Mohon tunggu...
Yoga Nanda Khoiril Umat
Yoga Nanda Khoiril Umat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NAMA : Yoga Nanda Khoiril Umat NIM : 41521010152 DOSEN : Prof Dr Apollo, M.Si.Ak,CA,CIBV,CIBV, CIBG JURUSAN : Teknik Informatika Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aplikasi Pemikiran (A) Panopticon oleh Jeremy Bentham dan (B) Kejahatan Structural oleh Giddens Anthony

29 Mei 2023   21:41 Diperbarui: 30 Mei 2023   23:51 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumen Pribadi 

Kita akan membahas keterkaitan antara kasus korupsi dengan kejahatan struktural, pertama-pertama kita harus memahami dulu apa itu korupsi. Menurut yang dikemukan oleh Nurdjana bahwa : 

“Korupsi diartikan sebagai suatu tingkah laku dan atau tindakan seseorang yang tidak mengikuti atau melanggar norma yang berlaku serta mengabaikan rasa kasih sayang dan tolong-menolong dalam kehidupan bernegara/bermasyarakat dengan mementingkan diri pribadi/keluarga/golongannya dan yang tidak mengikuti atau mengabaikan pengendalian diri sehingga kepentingan lahir dan batin atau jasmani dan rohaninya tidak seimbang, serasi dan selaras dengan mengutamakan kepentingan lahir berupa meletakkan nafsu dunia yang berlebihan sehingga merugikan keuangan/ kekayaan negara dan atau kepentingan masyarakat/negara baik secara langsung maupun tidak langsung” (Nurdjana, 2010: 19-20).

Korupsi sebagai kejahatan struktural dipandang oleh sebagian kalangan sebagai akibat langsung dari politik kekuasaan. 'Kekuasaan' seringkali didefinisikan berdasarkan tujuan dan kemauan, yakni sebagai kemampuan mencapai hasil-hasil yang diinginkan dan dimaksudkan. Sebaliknya Parsons (1971) dan Foucault (1979) misalnya, sebagaimana dikemukakan oleh Giddens (1984: 15), memandang 'kekuasaan' sebagai milik masyarakat atau komunitas sosial. Hal ini mencerminkan dualisme antara subjek dan objek, antara agen dan struktur. 'Kekuasaan' dalam agensi menurut Giddens (1984: 14) berarti kemampuan bertindak sebaliknya atau mampu melakukan campur tangan di dunia atau menarik intervesi itu, dengan efek mempengaruhi proses atau keadaan khusus secara sadar maupun tidak. Korupsi sebagai kejahatan struktural melibatkan sarana material salah satunya adalah uang. Konsepsi Giddens dijelaskan, uang merupakan alat perentangan waktu dan ruang. Uang merupakan alat simbolis atau sarana pertukaran yang bisa diedarkan terlepas dari siapa atau kelompok mana yang memegangnya pada waktu dan tempat tertentu. Ekonomi uang (money economy) telah menjadi sedemikian abstrak dalam kondisi dewasa ini. “Money bracket time and space” (Giddens, 1991: 18).

Tindak korupsi melibatkan penyalahgunaan kekuasaan oleh individu atau kelompok yang memiliki posisi otoritas dalam sistem politik atau administrasi publik. Tindak korupsi melibatkan manipulasi, pemerasan, atau penyalahgunaan sumber daya publik untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Praktik korupsi ini seringkali mempengaruhi kebijakan publik, alokasi sumber daya, dan pembangunan masyarakat secara keseluruhan. 

Sumber gambar: Dokumen Pribadi
Sumber gambar: Dokumen Pribadi

Dalam konteks kejahatan struktural, tindak korupsi juga memperkuat dan memperburuk ketidakadilan sosial yang ada. Korupsi dapat memperbesar kesenjangan ekonomi, menghambat pembangunan yang berkelanjutan, dan menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap layanan publik. Misalnya, ketika dana publik yang seharusnya digunakan untuk penyediaan pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur disalahgunakan atau dialihkan oleh koruptor, hal ini dapat menciptakan kondisi di mana kelompok masyarakat yang rentan tidak dapat mengakses layanan penting tersebut. Ini memperburuk kesenjangan sosial dan menyebabkan peningkatan ketidakadilan yang merugikan.

Selain itu, tindak korupsi juga menciptakan lingkungan yang merusak kepercayaan dan integritas institusi publik. Korupsi menghancurkan sistem hukum yang adil, melumpuhkan mekanisme pengawasan, dan merusak etika publik. Hal ini menciptakan siklus di mana korupsi semakin mengakar dalam masyarakat, karena kepercayaan publik terhadap institusi-institusi yang seharusnya melindungi kepentingan mereka rusak. Untuk mengatasi tindak korupsi dan kejahatan struktural yang terkait dengannya, Anthony Giddens menekankan perlunya perubahan struktural dalam masyarakat. Penegakan hukum yang kuat dan transparan diperlukan untuk memerangi tindak korupsi dan memastikan pertanggungjawaban terhadap pelaku korupsi. Selain itu, reformasi politik dan pemerintahan juga penting untuk mengurangi kesenjangan kekuasaan dan memperkuat mekanisme pengawasan terhadap pengambilan keputusan yang rentan terhadap korupsi.

Dalam rangka memerangi tindak korupsi, penting untuk membangun budaya integritas dan transparansi dalam masyarakat. Kesadaran akan dampak negatif dari korupsi perlu ditingkatkan, dan pendidikan tentang etika dan nilai-nilai yang mendorong kejujuran dan pertanggungjawaban harus ditanamkan sejak dini.

Contoh Kasus Korupsi dengan kejahatan struktural yang terjadi di indonesia. 

Salah satu contoh kasus korupsi dengan kejahatan struktural yang terjadi di Indonesia adalah kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Kasus ini terjadi pada tahun 1997 dan terkait dengan dugaan penyalahgunaan dana bantuan yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada sejumlah bank yang mengalami kesulitan keuangan akibat krisis ekonomi.

Beberapa rincian dan fakta terkait kasus BLBI:

  • Latar Belakang: Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang parah. Banyak bank menghadapi masalah keuangan yang serius, dan Bank Indonesia memberikan bantuan likuiditas sebagai upaya untuk memperbaiki situasi tersebut.
  • Penyalahgunaan Dana BLBI: Dalam kasus ini, terungkap bahwa sejumlah bank yang menerima bantuan likuiditas dari Bank Indonesia diduga menyalahgunakan dana tersebut. Mereka menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi, seperti memperkaya diri sendiri atau mengalihkannya ke perusahaan atau proyek pribadi.
  • Keterlibatan Pejabat dan Pengusaha: Kasus BLBI melibatkan beberapa pejabat pemerintah dan pengusaha yang diduga terlibat dalam praktik korupsi dan penyalahgunaan dana. Mereka diduga menerima suap atau mengatur aliran dana untuk keuntungan pribadi.
  • Besarnya Kerugian Negara: Menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara akibat kasus BLBI mencapai triliunan rupiah. Dana bantuan yang seharusnya digunakan untuk memulihkan kondisi perbankan dan perekonomian justru dimanfaatkan secara tidak sah oleh sejumlah pihak.
  • Penanganan Hukum: Kasus BLBI telah ditangani oleh aparat penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung. Beberapa tersangka telah diadili dan divonis bersalah atas tindak korupsi terkait kasus ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun