Kakek: "Aku akan bicarakan ini dengan Bazi. Mungkin ini bisa membantunya berubah."
Setelah itu, Kakek membahas hal ini dengan Bazi dan bertanya apakah ia mau dan siap untuk berkeluarga.
Kakek: "Bazi, bagaimana kalau kau menikah? Ada seorang gadis di desa sebelah yang butuh pendamping. Apakah kau siap untuk berkeluarga?"
Bazi: "Jika itu bisa membantuku berubah, aku siap, Kek." Kakek: "Bagus, kita akan mengatur semuanya. Kau harus memulai hidup baru." Akhirnya, dengan dukungan warga desa dan saudara-saudaranya, terjadilah pernikahan antara Bazi dan gadis tersebut. Mereka menerima semua pengeluaran acara dan berjanji untuk membayarnya dengan sabar. Orang-orang di kampung merasa bangga dan senang, percaya bahwa Bazi akan berubah karena sudah memiliki teman hidup.
       Hari-hari berlalu, Bazi dan istrinya bekerja keras untuk melunasi utang mereka. Mereka ikut dalam sebuah arisan yang memiliki banyak anggota hingga tujuh puluh orang. Beberapa tahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak. Mereka tetap tinggal di rumah di tengah hutan. Setelah tiga tahun, mereka memiliki tiga anak: satu perempuan dan dua laki-laki. Namun, anak pertama mereka jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit.
Bazi berbicara dengan dokter.
Dokter: "Anak Anda sakit parah, Bazi. Kami akan melakukan yang terbaik, tetapi Anda harus siap menghadapi kemungkinan terburuk."
Bazi: "Tolong lakukan apa saja untuk menyelamatkannya, Dokter."
     Beberapa hari kemudian, anak mereka meninggal dunia. Orang-orang di desa memutuskan untuk menguburkannya di rumah saudara Bazi agar lebih mudah diakses.
    Saudara istrinya datang ke rumah saudara Bazi untuk menanyakan kabar adiknya dan anaknya. Mereka baru mengetahui bahwa anaknya telah meninggal dan merasa sedih karena tidak diberi tahu.
    Bazi dan istrinya berbicara dengan saudara mereka.
Saudara: "Kami baru saja tahu tentang kematian anakmu. Kenapa tidak ada yang memberi tahu kami?"
Istri Bazi: "Kami terlalu sibuk mengurus semuanya, kami minta maaf."
Saudara: "Kau harus tinggal bersama kami sementara waktu. Kami ingin membantu." Istri Bazi: "Baiklah, kami akan tinggal bersama kalian."
     Namun, setelah beberapa minggu, bulan, dan tahun, istri Bazi tidak kembali, membawa satu anak mereka. Bazi kembali hidup sendiri dengan satu anak yang tersisa, merasakan kehilangan arah dan tujuan hidupnya.
    Bazi kembali sendiri di rumahnya di hutan. Bazi: "Hidupku kembali ke kesunyian. Aku kehilangan arah dan tujuan. Tapi mungkin kesunyian inilah yang menjadi rumahku sejati."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H