Perasan suka membaca bisa tumbuh karena dua hal berikut. Pertama, menemukan manfaat gemar membaca. Ini sangat penting. Tanpa memahami pentingnya gemar membaca, mustahil seseorang suka membaca. Keseringan membaca dapat membantu seseorang lebih berkualitas dalam 3 aspek; intelektual, sosial, dan fisikal.Â
Secara intelektual seseorang akan memperoleh wawasan yang kaya. Pemikirannya semakin tajam dan kreatif. Secara sosial, seseorang yang banyak membaca lebih terbuka menerima berbagai perbedaan. Setelah membaca dari banyak sumber terpercaya, seseorang tidak akan mudah terprovokasi oleh omongan-omongan keliru yang merusak kebersamaan.Â
Kemudian secara biologis, kegemaran membaca dapat mencegah terjadinya pikun. Bagi hidup secara keseluruhan, orang yang banyak membaca lebih sering bahagia. Demikian kata mantan Duta Baca Indonesia, Najwa Sihab.
Kedua, memulai dari lingkungan keluarga. Beberapa waktu lalu saya pernah berbincang dengan teman saya yang sedang melanjutkan studinya di Italia. Dalam perbincangan itu saya menumpahkan keluhan saya tentang rendahnya minat baca para siswa di Indonesia.Â
Saya bertanya, apakah itu disebabkan karena kuatnya gempuran alat komunikasi yang tampakanya lebih menarik? Kalau bukan itu, hal apa sesungguhnya yang menjadi biang kerok rendahnya minat baca para siswa kita. Teman saya menanggapi keluhan dan pertanyaan saya dengan bercerita tentang realitas yang ia amati di Italia.Â
Di sana, teknologi apapun termasuk teknologi komunikasi jauh lebih canggih melampaui yang kita miliki. Namun, masyarakat di sana tidak sampai kecanduan teknologi. Mereka bisa menjadi tuan atas hanphone yang mereka miliki.Â
Mereka tahu kapan hanphone digunakan dan kapan diistirahatkan. Di samping itu, sebelum seorang anak mengenal hanphone, ia terlebih dahulu diperkenalkan dengan budaya membaca di dalam rumah.Â
Orangtua adalah contoh dan teladan pertama membaca. Jadi, minat baca anak tidak menunggu di sekolah melalui paksaan para guru. Sekolah hanya menjadi lingkungan lain yang ikut mengkondisikan kebiasaan membaca. Minat itu sudah mulai lahir dan mengakar di dalam keluarga sehingga bertumbuh menjadi kebiasaan di mana-mana.Â
Lalu bagaimana dengan negara kita?Â
Kalau di Italia sudah membudaya, di Indonesia juga bisa, dimulai dari Anda dan saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H