Bersepeda melalui jalanan Jogja sekarang tidaklah seperti dulu. Kami dulu bersepeda bersama-sama sambil bercanda sepanjang jalan. Berbaris dua-dua atau kadang berjejer tiga. Suara tawa kami dulu renyah, bebas tetapi tetap santun. Tak ada muka cemberut atau aksi tutup mulut dan hidung untuk menghindari asap kendaraan.
Kini Jogjaku berbeda. Di setiap jam-jam berangkat dan pulang kerja jalanan macet. Penuh sesak dengan kendaraan bermotor bahkan mobilpun sudah banyak yang antri di perempatan. Ah entahlah kenapa bisa seperti ini, aku gak ambil pusing  wong aku cuma seorang Sukirah yang masih sama seperti dulu, Sukirah yang hanya seorang guru honorer di SD negeri pinggiran kota ini.
Sore ini aku pulang tak bersemangat. Kejadian siang tadi membuatku ingin memutar waktu dan melewati semua itu tanpa harus mengikuti hawa nafsuku. Memang menyesal itu datangnya belakangan, tak ada gunanya dan tak kan merubah keadaan. Yo wes lah....
" Selamat Siang Bu...boleh kami bergabung bu"
" Eh ada mbak mbak cantik nih, Wah mau ada penawaran apa mbak?"
" Ah ibu bisa aja, kami ga cantik kok biasa aja. Kalau cantik mah itu bu mbak Syahrini yang di tipi itu ".
" Hahaha...si mbak bisa aja. Dia cantikkan karena ada modal mbak"
Akhirnya kami akrab aja dengan tiga mbak -mbak cantik yang berseragam biru merah dan rok sepannya. Dengan basa basi ala kadarnya, mbak-mbak ini menyampaikan maksudnya bahwa mereka mau demo perawatan kulit wajah bagi ibu-ibu guru disini. Mereka sudah mengantongi ijin kepala sekolah. Ya iyalah diijinin wong kepala sekolahnya aja ibu muda dengan wajah cantik full perawatan salon rutin.
Ah kami hanya tersenyum tipis.
Satu jam berlalu, setelah mbak-mbak tadi berblabla ria akhirnya mengeluarkan jurus rayuan saktinya. Kebetulan yang jadi model demo itu aku. Ya si Sukirah yang kecil, item manis dan lugu. Hahaha...ya itu aku. Â Wanita asli Jogja yang masih saja manut kalau disuruh sang juragan.
" Duh bu guru ini cantik kan sekarang, padahal ini baru difacial plus ditotok wajah lo, belum dipakein serum, vitamin, perawatan krim malam dan siang lo. Apalagi kalau sudah komplit ya bu, pasti tambah cuantik"Â
Aih aku jadi melayang-layang. tapi tetap saja aku tinggal seorang yang ga mau ikutan beli krim wajah itu. La wong harganya gak ketulungan bagiku, Â yang hanya dapat gaji gak sampai enam digit.,
" Wes to bu, mosok yang jadi model demo kok malah ga mau pake perawatannya tow"
" Iki murah lo cuma 250 ribu. Trus kata bu kepsek juga boleh potong gaji kita bulan depan lo bu..." Teman seperjuanganku ini terus saja merengsek pertahanan imanku. Aku sebenarnya pengen juga bisa perawatan kaya arti-artis itu, tapi kalau ingat susu anakku, arisan kampung, beras bulanan dan bayar kontrakan rumah, kok jadi mundur teratur.
" Yo wes bu, aku juga ikut deh pesen krim malam dan siangnya itu, nanti dipotong gaji bulan depan ya bu?"
Pertanyaanku dijawab senyuman oleh temen-temen yang lain sambil mengacungkan jempol, Siiip...
" Gubrak!"
"Aduh bu..kalau naik sepeda mbok yo jangan ngelamun tow, Itu pembatas jalan diam aja kok yo ditabrak!" seru ibu -ibu tani yang sedang jemur gabah di pinggir jalan.
"Astaghfirulloh...aduhhh" kuangkat sepedaku yang jatuh, berdiri sambil senyum menahan malu. Ibu-ibu tani tadi hanya geleng-geleng.
Yap perjalanan pulang dari sekolah ini terasa lama sekali. Inginnya aku tak segera sampai ke rumah. Alasan apa yang aku katakan pada mas Joko  nanti. Mas Joko pasti akan marah kalau tau gaji bulan depan dipotong buat tiga botol krim perawatan ini. Tiga botol krim perawatan yang bisa buat beli susu thole selama sebulan. Hiks....
Perlahan aku masuk rumah sederhana ini, Berharap tidak ketemu mas Joko yang biasanya sore begini sudah di rumah. Mas Joko yang hanya sebagai karyawan bubut di bengkel depan jalan raya sana, tak mesti pulang dapat bayaran banyak atau sedikit.
Hingga malam mas Joko belum pulang juga. Memang kadang mas Joko pulang agak malam kalau dapat lemburan. Ya lumayan uang lemburannya bisa buat nambah-nambah beli lauk yang agak istimewa. Â Gudeg pake ayam kampunglah, tidak seperti biasanya gudeg telur saja.
Jantungku dag dig duh mendesir, khawatir, takut, sedih dan menyesal jadi satu. Kenapa aku begitu mudahnya tergiur ajakan teman untuk beli krim-krim ini. Uang dua ratus lima puluh ribu bagiku jumlah yang sangat besar. Lah ini kok malah buat beli gituan yang belum penting banget.
Aku tau aku memang bukan type wanita pesolek. Bedak punya satu saja yang beli di warung depan merk skiva, lipstik ga punya blas. Kalau mau ngajar malah kadang lupa ga pake bedak sama sekali. Pikirku buat apa bedakan toh sampai sekolah keringatan lagi. Cukup cuci muka waktu wudhu dan sebelum tidur saja. Wajahku juga ga terlalu bermasalah. Jerawat muncul hanya kalau mau menstruasi saja.
" Ah wajahku ga jelek-jelek banget kok" kuamati wajahku di depan cermin sambil miring kanan miring kiri, pegang pipi, hidung dan kadang mengerutkan dahi.
"Hehe...apa akunya ya  yang kepedean, tapi mas Joko ga pernah protes kok" pikirku singkat.
Tiba-tiba...
"Hem..hem.."
" Ah mas, ngagetin aja"
Buru-buru aku taruh cerminnya dan aku masukkan krim-krim itu ke saku dasterku. Semakin deg deg an aja.
"Dek, mas tadi lemburnya lumayan, mas dapet bonus"
" Oh..alhamdulillah Mas.." jawabku sambil menunduk
" Dek mas mau kasih sesuatu, tapi adek harus terima ya..." tanpa dikomando aku mengagguk kecil
Tidak seperti biasanya mas Joko kasih surpries begini. Ah jadi semakin gak karuan nih hati.
" Ini dek, mas tumbas lipstik buat kamu" sambil menyodorkan kotak kecil warna merah pink lembut.
Mak jegagik!! Aku kaget gak ketulungan. Akhirnya aku langsung meluk mas bojo dan nangis sepuasnya. Sambil sesenggukan aku pukul-pukul dada mas bojo. Owalah mas..mas..ternyata dirimu memikirkan itu juga. Aku yang gak punya lipstik, bedak hanya bedak tabur warung dan sekarang benar-benar punya lipstik dan tiga botol krim itu.
Mas bojo menatap bingung. Sambil aku terus menangis sesenggukan antara terharu, malu dan entahlah. Mas bojo berkali-kali bertanya apakah aku marah, atau aku tersinggung. dan berkali-kali juga aku menggelengkan kepala sambil tersenyum.
" Mas mau aku tambah cantikkan ya? Insyaallah seminggu atau dua minggu ke depan istrimu ini tambah cantik kok mas, gak ada lagi muka berminyak, jerawatan, lusuh dan kumal. Nantiaku dandan tiap hari ya mas. Ini aku juga beli krim perawatan wajah, biar wajahnya kinclong, bening dan mulus" sambil kukeluarkan boto krim itu.Â
Mas Joko diam sejenak, aku semakin takut dan menunduk dalam-dalam. Akhirnya mas Joko mengangguk-angguk sambil melongo dan berucap " Oooo..."
" Trus nanti mas kalau udah selesai kerja cepet-cepet pulang ya, aku pasang wajah dan senyum tercantik buat mas. Kan aku dah pake krim ini mas, mas suka kan?"
Lagi-lagi mas bojo ngangguk-ngangguk dan melongo.
"Ohhh..adek beli perawatan wajah tow, mahal ya? Yo wes sesekali gak papalah dek, yang penting cantiknya buat mas aja ya.."
"Injih mas.." sambil kucium tangan mas Joko dengan takjim, lirih aku ucapkan, " maafkan adek ya mas.."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H