Mohon tunggu...
Yogie Pranowo
Yogie Pranowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Jakarta

Lahir di Jakarta pada tanggal 8 Juli 1989. Kemudian lulus dari magister Filsafat di Stf Driyarkara tahun 2017. Buku yang sudah terbit antara lain: Perempuan, Moralitas, dan Seni (Ellunar Publisher, 2018), dan Peran Imajinasi dalam Karya Seni (Rua Aksara, 2018). Saat ini aktif menjadi sutradara teater, dan mengajar di beberapa kampus swasta, serta menjadi peneliti di Yayasan Pendidikan Santo Yakobus, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Endgame, Covid-19, dan Problem Waktu

4 April 2020   19:09 Diperbarui: 4 April 2020   19:36 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Epidemi membunuh jutaan orang jauh sebelum era globalisasi saat ini. Pada abad ke-14 tidak ada pesawat terbang dan kapal pesiar, namun Black Death menyebar dari Asia Timur ke Eropa Barat dalam waktu sedikitnya lebih dari satu dekade.

Wabah ini menewaskan antara 75 juta hingga 200 juta jiwa -- lebih dari seperempat populasi Benua Eropa dan Asia. Di Inggris, empat dari sepuluh orang meninggal akibat wabah tersebut. Kota Florence kehilangan 50.000 dari 100.000 penduduknya.

Pada bulan Maret 1520, pembawa cacar tunggal --Francisco de Egua--- mendarat di Meksiko. Pada saat itu, Amerika Tengah tidak memiliki fasilitas kereta, bus, dan bahkan keledai. Namun pada Desember, epidemi cacar menghancurkan seluruh Amerika Tengah, membunuh kira-kira hingga sepertiga dari populasi.

Pada tahun 1918, jenis flu yang sangat ganas berhasil menyebar dalam beberapa bulan ke penjuru dunia. Ini menginfeksi setengah miliar orang --lebih dari seperempat spesies manusia. Diperkirakan flu tersebut telah menewaskan 5% populasi India.

Di Pulau Tahiti 14% meninggal, sementara di Samoa presentase mencapai 20%. Secara keseluruhan pandemi ini menewaskan puluhan juta orang --terdapat perkiraan lain yaitu sekitar 100 juta jiwa--- dalam waktu kurang dari setahun. Lebih dari jumlah korban Perang Dunia I dalam empat tahun pertempuran brutal.

Sejak 1918, umat manusia menjadi semakin rentan terhadap epidemi, karena kombinasi populasi yang tumbuh dan alat transportasi yang lebih baik. Sebuah kota metropolitan modern seperti Tokyo atau Mexico City menyediakan tempat yang subur bagi pathogen dan parasit untuk mencari inangnya. Jauh lebih subur daripada Florence di abad pertengahan.

Jaringan transportasi global saat ini jauh lebih cepat daripada pada tahun 1918. Virus memiliki akses dari Paris menyebar ke Tokyo atau ke Mexico City dalam waktu kurang dari 24 jam. Karena itu manusia perlu menyadari bahwa hidup semacam ini laiknya neraka yang selalu siap menginfeksi, dengan satu demi satu wabah mematikan.

Namun, kasus dan dampak epidemi telah turun secara drastis. Meskipun terdapat wabah mengerikan seperti AIDS dan Ebola, pada abad ke-21 epidemi-epidemi ini mengancam proporsi manusia dengan angka yang jauh lebih kecil dibandingkan pada masa sebelumnya, semenjak Zaman Batu.

Hal ini kemungkinan besar dipicu oleh adanya kemampuan pertahanan terbaik manusia terhadap patogen atau parasit, yang bukan merupakan pengisolasian, melainkan informasi. Kemanusiaan telah memenangkan perang melawan epidemi-epidemi karena pertempuran antara patogen atau parasit dan dokter, diperankan dengan mutasi buta versus analisis informasi ilmiah.

***

Problem Waktu sebagai Kartu As

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun