan. Semua harus bekerja dengan tanaman yang dipaksa dan di tanam karena akan ada sangsi apabila tidak dilakukan. Seperti pada sistem tanam paksa dahulu.
Perkembangan pemaksaan dengan alasan kebaikan bersama itu terjadi kemudian di masa orde baru. Sepertinya program ini juga dilakukan dengan paksaan tertentu. Tentu situasi makro menjadi gambaran utama pemerintah daripada situasi mikronya. Karena saat inipun yang diperhitungkan adalah situasi makro ekonomi Negara yang didepan mata dunia mengalami kondisi positif terutama dengan lirikan investor untuk percaya terhadap kondisi ekonomi negeri ini.Â
Pertanian saat itu serentak di program untuk mengangkat pemenuhan kebutuhan pangan dunia dengan keberhasilan di swasembada beras. Logikanya bahwa, apabila ekonomi dunia merasa bisa dipenuhi dengan ekspor Indonesia, berarti kebutuhan pangan atau beras di dalam negeri Indonesia mengalami surplus. Seperti itu kira-kira hukum ekonominya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H