Mohon tunggu...
yoel anggara saputra
yoel anggara saputra Mohon Tunggu... Penulis - Siswa SMA Kolese Loyola

bio

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Simpanse sebagai Objek Uji Coba, Pantaskah Dilakukan?

23 Agustus 2019   07:00 Diperbarui: 23 Agustus 2019   08:29 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

HIV merupakan salah satu virus yang sangat mengerikan. Hingga saat ini, obat yang dapat menyembuhkan seseorang dari virus ini belum benar-benar dapat ditemukan. 

Sudah banyak nyawa yang melayang karena virus ini. Virus ini juga menyebar karena kebiasaan buruk yang dilakukan oleh manusia. Lalu, bagaimana obat dari virus ini dapat ditemukan? Tentunya perlu dilakukan sebuah penelitian. 

Penelitian ini juga tentunya tidak lepas dari banyak percobaan yang akan banyak dilakukan. Bagaimana dengan objek dari percobaan tersebut? Kali ini akan dibahas mengenai simpanse sebagai objek uji coba. Apakah pantas dan tepat menggunakan simpanse sebagai bahan uji coba? Mari kita bahas.

HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh. Virus ini menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. CD4 sebenarnya merupakan bagian dari sel darah putih yang dijadikan sebagai penanda atau marker dari sistem kekebalan tubuh seseorang. Sehingga, ketika jumlah CD4 menurun, berarti sel darah putih dari orang tersebut juga menurun. 

Padahal, sel darah putih berperan dalam memerangi infeksi-infeksi di dalam tubuh. Sehingga, hal inilah yang menyebabkan kekebalan tubuh menurun pada penderita virus HIV. 

Terdapat dua jenis HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Para ilmuwan melaporkan, setengah dari garis keturunan jenis utama virus HIV-1 berasal dari gorila. Para peneliti juga mengidentifikasi simpanse di Kamerun bagian selatan sebagai sumber dari kelompok M HIV-1. 

Sementara, virus HIV-2 kurang mudah menular dibandingkan HIV-1. Perkembangannya juga lebih lambat untuk AIDS. HIV-2 ditularkan oleh monyet mangabey di Afrika Barat.  

Virus ini menyebar pada manusia melalui hubungan seks baik melalui vagina maupun dubur(anal). Juga dapat ditularkan melalui seks oral, namun hanya ditularkan jika terdapat luka di mulut penderita. Viurs ini juga ditularkan melalui jarum suntik yang dipakai secara bergantian. 

Juga dapat ditularkan melalui transfusi darah jika menerima darah dari penderita HIV. Juga bisa ditularkan dari seorang ibu dengan HIV kepada bayinya(sebelum atau selama kelahiran) dan saat menyusui. 

Orang yang memiliki penyakit menular seksual(PMS) lainnya, seperti gonore karena virus HIV akan sangat mudah masuk saat sistem kekebalan tubuh lemah. Juga bisa melalui kontak darah, air mani, atau cairan vagina dari orang yang memiliki infeksi HIV pada luar terbuka seseorang.

Menurut data dari UNAIDS, 36,9 juta masyarakat di berbagai belahan dunia hidup bersama HIV dan AIDS pada 2017. 1,8 juta diantaranya dalah anak-anak di bawah 15 tahun, dan lainnya sebanyak 35,1 juta penderita merupakan orang dewasa. 

Di Indonesia terdapat 620 ribu jiwa penderita HIV. Sementara, angka kematian yang disebabkan oleh virus HIV ini mencapai 940.000 jiwa. Dimana sebanyak 830.000 diantaranya merupakan orang dewasa dan 110.000 diantaranya merupakan anak-anak.

Sampai saat ini, obat untuk menyembuhkan virus HIV ini belum bisa ditemukan. Namun, tindakan yang bisa dilakukan yaitu memberikan obat untuk memperlambat perkembangan virus tersebut dalam tubuh manusia. 

Yaitu dengan memberikan terapi antiretroviral (ART) yang akan membuat seseorang dengan HIV dapat hidup lebih lama dan lebih sehat walaupun tidak dapat menyembuhkan virus HIV itu sendiri.  

Tujuan diberikannya ART yaitu untuk mencegah dan mengurangi HIV berkembang biak dan membuat salinannya sendiri. Sehingga, jumlah virus HIV di dalam tubuh tidak terus bertambah.

Bagaimanapun juga, obat dari HIV ini harus segera ditemukan supaya tidak ada lagi nyawa yang hilang karena terkena HIV dan AIDS. Menurut data dari Tentu, diperlukan penelitian yang cukup rumit dan panjang untuk dapat menemukan obat dari virus HIV ini yag dapat benar-benar menyembuhkan, bukan hanya bersifat memperlambat penyebaran. 

Dalam penelitian-penelitian ini, tentu diperlukan objek uji coba. Dalam berbagai penelitian terhadap obat, hewan  sering dijadikan sebagai bahan dalam percobaan. 

Hal ini karena, pada beberapa hewan, mereka memiliki kesamaan DNA dengan manusia  dengan angka persentase yang cukup tinggi. Hewan yang sering digunakan sebagai bahan percobaan dalam membuat obat yaitu mamalia, terutama primata. Dalam hal ini, kita akan membahas simpanse sebagai bahan uji coba penyakit HIV.

Dalam hal ini, simpanse yang dijadikan sebagai bahan percobaan dalam menemukan obat dari virus HIV ini. Simpanse sendiri merupakan salah satu primata yang memiliki beberapa kesamaan dengan manusia, terutama pada DNA. 

Disebutkan di beberapa sumber bahwa simpanse berbagi 99% DNA yang sama dengan manusia. Simpanse juga memiliki banyak kemiripan lain dengan manusia baik secara fisiologi, anatomi, dan bagian-bagian lainnya. Simpanse juga memiliki beberapa sifat yang telah diamati oleh para peneliti yang sangat mirip dengan manusia. Sifat-sifat ini terlihat dalam keseharian simpanse tersebut. 

Dalam hal ini DNA lah yang akan menjadi perhatian utama mengapa simpanse harus dijadikan bahan uji coba dalam menemukan obat dari virus HIV ini. Ada beberapa alasan yang akan disampaikan mengapa simpanse digunakan dalam percobaan untuk menemukan obat dari virus HIV.

Yang pertama dan yang utama yaitu karena kesamaan DNA antara simpanse dan manusia. Faktor DNA ini akan memudahkan para peneliti dalam melakukan percobaan. Secara mudah dapat diartikan bahwa jika simpanse tersebut mengalami beberapa dampak dari percobaan tersebut, maka hal yang sama juga akan terjadi pada manusia. 

Dari kesamaan DNA ini juga dapat diartikan bahwa simpanse memiliki kesamaan anggota-anggota tubuh, termasuk organ-organ tubuh. Maka kita dapat memperkirakan beberapa hal yang akan terjadi seperti contohnya efek samping yang akan terjadi pada manusia dari obat yang dicobakan pada simpanse. Hal ini dapat mengurangi resiko akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. 

Yang kedua yaitu belum adanya objek uji coba lain atau alternatif lain yang lebih meyakinkan daripada hewan terutama simpanse yang dibahas pada kesempatan kali ini. 

Seperti kita ketahui, banyak keuntungan yang telah didapatkan manusia dengan memanfaatkan hewan sebagai objek uji coba dalam pengujian obat-obatan. 

Hal ini karena pengujian pada hewan dapat mencegah manusia dari efek racun ataupun bahaya lainnya dari suatu obat baru. Selain itu, beberapa hewan juga memiiki kesamaan gen dengan angka persentase yang cukup tinggi dengan manusia.

Yang ketiga yaitu sudah ada prosedur tersendiri dalam menggunakan hewan sebagai objek uji coba. Prosedur yang harus dilalui juga banyak, sangat ketat, dan tidak sembarangan. 

Bahkan, sudah ada peraturan yang secara tegas mengatur tentang penggunaan hewan dalam percobaan, salah satunya yaitu SK Menhut 26/Kpts/1994, dimana disampaikan bahwa hewan untuk penelitian tidak boleh diambil dari alam. 

Para peneliti juga harus melalui banyak tahap pemeriksaan hingga akhirnya mendapatkan ijin. Tentunya, dapat disimpulkan bahwa hak-hak dan kesejahteraan hewan-hewan ini dijamin dengan adanya prosedur-prosedur ini.

Bila kita berbicara mengenai etis atau tidak etis dalam penggunaan simpanse sebagai objek uji coba, sebenarnya hal itu tidak perlu dipertanyakan kembali. 

Bila kita pikirkan kembali, memang, hewan-hewan ini mempunyai hak untuk hidup, tetapi bisa kita katakan bahwa kita memilii kepentingan yang berada di atas hewan-hewan ini. 

Apakah kita harus membiarkan saudara-saudara kita diluar sana meregang nyawa karena HIV hanya karena kita tidak ingin mengorbankan hewan-hewan ini? Sebenarnya, saudara-saudara kita inilah yang memiliki hak untuk hidup dan harus diberi dan mendapat pertolongan dari kita. 

Mereka lah sesama kita dan harus terlebih dahulu ditolong. Jangan hanya karena kita tidak mau mengorbankan hewan-hewan ini sebagai objek percobaan tetapi malah membiarkan sesama kita meninggal dunia di luar sana, padahal sebenarnya kita dapat menolong mereka. 

Lagipula, juga sudah ditetapkan kode etik yang akan menjamin kesejahteraan hewan dalam percobaan tersebut dan beberapa tahap pemeriksaan, termasuk beberapa peraturan yang sudah dibuat. 

Jadi, kita tidak bisa semudah itu menyimpulkan bahwa pemakaian simpanse dalam uji coba HIV ini tidak boleh dilakukan karena hanya akan menyengsarakan objek uji coba yang dipakai yaitu simpanse. 

Kita juga harus berpikir dengan memikirkan kepentingan antara kedua belah pihak dalam kasus ini yaitu simpanse dan manusia. Jadi, menurut saya, saya tetap menyatakan setuju bahwa simpanse digunakan dalam percobaan untuk menemukan obat dari virus HIV ini. 

Daftar pustaka:

kumparan.com/@kumparansains
cnnindonesia.com 
liputan6.com
pkbi-diy.info
alodokter.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun