Mohon tunggu...
Yety Ursel
Yety Ursel Mohon Tunggu... Guru - Guru yang selalu merasa kurang banyak tau

Menulis untuk menyalurkan energi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senandung Cinta Reyna

29 Maret 2018   08:55 Diperbarui: 29 Maret 2018   09:13 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Reyna hanya tertunduk, bahkan menatap punggung  Dika yang menjauh darinya pun dia tak sanggup. Ada luka yang menimbulkan rasa sakit. Dia menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya untuk menyembunyikan tangis, bahunya yang bergerak naik turun tetap tak bisa menyembunyikan hal itu.

"Dika" Laki-laki itu memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan.

"Reyna"

"Mau kemana?' Lanjut laki-laki yang sebetulnya sudah tidak muda lagi itu. Usianya mungkin sudah memasuki 40 tahun.

"Mau ke kampus"

"Ya udah ikut saya saja. Nanti kamu telat" Walau awalnya ragu, Reyna akhirnya mau memenuhi tawaran Dika. Di mobil Dika sudah ada dua bocah kecil yang menunggu.

"Ini anak-anakku" Dika mengenalkan bocah bocah itu seraya menyuruh anak anaknya untuk bersalaman dengan Reyna.

Honda CRV  melaju dengan tenang meninggalkan mobil bus yang tadi ditumpangi Reyna dan mengalami pecah ban. Pikiran reyna masih diliputi kekhawatiran akan terlambat mengikuti ujian sidang skripsi. Dia sudah mati-matian mempersiapkan semuanya. Dia sudah bertekad untuk mendapatkan nilai terbaik, dia tak mau jika harus gagal gara-gara datang terlambat.

"Kamu buru-buru, ya?"  Dika menyadari kegelisahan Reyna. Dia mempercepat kendaraannya saat melihat anggukan tipis gadis mungil yang duduk di jok bagian tengah bersama salah seorang anaknya.

"Kamu kuliah jam berapa?" Dika berusaha menguraikan diamnya Reyna.

"Saya hari ini akan ujian siding skripsi. Jadwalnya jam Sembilan" 

"Oke, kita akan sampai  seperempat  jam sebelum jam Sembilan. Kamu kuliah di Jalan Surapati, kan? Kamu tidak usah khawatir"

Jam Sembilan kurang sepuluh menit CRV sudah berhenti di depan salah satu gedung di kampus itu.

"Maaf lewat lima menit" 

"Tidak apa. Terima kasih, Pak"  Reyna tidak banyak berbasa basi. Dia langsung lari meninggalkan Dika dan anak-anaknya.

Begitulah awal perkenalan mereka. Jika kemudian tanpa rencana mereka bertemu lagi, sudah barang tentu Reyna tidak bisa menolak ajakan Dika untuk makan siang bersama. Paling tidak sebagai balas jasa karena telah menyelamatkannya dari kegagalan mengikuti ujian sidang skripsi.

Pertemuan demi pertemuan itu akhirnya menjadi kebutuhan yang menimbulkan rasa kangen. Saat ada rentang waktu yang membatasi untuk bertemu, ada rasa sesak yang menekan dada.

Reyna tau, Dika mempunyai istri dan dua anak. Kehidupan rumah tangga  mereka juga tidak dalam masalah. Dika juga sering bercerita tentang kelucuan anak-anaknya. Sekali-sekali Dika juga bercerita tentang kegiatan dia dan istrinya. Tidak ada yg patut membuat Dika harus meninggalkan keluarganya. Reyna hanya bertahan demi rasa cinta yang perlahan-lahan tumbuh di hatinya.

Kelembutan Dika, perhatiannya pada keluarga, juga perhatian dan kepeduliannya pada Reyna telah menjerat gadis itu pada satu keinginan 'memiliki Dika'.

Semakin dia berusaha untuk menjauh dari Dika, semakin kuat rasa rindu yang dirasakannya. Tak ada lagi logika si Cerdas Reyna.  Kebutuhannya untuk selalu bersama Dika telah membuatnya melupakan segala aturan main yang menjadi prinsip hidupnya.

Hingga akhirnya...

"Reyna, spertinya ini pertemuan terakhir kita. Ada yang salah dengan semua pertemuan ini"

"Maksud, Bapak?" Jemari Reyna yang sedari tadi asyik memainkan sedotan dalam gelas milkshake-nya, tiba tiba terdiam kaku. Wajahnya menegang.

"Reyna, selama ini saya tidak pernah berbohong padamu. Saya memiliki keluarga. Kehidupan kami bahagia. Tidak ada yg kurang. Tapi saya telah menghianati mereka dengan menyimpan kamu dalam salah satu ruang hati saya"

"Tapi, Pak. Ini sudah berlangsung lama. Sudah lima tahun. Saya bahkan telah melupakan mimpi-mimpi remaja saya demi untuk selalu dengan Bapak. Saya mencintai Bapak."

    "Reyna...Itu tidak mungkin."

    "Mengapa tidak mungkin? Bapak Egois! Usia saya sekarang sudah 28 tahun. Bapak telah merebut masa masa muda saya dan sekarang?"

    "Reyna...Maafkan saya. Saya tetap pada keputusan saya. Anak-anak saya sudah mulai remaja. Mereka tidak boleh membenci saya. Saya mencintai mereka" Dika bangkit.

    "Reyna....Terima kasih untuk semua hari-hari manis yang sudah kita lalui. Sekali lagi maaf..." Dika pun melangkah meninggalkan Reyna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun