Penulis: Yoga Nanda Pratama & Joshua Leonard Aldriano Marbun
Dunia dikejutkan dengan kehadiran Corona Virus Disease, selanjutnya dikenal dengan sebutan "Covid-19" yang menjadi alasan utama mengapa pandemi yang berkepanjangan ini terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Datang dari Wuhan, China, pandemi ini menyebar ke seluruh dunia dengan penyebaran yang sangat cepat. Penyebaran yang sangat cepat di seluruh Negara-negara di dunia ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang terdampak akibat penyebaran Covid-19 tersebut.
Dengan melalui penelitian panjang, ditetapkanlah bahwa virus ini menyebar melalui tetesan atau partikel-partikel kecil (droplet) yang keluar dari mulut dan hidung seseorang yang telah terkontaminasi saat mereka batuk, bersin, dan bahkan berbicara.Â
Dengan cara penyebaran yang dinilai sangat masif tersebut, maka pemerintah Republik Indonesia dengan segala kapabilitasnya berupaya untuk membentuk sebuah formula penanganan penyebaran virus corona tersebut. Dan ditetapkanlah bahwa cara yang paling tepat untuk membatasi penyebaran virus corona tersebut adalah dengan tetap menjaga masyarakat Indonesia agar tidak terkena droplet dari virus tersebut dengan mengharuskan masyarakat menjaga jarak satu sama lain (physical distancing) (Nasruddin & Haq, 2020).Â
Seiring berjalannya waktu, kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut mengalami modifikasi-modifikasi seperti, munculnya social distancing yang merupakan sebuah bentuk pembatasan kegiatan sosial masyarakat seperti membatasi proses belajar mengajar secara tatap muka di sekolah, membatasi kegiatan konsumtif pasar, dan bahkan kegiatan perkantoran secara langsung di sebuah ruangan atau lingkungan yang sama juga dilarang.Â
Dari kebijakan tersebutlah muncul suatu program pemerintah yang mengharuskan para pekerja baik negeri maupun swasta untuk bekerja dari rumah masing-masing atau yang lebih dikenal dengan istilah "Work From Home" (WFH).
WFH merupakan sebuah skema bekerja dari jarak jauh yang termasuk dalam konsep telecommuting yang sebenarnya bukanlah hal baru dan telah dilakukan sejak tahun 1970-an untuk mengurangi dampak kemacetan akibat tingginya aktivitas "pulang-pergi" dari dan menuju perkantoran (Mungkasa, 2020). Namun di masa pandemi seperti saat ini, Work From Home diterapkan sebagai wujud aktualisasi dari social distancing yang bertujuan untuk mengurangi interaksi sosial di masyarakat untuk mengurangi penyebaran virus corona. Secara fundamental, penerapan WFH didasari oleh UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang berisi:
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
Keselamatan dan kesehatan kerja;
Moral dan kesusilaan; dan
Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Mengacu pada ayat (1) diatas, maka jelaslah bahwa negara wajib menjamin adanya keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam hal ini juga termasuk para pegawai negeri maupun swasta di masa pandemi ini.
Work From Home secara umum ditujukan untuk golongan kerja baik negeri maupun swasta di dalam aspek perekonomian. Namun, bukan berarti hal seperti ini tidak bisa diterapkan kepada aspek-aspek kehidupan bernegara lainnya seperti aspek pendidikan yang memiliki urgensi sama dalam menuntut jaminan atas keamanan dan kesehatan. Menariknya, bahwa program yang ditujukan untuk aktivitas perkantoran seperti ini, juga bisa diterapkan kepada aktivitas pendidikan dengan adaptasi pendekatan dari formatur Work From Home diatas.
Secara komprehensif, Covid-19 menyerang hampir seluruh aspek-aspek fundamental dalam kehidupan bernegara, terutama pendidikan. Pendidikan disebut-sebut sebagai aspek fundamental karena pendidikan menjadi dasar utama bagi sebuah Negara untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas untuk menjaga stabilitas dan memajukan negara tersebut, termasuk Indonesia. Dan saat ini, pendidikan menjadi aspek penting kehidupan bernegara yang harus merasakan dampak dan akibat dari meluasnya pandemi Covid-19 di Indonesia.Â
Pendidikan yang sejak dahulu kala dilaksanakan melalui proses belajar mengajar (PBM) antara tenaga pendidik dan peserta didik yang ditempatkan pada suatu ruangan, kelas, atau lingkungan yang sama, kini harus melalui transformasi yang cukup signifikan dalam pelaksanaannya. Kini metode pembelajaran secara tatap muka seperti yang telah terpatri sejak lama didalam paradigma masyarakat terhadap konsep pendidikan, dinilai sudah tidak lagi relevan dan bahkan dinilai berbahaya untuk tetap dilakukan selama masa pandemi ini. Oleh karena itu, munculah sebuah rancangan metode pembelajaran baru yang biasa dikenal dengan metode pembelajaran "daring".Â
Metode pembelajaran daring merupakan salah satu metode pembelajaran yang tidak melibatkan peserta didik dan tenaga pendidik dalam satu tempat yang sama dan tidak bertatap muka, melainkan melalui platform online yang membantu proses pembelajaran tetap terlaksana dengan baik (Handarini & Wulandari, 2020).Â
Selain perubahan terhadap metode belajar, tentunya dengan adanya pandemi Covid-19 di Indonesia juga berpengaruh terhadap kualitas output atau hasil dari pendidikan itu sendiri terhadap para peserta didik. Pasalnya melaksanakan pendidikan secara daring bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan dikarenakan adanya keterbatasan komunikasi dalam penyampaian materi-materi pembelajaran dan begitu pula terdapat keterbatasan dalam menyerap ilmu yang diberikan.
Disamping memberikan perubahan terhadap metode belajar, pandemi juga menyebabkan terjadinya limited information access atau keterbatasan akses informasi di bidang pendidikan. Ini disebabkan oleh adanya keterbatasan pengadaan jaringan internet di seluruh pelosok Indonesia. Sehingga dengan keterbatasan jaringan internet tersebut, akan sangat menyulitkan peserta didik untuk memperoleh ilmu yang sedia kala bisa disampaikan dengan mudah oleh tenaga didik atau guru dan dosen. Selain itu, pendidikan secara daring membutuhkan kemampuan teknologi dalam pelaksanaan dan pengoperasiannya sehingga mengharuskan seluruh peserta didik dan bahkan orang tua untuk mahir dalam pengoperasian teknologi terutama komputer dan platform-platform belajar online lainnya. Kesulitan-kesulitan seperti ini menjadi permasalahan umum yang bisa ditemukan hampir di seluruh lembaga pendidikan seperti Universitas, Politeknik, Sekolah Tinggi, dan termasuk Akademi Kepolisian sebagai salah satu lembaga pendidikan di Indonesia.
Akademi Kepolisian merupakan lembaga pendidikan Polri yang setara dengan pendidikan di jenjang Strata-1 seperti di universitas-universitas di Indonesia lainnya. Namun dalam teknis pelaksanaannya, Akpol memiliki sistem pendidikan yang berbeda dengan Universitas-universitas atau Sekolah Tinggi lainnya. Pendidikan di Akademi Kepolisian terbagi atas 3 komponen utama yaitu:
- Pengajaran
- Pelatihan
- Pengasuhan
Ketiga komponen pendidikan tersebut diatas disebut dengan istilah "jarlatsuh" yang menjadi dasar dan acuan pendidikan di Akademi Kepolisian. Dan dengan adanya sistem jarlatsuh, maka pendidikan di Akademi Kepolisian tidak terbatas hanya pada pencapaian ilmu pengetahuan semata, namun juga pada pencapaian kemampuan keterampilan, pembentukan karakter, kesamaptaan jasmani, dan kesehatan.
Dapat dipahami bahwa pendidikan di Akademi Kepolisian juga mengedepannya beberapa aspek penilaian disamping pengetahuan, yaitu seperti Keterampilan, Karakter, Jasmani, dan Kesehatan. Di aspek pengetahuan, taruna selaku peserta didik menjalankan kegiatan perkuliahan seperti pada umumnya dengan dosen sebagai pengampu mata kuliah.Â
Pada aspek keterampilan, taruna Akpol dituntut untuk ahli dalam keterampilan-keterampilan kepolisian seperti Menembak, Bela diri, Peraturan Baris-Berbaris (PBB), Penggerebekan, Mengemudi, dll. Aspek selanjutnya adalah karakter dimana penilaian terhadap karakter dinilai dari kedisiplinan taruna untuk tepat waktu, patuh pada aturan dan tidak melanggar.Â
Pada aspek Jasmani taruna Akpol harus  memiliki kemampuan fisik dan jasmani yang baik dengan terus dilatih dan diuji setiap 6 bulan sekali melalui Tes Kesamaptaan Jasmani (TKJ) seperti lari, push-up, sit-up, pull-up, dan renang. Dan terakhir, di aspek kesehatan taruna harus memiliki status kesehatan yang baik dengan dilakukannya medical & general check-up kepada setiap taruna setiap 6 bulan sekali.Â
Sebelum terjadinya pandemi di Indonesia, semua sistem pendidikan di atas dilaksanakan di Akademi Kepolisian yang berlokasi di Semarang, Jawa Tengah. Namun, setelah pandemi terjadi, maka layaknya lembaga pendidikan lainnya di Indonesia, Akademi Kepolisian juga harus segera merancang sistem pendidikan yang relevan dengan kondisi saat ini, yang secara konsep memiliki kesamaan dengan metode Work From Home.
Untuk itu, sebagai bentuk respon terhadap program pemerintah yaitu Work From Home yang mengharuskan aktivitas perkantoran berjalan dari rumah masing-masing, maka pendidikan pun harus berjalan dengan cara yang sama dengan belajar dari rumah demi keselamatan peserta didik. Banyak istilah yang digunakan dalam menamai program pembelajaran yang dilaksanakan dari rumah masing-masing layaknya WFH, ada yang menyebutnya dengan istilah daring, Study From Home (SFH), E-Learning, dll. Namun di sisi lain sebagai salah satu lembaga pendidikan Polri, Akademi Kepolisian memiliki program rancangan sendiri yang kemudian secara konsepsi tetap didasari oleh pembelajaran berbasis daring. Program tersebut dinamai dengan Distance-Based Learning Program atau dikenal dengan Program Pembelajaran Jarak Jauh (PPJJ).
Distance-Based Learning Program yang selanjutnya disebut dengan Program Pembelajaran Jarak Jauh (PPJJ) merupakan sebuah sistem pendidikan Akademi Kepolisian yang berbasis jarak dengan memanfaatkan internet sebagai komponen utama pendidikan dan dilaksanakan di lingkungan rumah masing-masing taruna. PPJJ adalah sebuah sistem pendidikan Akademi Kepolisian yang dirancang secara khusus oleh Akpol selaku Lembaga Pendidikan Polri agar keberlangsungan pendidikan di Akademi Kepolisian tetap terjaga dan bisa berjalan sebagaimana mestinya. Akademi Kepolisian secara khusus merancang sistem pendidikan PPJJ ini sebagai bentuk respon terhadap keadaan Indonesia yang sedang berada dalam pandemi Covid-19. Sama seperti kondisi pendidikan di berbagai sekolah ataupun universitas di Indonesia, Akademi Kepolisian juga harus menjamin keamanan dan kesehatan taruna selaku peserta didik. Program PPJJ pertama kali diperkenalkan dan diterapkan pada Agustus 2020, dimana pada saat itu angka penyebaran kasus positif Covid-19 berada dalam tahap sedang menanjak.
Program PPJJ Akademi Kepolisian memiliki tujuan yang sama dengan penerapan WFH, yaitu untuk mengalihkan kegiatan pendidikan yang semulanya dilakukan secara langsung di Akademi menjadi tidak langsung dengan berada di rumah masing-masing. Dengan kesamaan tujuan tersebut, maka PPJJ dapat disebut sebagai modifikasi dari WFH di bidang pendidikan.Â
Dalam pelaksanaan PPJJ ini tentunya memerlukan banyak pertimbangan dan persiapan agar program tersebut dapat berjalan dengan lancar. Penerapan program PPJJ tersebut harus tetap berorientasi kepada harapan capaian belajar taruna Akademi Kepolisian.
"To accomplish great things, we must not only act, but also dream, not only plan, but also believe", kalimat dari Anatole France yang merupakan sastrawan Prancis di atas membawa pembahasan panjang ini kepada suatu kesimpulan bahwa untuk mewujudkan Indonesia yang maju, kita tidak hanya bertindak, namun juga bermimpi, tidak hanya berencana, namun juga harus percaya.Â
Semua sikap optimis dari generasi muda Indonesia yang percaya kepada kekuatan bangsanya sendiri akan sangat membantu dalam mewujudkan Indonesia maju dan bebas dari Covid-19. Disamping itu, perlu dipahami pula bahwa untuk mewujudkan generasi muda Indonesia yang optimis, terlebih dahulu perlu menghadirkan rasa tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi dengan cara mewujudkan pendidikan yang layak demi meningkatkan Produktivitas dan Kreativitas generasi muda dalam membawa Indonesia maju dan bebas dari pandemi Covid-19.
DAFTAR PUSTAKA
Â
Mungkasa, O. (2020). Bekerja dari Rumah (Working From Home/WFH): Menuju Tatanan Baru Era Pandemi COVID 19. The Indonesian Jurnal of Development Planning, 4(2), 126-150.Â
Handarini, O.I., & Wulandari, S.S. (2020). Pembelajaran Daring sebagai Upaya Study From Home (SFH). Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran (JPAP)I, 8(3), 496-503.
Nasruddin, R., & Haq, I. (2020). Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Salam: Jurnal Sosial & Budaya Syar-I, 7(7), 639-64. Doi: https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i7.15569
Harisuddin, M.I, (2019). Secuil Esensi Berpikir Kreatif & Motivasi Belajar Siswa. Bandung : Panca Terra Firma.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H