Gadis cilik itu menengadah ke langit. “Sebentar lagi hujan,” batinnya. Dia tahu kapan akan hujan. Bau tanah dan suhu udara yang meningkat membuatnya yakin bahwa hujan sedang dalam perjalanannya. Ini artinya dia harus segera mencari tempat berteduh yang tidak hanya melindunginya dari air hujan, tapi juga dari angin dingin yang datang bersamaan dengan hujan.
Hari ini tempat tinggalnya tidak sama dengan kemarin. Sejak ibunya meninggal karena tergilas truk, dia tidak memiliki siapa-siapa lagi dan memutuskan tidak lagi menjadi gelandangan menetap seperti saat ibunya masih ada.
Dulu, saat ibunya ada, mereka selalu tidur di alun-alun kota. Tapi tempat itu sekarang hanya mengingatkannya pada ibunya, dan dia tidak suka. Dia memutuskan untuk pergi kemana kakinya membawanya. Tidur di tempat nyaman pertama yang dilihatnya. Terkadang di emperan toko roti, yang mana artinya dia harus bangun pagi-pagi sekali sebelum diusir pemilik toko. Terkadang di kolong jembatan layang, jika udara tidak terlalu dingin.
Hari ini dia memutuskan untuk pergi ke gang yang kemarin dia lewati. Gang itu atasnya tertutup seng, dan ada tempat sampah yang ditutup oleh triplek. Dia mungkin akan berteduh di sana sambil menunggu hujan berhenti.
Hari ini dia belum mendapat uang sedikit pun. Terpikir olehnya untuk kembali mengemis seperti dulu. Tapi dia tidak mau lagi mengemis di jalan raya sejak ibunya meninggal. Ibunya meninggal ketika sedang mengemis. Mungkin pengemudi truk itu tidak melihat karena hujan yang sangat deras, mungkin juga ibunya yang menyeberang jalan tanpa melihat kiri dan kanan. Ibu dan adiknya meninggal di tempat, meninggalkannya seorang diri di dunia yang begitu besar ini.
Sejak tidak mengemis, ia mencari uang dari mengumpulkan plastik bekas minuman kemasan. Ada beberapa pemulung yang mau membelinya, atau menukarkannya dengan sepiring nasi.
Sambil meringkuk di atas tempat sampah sambil memeluk lututnya ia ingat kejadian kemarin. Seorang anak laki-laki berusia 16 tahun menawarinya uang 5000. Tentu saja ia tidak menolak. “Tapi ada syaratnya,” kata anak laki-laki itu. “Apa syaratnya,” tanyanya polos.
“Malam ini kau temani aku. Tidur dengan aku,” kata anak laki-laki itu.
“Ngapain?” jawabnya lugu
“Besok malam, temui aku di tempat ini. Malam ini ada anak lain yang akan tidur dengan aku.”
Dia juga tidak tahu dari mana anak laki-laki itu mendapat uang. Mungkin ia kerja di pabrik. Kata orang, bekerja di pabrik itu akan mendapat uang yang cukup besar. Mungkin 20 ribu setiap hari.
Saat ini jam 4 sore, artinya tiga jam lagi sebelum ia bertemu dengan anak laki-laki itu. Matanya terpejam seperti tertidur. Tapi ia tidak tertidur. Isi kepalanya terus saja berputar. Apa yang akan dilakukan anak laki-laki itu padanya. Dia pernah melihat temannya berusia 12 tahun memiliki perut membuncit. Ketika ia bertanya, katanya itu akibat tidur dengan seorang anak laki-laki berusia 17 tahun.
Sekarang temannya itu meninggal. Orang-orang mengatakan dia tidak kuat menahan sakitnya melahirkan. “Apakah tidur dengan anak laki-laki akan membuat seorang wanita melahirkan?” pikirnya.
Ia tidak mau mati. Ia belum siap. Walau sering juga ia berpikir ingin menyusul ibu dan adiknya. Namun setiap kali bayangan kematian selalu membuatnya bergidik ketakutan. Apa yang akan terjadi setelah kematian?
Ada orang bilang bahwa setelah kematian kita akan disiksa dalam neraka. Seperti dibakar terus menerus. Tapi ada juga yang bilang setelah kematian kita akan digiring masuk ke surga oleh para malaikat. Tapi mana yang benar dia tidak tahu. Ada saja kemungkinan di antara keduanya, bukan? Bagaimana jika yang benar adalah yang pertama? Disiksa dalam api yang terus menerus?
Ia terus berpikir. Andai saja ada yang bisa dimintai pendapat. Tapi ia tidak punya siapa-siapa. Baginya, lima ribu rupiah itu jumlah yang cukup besar. Bisa untuk satu kali makan, malah ada sisa. Tapi dia sama sekali tidak dapat menebak apa yang akan dilakukan anak itu.
Katakanlah dia lolos dari kematian, memiliki anak tidak ada dalam rencananya. Akan sangat merepotkan sekali membawa bayi kemana-mana. Walau untuk pengemis hal itu bisa menambah penghasilan. Tapi bagaimana anak itu nantinya? Susu, makanan?
Tanpa sadar ia pun ketiduran dan baru bangun dua jam setelahnya. Hujan sudah lama berhenti sepertinya, ia melihat langit sudah kembali bersih dari awan hitam. Segera ia lompat dari tempat sampah besar itu dan terdiam sesaat. Teringat kembali apa yang ia pikirkan sebelum ketiduran.
Sudah gelap. Sebentar lagi anak laki-laki itu akan datang ke tempat kemarin. Apakah ia harus datang? Atau sebaiknya ia pergi saja?
Saat ia sedang berpikir, ia bertemu dengan seorang wanita muda. Usianya sekitar awal tigapuluh tahunan. Kelihatannya ia sedang mengamatinya sambil tersenyum. “Apa yang kamu pikirkan, gadis kecil”
Gadis cilik itu kaget sekali melihat seorang wanita di depannya. Menurut pemikirannya, wanita itu sangat cantik. Memiliki kulit putih bersih, tinggi dengan mata besar yang indah. Belum lagi senyumnya yang membuatnya terlihat semakin cantik.
“Saya, eh…saya sedang berpikir bu, mbak, eh…”
“Ya, apa yang kamu pikirkan?”
“Ada anak laki-laki di sana mau kasih saya 5000 kalau saya mau tidur sama dia,” dia mulai bercerita, “tapi saya bingung, memangnya kenapa dia mau tidur sama saya”
“Hah? “ wanita itu tampak kaget, mulutnya terbuka dan matanya terbelalak.
“Saya takut. Soalnya dulu teman saya pernah meninggal katanya karena melahirkan. Sebelum dia melahirkan, saya pernah tanya kenapa bisa ada bayi di perutnya, dia bilang karena dia tidur sama laki-laki. Apa betul bu?”
Perempuan itu menarik nafas, “kamu suka McDonalds?” katanya sambil menunjuk restoran McDonalds yang letaknya tidak jauh dari situ.
“Ah ibu ini bercanda ya. Saya ga pernah makan McDonalds.”
“Kamu mau?”
“Mau banget bu. Tapi saya ga punya uang.”
Wanita itu tersenyum, “kalau ditraktir mau?”
“Wah, makasih bu. Saya mau.”
—
Itu kisah sepuluh tahun yang lalu. Gadis cilik itu sudah besar sekarang. Akulah gadis itu. Setiap saat dalam doaku aku selalu bersyukur pada Tuhan karena mengirimkan malaikat padaku, atau mungkin wanita itu adalah Tuhan dalam wujud wanita, entahlah.
Wanita itu mengajakku makan di McDonalds, mengajarku arti kehidupan. Katanya hidup layak untuk diperjuangkan. Katanya aku hidup di dunia karena Tuhan yang menghendakinya, karena aku adalah bagian dari rencana Tuhan.
Aku dimasukannya ke sebuah panti asuhan, katanya agar aku dapat membantu anak lain seumurku di sana. Aku dimasukkan sekolah terbaik, dan dia mencukupkan semua kebutuhanku.
Hari ini, aku berada di pesawat yang menerbangkanku ke luar negeri untuk sekolah. Aku berharap suatu saat nanti aku akan kembali untuk anak-anak di negeriku. Kalau aku tidak bisa mengubahkan bangsaku, setidaknya aku mengubahkan hidup satu orang seperti wanita itu mengubahkan hidupku.
—-
Ini hanyalah cerpen. Tapi kasus yang terjadi pada bangsa kita memang sudah seserius ini. Begitu banyak gelandangan kecil diperkosa hingga mereka memiliki anak dalam usia sangat muda. Walau hanya cerpen. tapi saya berharap ini dapat menginspirasi para pembaca untuk berbuat sesuatu bagi bangsa kita tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H