Mohon tunggu...
Yogi Wibowo
Yogi Wibowo Mohon Tunggu... Swasta -

just a simple person

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

“Pecandu Camilan Nusantara”: Bisnis yang Muncul dari Hobi Travelling

1 November 2016   15:31 Diperbarui: 1 November 2016   16:36 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reseller di Freedom Institute (Sebelum Pindah Tempat)

Juga tidak perlu macet-macetan untuk menuju ke toko penjual camilan nusantara lainnya. Tidak perlu keluar bensin, parkir dsb. Lebih praktis dan efisien. Awalnya saya lakukan dengan sistem konsinyasi (titip baru di bayar) kepada teman-teman saya. Saya memberanikan diri mengeluarkan modal sedangkan teman-teman saya di kantor lain hanya menjualnya saja. Ini juga untuk merangsang teman-teman saya di kantor lain untuk berani memulai usaha. Hasil awal juga cukup memuaskan. Di beberapa kantor sudah berhasil saya menjual aneka camilan nusantara yang saya kumpulkan sendiri dari berbagai daerah. 

Reseller di Freedom Institute (Sebelum Pindah Tempat)
Reseller di Freedom Institute (Sebelum Pindah Tempat)
PT MMI
PT MMI
Summarecon
Summarecon
PT Meratus Line
PT Meratus Line
Namun, seperti kebanyakan pengusaha lainnya saat berdagang, tidak selamanya akan mulus. Pasti ada kendala dan resikonya. Saya pun pernah merasakan hal itu. Sistem konsinyasi yang saya pilih membuat perputaran uang terkadang lambat. Tidak cepat memperoleh untung. Selain itu, kadang ada teman yang sudah dititipi tidak serius menjual. Ya, mungkin karena tidak ada resiko pada dirinya, jadi jualannya angin-anginan saja. Akhirnya pernah beberapa kali barang tidak laku semua dan terpaksa harus diobral untuk meminimalkan rugi. 

Saya juga mengalami prediksi yang meleset bahwa tidak semua camilan nusantara yang saya datangkan dari daerah cocok rasanya dengan lidah orang di Jakarta. Sulit sekali terjual, diobral pun orang enggan beli. Padahal, saya sudah pesan cukup banyak. Akhirnya saya makan sendiri hihihih. Atau, saya bagikan ke anak-anak kecil dekat tempat tinggal saya. Berharap ini bisa menjadi sedekah yang diganti dengan rejeki yang lebih besar. Ini membuat saya pun harus putar otak untuk memilih camilan lain dari daerah tersebut. 

Meskipun tidak selamanya mulus, tapi saya puas karena saya telah berhasil menjalankan bisnis saya sendiri. Saya menganggap hal-hal tak menyenangkan selama bisnis seperti rugi adalah pengalaman berharga atau materi kuliah praktek ilmu bisnis. Tak terasa sudah setahun lebih, bisnis camilan nusantara ini saya jalankan. Sempat vacuum selama 2 bulan karena rugi tapi saya jalankan kembali meski pelan-pelan. Kali ini juga dengan perhitungan resiko yang lebih cermat.

Untuk konsinyasi, juga saya berlakukan hanya di pengambilan pertama saja dan khusus diberikan pada teman-teman terdekat saya saja serta itu pun saya batasi jumlahnya senilai besaran tertentu. Untuk pengambilan kedua dan seterusnya saya berlakukan cash. Karena saya anggap mereka yang konsinyasi pada kesempatan pertama sudah mempelajari soal gambaran pasarnya. Untuk promosi, saya juga membuat page di Facebook. Belum sempat membuat web sendiri karena waktunya belum ada untuk fokus. 

Benar juga kata si Didu, mulai dari bisnis yang realistis dulu, dari situ kita akan terus tertantang dan bisa memunculkan ide – ide bisnis baru yang lebih besar. Selain “Pecandu Camilan Nusantara”, saya juga mulai menjalankan bisnis lainnya yang sesuai dengan passion saya seperti yang pernah tersirat diuraikan di artikel lainnya. Keduanya sudah berhasil saya jalankan meskipun sebagai sampingan saja dan pelan-pelan. Di bisnis kedua apakah saya pernah mengalami rugi juga? Jawabnya pernah hehe... 

Meskipun begitu, jika waktunya sudah tiba, saya yakin usaha-usaha yang saya rintis ini akan berkembang dan maju satu hari nanti. Juga fokus bukan sebagai sampingan lagi. Akan tetapi, tentu saya juga saya sadar untuk ke arah sana saya harus siap dengan resiko dan tantangan yang juga makin “maju” dan “berkembang”... 

Nah, karena pada setiap bisnis resiko pasti ada. Bahkan ada yang bilang itu pasti tak bisa dihindari. Yang bisa dilakukan diminimalisasi. Resiko bisnis bisa berupa kerugian dari hasil penjualan atau resiko lain yang terkait dengan aktivitas bisnis. Misalnya, kecelakaan atau sakit. Ya, selama menjalankan usaha, mobilitas saya harus tinggi seperti naik kendaraan dengan membawa barang, mengantar dari kantor satu ke kantor lainnya di sela-sela pekerjaan.

Atau, saat saya travelling ke luar Jakarta, harus survey UKM dan lain-lain memungkinkan saya terkena resiko tadi. Kita sebagai manusia memang tak bisa memprediksi kapan hal-hal tak menyenangkan seperti kecelakaan atau sakit itu bisa terjadi. Oleh karena itu, saya juga mulai mencoba memikirkan asuransi untuk proteksi diri. Supaya tidak cemas dengan hal tak terduga karena sudah ada perlindungan asuransi. 

Dari sekian banyak asuransi, salah satunya saya mempelajari asuransi dari FWD Life. Saya melihat paket yang ditawarkan cukup komplit seperti perlindungan kecelakaan, klaim penyakit dan rawat inap. Selain itu di FWD Life saya juga melihat beberapa paket investasi seperti pensiun, dan pendidikkan. Ini bisa jadi pertimbangan saya untuk ke depannya bagaimana memanfaatkan hasil yang saya peroleh dari bisnis yang saya lakukan. 

Paket Investasi Pensiun dan Pendidikkan Yang Ditawarkan FWD (Sumber : https://www.fwd.co.id/id/invest/)
Paket Investasi Pensiun dan Pendidikkan Yang Ditawarkan FWD (Sumber : https://www.fwd.co.id/id/invest/)
Akhir kata, melalui tulisan ini, saya ingin mengajak banyak orang untuk memulai usahanya. Tak perlu bingung memulai usaha. Seperti yang si Dudu nasihatkan pada saya. Yaitu : mulai dari yang berhubungan dengan hobi atau passion kita. Mulai dari yang kecil, dan mulai dari sekarang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun