Mohon tunggu...
Yogaswara F. Buwana
Yogaswara F. Buwana Mohon Tunggu... Freelancer - Pemikir Bebas

Manifesto Kaum Bodo Amat

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Gawang Bambu

15 Oktober 2021   18:28 Diperbarui: 15 Oktober 2021   18:33 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Gawang bambu yang masih bertahan

Di tengah lapangan desa yang sudah berubah

Rerumputan yang dulunya hijau kini mengering

Enggan melambai lagi seperti dulu

Bertahun-tahun lalu ku ikut menancapkan gawang itu bersama kawan

Di bawah langit senja masa muda

Berlari-lari bahagia dengan senyumannya

Walau di sana ada gerutu terucapkan

Dan keringat yang mencercah impian

Dulu makian setiap sore berterbangan

Di tepi ilalang yang  mengayun bagaikan gelombang

Namun kata-kata itu tiada terberatkan

Hanya bahagia dan senyuman yang saling berbalas umpatan

Ku tetap sendiri berdiri sore ini

Di tengah lapangan yang kering dan sepi

Akhirnya kuberanjak menuju sebuah gundukan

Menyaksikan gerombolan anak-anak yang berdatangan

Mereka segera menendang bolanya

Tapi akhirnya mereka tersadar

Tatapan heran dari kejauhan

Sebuah hentakan dalam lamunan

Karena aku adalah mereka yang dulu

Angin sore kembali berhembus

Tersadarlah bahwa mereka terlahir setelah kutinggalkan desa ini

Beberapa dari mereka beranjak mendekat

Tapi masa telah berubah

Bukan saatnya lagi

Burung wallet mulai riuh di angkasa menghiasi langit sore

Kaki ini melangkah jauh tanpa kata

Biarlah mereka merangkum cerita sendiri di masanya

Sambil bahagia di tengah deru jati yang bersahutan

Setapak langkah terhenti di jalan pulang

Sambil menatap cakrawala merah yang memancar di ufuk barat

Hawa ini masih sama seperti dulu

Dalam sepi yang kian membisu

Akan tetapi pijakan para petani memecah kesunyian ini

Masih sama...

Andai ini masa lalu tentu akan lebih leluasa

Akan tetapi sekarang sangatlah asing

Lebih baik menimbun kata mendalam

Tak perlu merenung...

Hanya ikutlah jejak yang merenta

Jauh di angan dan telah jauh dari buaian 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun