Kenapa NATO Ingin Berkonflik dengan Russia
Amerika Serikat semenjak Perang Dingin selalu wanti-wanti dengan Uni Soviet, bahkan Amerika rela memberikan bantuan perekonomian jumbo kepada Eropa agar negara di benua-benua itu tidak terjerumus ke ideologi komunis, dan kini sifat arogan tersebut mereka tunjukkan kembali kepada Russia, China, Iran, serta Korea Utara.Â
Amerika tidak bisa dipungkiri, dalam suatu ruang bawah tanah di Pentagon aktif mengirimkan informasi intelijen kepada Ukraina. Sejatinya meski terus berbicara mengenai perdamaian, sifat yang ditunjukkan oleh Amerika jelas berbeda. Alih-alih menggunakan cara diplomasi untuk menyelesaikan permasalahan sebelum perang pecah, Amerika justru terus melakukan provokasi menyebabkan NATO terjebak kedalam sarana provokasi itu juga.
Ukraina, negara yang didukung NATO dan Amerika kini telah luluh lantak, sementara bantuan militer terus dikirimkan menyebabkan Vladimir Putin tidak memiliki banyak cara untuk mengakhiri perang selain harus menang
Bagaimana Perang Akan Berakhir
Satu hal yang pasti atas situasi saat ini adalah Perang Russia-Ukraina cepat atau lambat akan berakhir. Negara-negara Eropa akan dihadapkan pada kondisi keraguan atas dukungan mereka terhadap Ukraina, hal ini sudah mulai nampak karena perbedaan kepentingan.Â
Satu kasus yang cukup menonjol adalah ketegangan Polandia dengan Ukraina terkait permasalahan hasil tani serta penolakan Polandia terhadap gandum Ukraina demi menjaga harga dan melindungi petani mereka. Jauh dari Eropa, beberapa anggota senat Amerika juga menunjukkan penolakan untuk mendukung Ukraina karena bantuan yang diberikan sudah sangat besar dan seharusnya tidak boleh lebih besar lagi.
Pada posisi kegagalan dukungan Eropa dan Amerika kepada Ukraina tersebutlah kemenangan Russia akan diraih. Namun sebenarnya penderitaan justru akan di mulai dari sana. Kemenangan Russia sudah dipastikan, tetapi itu bersamaan dengan kehancuran Ukraina.
Apakah Ada Solusi Lain ?
Banyak solusi yang dapat diberikan, dua diantaranya adalah pemilihan Presiden Amerika serta Kesuksesan Panglima Ukraina menggantikan Zalenski. Joe Biden tidak memiliki perhatian yang cukup untuk menjaga kestabilan dan perdamaian dunia, hal yang sama juga pemerintahannya tunjukkan pada posisi menolak gencatan senjata Israel-Palestina. Sementara Zalenski dihadapkan dengan insoliditas bersama panglima angkatan bersenjata Ukraina. Perbedaan posisi kedua pemimpin Ukraina itu sudah mulai nampak pada saat perang di Bakhmut.Â
Pergantian rezim di dua negara tersebut akan memberikan harapan besar bagi perdamaian abadi, tanpa harus menunggu Ukraina hancur total terlebih dahulu. Perdamaian abadi di Eropa mau tidak mau harus di iringi dengan penutupan pintu NATO, asal masalah saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H