Gawang bambu yang masih bertahan
Di tengah lapangan desa yang sudah berubah
Rerumputan yang dulunya hijau kini mengering
Enggan melambai lagi seperti dulu
Bertahun-tahun lalu ku ikut menancapkan gawang itu bersama kawan
Di bawah langit senja masa muda
Berlari-lari bahagia dengan senyumannya
Walau di sana ada gerutu terucapkan
Dan keringat yang mencercah impian
Dulu makian setiap sore berterbangan
Di tepi ilalang yang  mengayun bagaikan gelombang
Namun kata-kata itu tiada terberatkan
Hanya bahagia dan senyuman yang saling berbalas umpatan
Ku tetap sendiri berdiri sore ini
Di tengah lapangan yang kering dan sepi
Akhirnya kuberanjak menuju sebuah gundukan
Menyaksikan gerombolan anak-anak yang berdatangan
Mereka segera menendang bolanya
Tapi akhirnya mereka tersadar
Tatapan heran dari kejauhan
Sebuah hentakan dalam lamunan
Karena aku adalah mereka yang dulu
Angin sore kembali berhembus
Tersadarlah bahwa mereka terlahir setelah kutinggalkan desa ini
Beberapa dari mereka beranjak mendekat
Tapi masa telah berubah
Bukan saatnya lagi
Burung wallet mulai riuh di angkasa menghiasi langit sore
Kaki ini melangkah jauh tanpa kata
Biarlah mereka merangkum cerita sendiri di masanya
Sambil bahagia di tengah deru jati yang bersahutan
Setapak langkah terhenti di jalan pulang
Sambil menatap cakrawala merah yang memancar di ufuk barat
Hawa ini masih sama seperti dulu
Dalam sepi yang kian membisu
Akan tetapi pijakan para petani memecah kesunyian ini
Masih sama...
Andai ini masa lalu tentu akan lebih leluasa
Akan tetapi sekarang sangatlah asing
Lebih baik menimbun kata mendalam
Tak perlu merenung...
Hanya ikutlah jejak yang merenta
Jauh di angan dan telah jauh dari buaianÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H