Mohon tunggu...
Yohanes Bara
Yohanes Bara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Founder TOBEMORE Learning Center Bekerja di Majalah BASIS dan Majalah UTUSAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keterampilan Refleksi, Keterampilan Hidup

27 Februari 2018   15:34 Diperbarui: 27 Februari 2018   15:47 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua bulan terakhir saya berlatih gym,dua hari sekali, dua jam sekali berlatih, secara bergantian otot lengan, dada, perut, pundak, dan punggung. Saya merasa belum banyak perubahan, tetapi teman-teman yang jarang bertemu melihat perubahannya. Badan saya katanya lebih kekar dan berisi.

Ternyata, 8 jam berlatih dalam seminggu mengubah bentuk tubuh saya. Berati sebuah latihan yang dilakukan terus menerus, apapun  latihannya, pasti menghasilkan. Membaca 30 -- 60 menit sehari pasti membuat otak lebih pintar, bukan nampak dari ukuran otak yang membesar tetapi kepandaian yang bertambah baik. Kepandaian seperti udara dingin, bisa dirasakan meski tidak terlihat.

Lalu bagaimana jika melatih jiwa kita seperti berlatih gym? Dilakukan rutin dan terus menerus, jiwa itu akan lebih "kekar", lebih "atletis", dan lebih sehat. Bagaimana caranya?

Siapa yang paling mengenal diri sendiri? Jawabannya, Tuhan dan diri itu sendiri. Persoalannya, kita belum bertemu Tuhan sebelum meninggal. Solusinya, kita bisa bertanya pada diri sendiri siapa diri kita. Tetapi masalah paling besar adalah tidak banyak orang yang mengenal dirinya sendiri, tidak tahu apa yang menyebabkannya marah, sedih, kecewa, senang, gembira, dan perasaan lain.

Tidak mengenal diri itu penyebab utama seseorang terombang-ambing di tengah dunia yang riuh. Jika seseorang bisa mengenal diri, ia dapat melakukan disposisi batin -- menyadari perasaan. Segala perasaan itu netral, siapa saja boleh marah, gembira, sedih, atau senang. Menjadi tidak netral ketika seseorang tidak dapat mengendalikan perasaan itu.

Lalu, bagaimana caranya mengenal diri?

Caranya dengan rajin melakukan refleksi, refleksi adalah bukanlah metode yang suci atau saleh, refleksi adalah salah satu cara hidup yang sederhana, sesederhana manusia butuh minum. Refleksi berari pantulan, bercermin, melihat diri sendiri. Tak perlu dengan teoti yang tinggi-tinggi, refleksi ya bercermin, hanya saja bukan fisik yang akan kita lihat, melainkan jiwa.

Sekali lagi perlu kita sadari, berlatih apapun tidak akan pernah mudah, selalu ada gangguan yang datang ketika seseorang berkomitmen melakukan sesuatu. Misalnya saja ketika saya berpuasa makan sambal, berat sekali rasanya, setiap kali melihat sambal selalu menelan ludah tanda berat menahan rasa ingin. Padahal, ketika tak ada komitmen puasa sambal, tak ada masalah apa-apa ketika tak makan sambal.

Persis, ketika berkomitmen membaca buku 20 menit sehari, selalu saja ada tantangannya. Ketika berkomitmen olahraga dua hari sekali, ada saja habatannya. Dan ketika kita mulai berkomitmen melakukan refleksi setiap hari, pasti selalu ada hambatan. Sederhananya, ada suatu energi yang menjauhkan kita menuju arah yang lebih baik. Ketika kita tak ada keinginan kesana tak akan ada hambatan, tetapi ketika ada keinginan menuju yang lebih baik, godaan akan datang.

Keterampilan mengenali godaan-godaan yang merintangi kita menuju sesuatu yang lebih baik akan kita latih pada bagian lain, bagian ini kita fokus pada refleksi.

Berikut adalah tahap-tahap refleksi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun