Mohon tunggu...
Yhouga Ariesta
Yhouga Ariesta Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada '07. Kota asal Malang. Tinggal sementara di bantaran saluran irigasi Selokan Mataram, Pogung Kidul. Kunjungi http://yhougam.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dakwah Koq Tauhid Melulu?

15 Agustus 2010   14:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:00 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kadang kita mendengar sebagian orang mengatakan, “Apa gunanya senantiasa mementingkan permasalahan tauhid dan selalu memperbincangkannya ? Sementara kondisi terkini kaum muslimin diabaikan, seperti halnya pembantaian, penyiksaan yang dialami kaum muslimin di berbagai belahan dunia, akibat penjajahan negara-negara kafir di berbagai tempat.

Maka -dengan taufiq dari Allah- kami katakan :

Tauhid ialah landasan berpijak bagi agama hanifiyah, maka mementingkan permasalahan tauhid berarti mementingkan landasannya. Dan apabila kita merenungkan Al Qur’an Al Karim akan kita dapati penjelasan yang lengkap dalam masalah tauhid. Sampai-sampai tidaklah ada satu surat pun dalam Al Qur’an kecuali terdapat di dalamnya permasalahan tauhid, yaitu penjelasan terhadapnya dan larangan dari kesyirikan.

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menetapkan bahwasanya seluruh kandungan Al Qur’an ialah tauhid. Karena terkadang di dalamnya terkandung :

[1] Khabar seputar nama-nama dan sifat-sifat Allah, yaitu Tauhid Al ‘Ilmiy yang merupakan tauhid rububiyah.

[2] Perintah untuk beribadah kepada Allah semata dan larangan untuk menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, yaitu Tauhid Al ‘Amaliy Ath Thalabiy, yaitu tauhid uluhiyyah.

[3] Perintah untuk menaati Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan larangan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yang merupakan hakikat tauhid dan penerapannya.

[4] Khabar mengenai segala hal yang dipersiapkan Allah bagi ahli tauhid (muwahid) berupa kenikmatan, keberuntungan, kemenangan, dan pertolongan dalam perkara dunia maupun akhirat. Atau berupa khabar mengenai keadaan kaum musyrikin di dunia dan segala yang dipersiapkan di akhirat berupa ‘adzab yang kekal dan abadi di jahannam, yang pada hakikatnya juga merupakan tauhid, yaitu balasan bagi orang-orang yang melaksanakan hakikat tauhid, dan balasan bagi orang-orang yang menelantarkan tauhid.

Jadi, keseluruhan Al Qur’an berkisar pada tauhid.

Dan apabila Anda sering membaca surat-surat Makkiyah niscaya Anda dapati sebagian besar isinya ialah tauhid. Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tinggal selama tiga belas tahun mendakwahkan tauhid dan melarang dari kesyirikan. Sedangkan kewajiban-kewajiban seperti zakat, shiyam, haji dan perkara-perkara halal dan haram lainnya, perkara seputar mu’amalat, tidaklah turun kecuali setelah hijrah ke Madinah. Kecuali perintah shalat yang diwajibkan di Makkah pada malam Mi’raj beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi perintah seperti ini tidaklah turun kecuali sedikit saja.

Begitu pula sebagian besar surat-surat Makkiyah yang turun atas Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebelum periode hijrah, seluruhnya berisi permasalahan tauhid, yang menunjukkan dengan jelas akan pentingnya hal tersebut. Dan bahwasanya kewajiban-kewajiban tidaklah turun kecuali setelah ditetapkannya tauhid, dan tertanamnya dalam jiwa, kemudian dibangun diatasnya aqidah shahihah. Karena suatu amal tidaklah sah kecuali dengan tauhid, dan tidak dibangun kecuali di atas tauhid.

Dan sungguh Al Qur’an telah menjelaskan bahwasanya para Rasul ‘alaihimush shalatu wa sallam mengawali dakwah mereka dengan dakwah tauhid sebelum segala sesuatu. Allah berfirman, “Sungguh Kami telah mengutus Rasul bagi setiap umat untuk menyembah Allah dan menjauhi thaghut” [An Nahl : 36] Dan Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah Kami mengutus sebelum kamu Rasul kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah melainkan Aku, maka sembahlah Aku” [Al Anbiya : 25], dan setiap Nabi berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, tidaklah ada bagimu Ilah melainkan Dia” [Al A’raaf : 95] Dan itulah permulaan dakwah para Rasul, yaitu tauhid.

Begitu pula para pengikut Rasul yaitu para da’i dan mushlihin (orang-orang yang memperbaiki kondisi umat) yang mengawali prioritas dakwah mereka dengan tauhid. Karena setiap dakwah yang tidak berdiri di atas tauhid ialah dakwah yang tidak akan berhasil, tidak akan mencapai tujuan, dan tidak akan memperoleh kemenangan. Setiap dakwah yang mengabaikan dan tidak mengutamakan tauhid ialah dakwah yang merugi dan tidak akan meraih kemenangan. Dan hal ini telah terjadi dan kita ketahui bersama.

Dan setiap dakwah yang dibangun di atas prinsip tauhid, maka -dengan izin Allah- akan meraih kemenangan dan membuahkan hasil bagi masyarakat, sebagaimana yang telah kita ketahui dari sejarah.

Dan kita tidaklah mengabaikan permasalahan kaum muslimin, bahkan kita mengutamakan permasalahan tersebut, berusaha menolong dan menyingkirkan segala gangguan dengan berbagai sarana. Pembunuhan dan penyiksaan kamu muslimin bukanlah perkara yang mudah bagi kita. Akan tetapi menangisi dan meratapi nasib kamu muslimin bukanlah tindakan yang tepat, terlebih memenuhi media dengan pembicaraan dan tulisan mengenai hal tersebut, teriakan dan tangisan, yang hal tersebut tidaklah berguna sama sekali.

Akan tetapi tindakan yang tepat bagi permasalahan kaum muslimin tersebut, ialah dengan membahas sebab-sebab yang membuat kita ditimpa kondisi tersebut, dan menyebabkan kita dijajah oleh musuh-musuh Islam.

Lantas apa penyebab dikuasainya kaum muslimin oleh musuh-musuhnya ?

Apabila kita melihat kondisi di dunia Islam sekarang, tidaklah kita dapati orang-orang yang mengaku sebagai muslim, sekaligus berpegang teguh dengan Islam, kecuali mereka yang diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya mereka hanyalah muslim sekadar nama (Islam KTP –pent) dan keyakinan mereka biasanya berkutat pada permasalahan berikut ini :


  1. Penyembahan kepada selain Allah
  2. Menggantungkan berbagai hal kepada para wali dan orang-orang shalih, yaitu makam dan pusara mereka
  3. Tidak menegakkan shalat, menunaikan zakat, tidak pula melaksanakan ibadah puasa.


Tidaklah mungkin masyarakat yang seperti ini diajak untuk melaksanakan kewajiban dari Allah, yaitu mempersiapkan (i’dad) kekuatan untuk berjihad melawan orang kafir !! Hal tersebut banyak dilakukan oleh mereka yang mengaku Islam namun sejatinya mereka mengabaikan Islam itu sendiri.

Dan sebab paling penting yang mengakibatkan musibah kaum muslimin ialah sikap meremehkan permasalahan tauhid, dan terjatuhnya mereka ke dalam syirik akbar, dengan meremehkan dan tidak mengingkari perbuatan tersebut! Orang yang melakukan syirik akbar tidak diingkari, bahkan semakin marak. Itulah faktor utama yang menyebabkan bencana bagi kaum muslimin.

Seandainya mereka berpegang teguh pada agama mereka, menegakkan tauhid dan aqidah yang benar di atas Al Kitab dan As Sunnah, berpegang teguh dengan tali Allah dan tidak berpecah belah, niscaya musibah tersebut tidak akan menimpa. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” [QS. Al Hajj : 40-41]

Maka Allah menjelaskan bahwa pertolongan-Nya tidak akan dapat diraih kaum muslimin kecuali dengan prinsip-prinsip sebagaimana yang telah Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan, yaitu : menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan ber-amar ma’ruf nahi munkar.

Dimanakah perkara-perkara tersebut kita dapati pada diri kaum muslimin hari ini? Dimanakah kita dapati shalat di antara sekian banyak kaum muslimin? Bahkan dimanakah aqidah shahihah di antara sekian banyak dakwah yang, konon katanya, menyeru pada Islam?

Allah Ta’ala berfirman, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.

Akan tetapi apakah syarat bagi janji itu?

Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku..” [QS. An Nuur : 55]

Maka Allah menjelaskan bahwasanya perubahan kondisi berupa kemenangan kaum muslimin ini tidak akan terealisasi, kecuali dengan terealisasinya syarat yang yang telah Allah sebutkan. Yaitu beribadah kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya. Itulah tauhid. Maka janji yang mulia itu tidak akan terpenuhi kecuali dengan diterapkannya tauhid melalui peribadatan kepada Allah semata tanpa menyekutukan-Nya. Ibadah kepada Allah mencakup shalat, shiyam, zakat, dan haji, dan segenap ketaatan yang lain.

Allah tidaklah mengatakan, “Mereka menyembah-Ku” saja, bahkan ditegaskan dengan “Dengan tiada mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun”, karena ibadah tidak akan bermanfaat jika dilakukan bersama dengan kesyirikan. Bahkan, wajib menjauhi segala jenis dan bentuk kesyirikan, apapun namanya. Sesuai dengan definisi syirik, “Memalingkan sesuatu dari bentuk ibadah kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla”

Itulah sebab kemenangan, keselamatan, penguasaan, dan pertolongan di bumi. Berupa senjata aqidah dan senjata amal. Tanpa adanya hal tersebut musibah dan bencana akan menimpa. Sungguh balasan tersebut akan menimpa apabila tidak ada sebab dan syarat kemenangan yang telah disebutkan oleh Allah tersebut. Bencana berupa penguasaan musuh yang disebabkan tidak dipenuhinya syarat-syarat kemenangan, dan sikap meremehkan terhadap permasalahan aqidah dan agama mereka. Serta mencukupkan diri dengan menyebut diri mereka seorang Muslim saja.

(terjemahan seadanya dari Durus Minal Qur’anil Karim, Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan hal. 5-11 cet. Darul ‘Ashimah. Sekaligus sebagai informasi bahwa kitab ini akan dikaji secara rutin insya Allah selama 20 hari di bulan Ramadhan 1431 H di Masjid Al Ashri Pogung Rejo Sleman Yogyakarta pukul 05.30-07.00 WIB, dengan pemateri Al Ustadz Aris Munandar, SS.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun