Aih aku jadi melayang-layang. tapi tetap saja aku tinggal seorang yang ga mau ikutan beli krim wajah itu. La wong harganya gak ketulungan bagiku, Â yang hanya dapat gaji gak sampai enam digit.,
" Wes to bu, mosok yang jadi model demo kok malah ga mau pake perawatannya tow"
" Iki murah lo cuma 250 ribu. Trus kata bu kepsek juga boleh potong gaji kita bulan depan lo bu..." Teman seperjuanganku ini terus saja merengsek pertahanan imanku. Aku sebenarnya pengen juga bisa perawatan kaya arti-artis itu, tapi kalau ingat susu anakku, arisan kampung, beras bulanan dan bayar kontrakan rumah, kok jadi mundur teratur.
" Yo wes bu, aku juga ikut deh pesen krim malam dan siangnya itu, nanti dipotong gaji bulan depan ya bu?"
Pertanyaanku dijawab senyuman oleh temen-temen yang lain sambil mengacungkan jempol, Siiip...
" Gubrak!"
"Aduh bu..kalau naik sepeda mbok yo jangan ngelamun tow, Itu pembatas jalan diam aja kok yo ditabrak!" seru ibu -ibu tani yang sedang jemur gabah di pinggir jalan.
"Astaghfirulloh...aduhhh" kuangkat sepedaku yang jatuh, berdiri sambil senyum menahan malu. Ibu-ibu tani tadi hanya geleng-geleng.
Yap perjalanan pulang dari sekolah ini terasa lama sekali. Inginnya aku tak segera sampai ke rumah. Alasan apa yang aku katakan pada mas Joko  nanti. Mas Joko pasti akan marah kalau tau gaji bulan depan dipotong buat tiga botol krim perawatan ini. Tiga botol krim perawatan yang bisa buat beli susu thole selama sebulan. Hiks....
Perlahan aku masuk rumah sederhana ini, Berharap tidak ketemu mas Joko yang biasanya sore begini sudah di rumah. Mas Joko yang hanya sebagai karyawan bubut di bengkel depan jalan raya sana, tak mesti pulang dapat bayaran banyak atau sedikit.
Hingga malam mas Joko belum pulang juga. Memang kadang mas Joko pulang agak malam kalau dapat lemburan. Ya lumayan uang lemburannya bisa buat nambah-nambah beli lauk yang agak istimewa. Â Gudeg pake ayam kampunglah, tidak seperti biasanya gudeg telur saja.