Siapakah Allah di Yerusalem? Dia adalah Allah yang rasional-personal, mencintai dan menyejarah dalam hidup manusia. Dia adalah Sang Pencipta yang menciptakan segala yang dari ketiadaan. Dia adalah Pribadi, Allah yang punya nama. Dia adalah Allah yang mengutus Putera-Nya, Yesus Kristus, untuk menebus manusia lewat salib.[4]
Â
  Orang Yerusalem mendefenisikan Allah berdasarkan pengalaman iman, pengalaman perjumpaan pribadi dengan Allah. Allah dimengerti atau dipahami di Yerusalem karena Allah telah menyatakan diri-Nya kepada orang-orang Yerusalem. Orang Yerusalem mengakui bahwa Allah itu hadir dalam peziarahan hidup mereka. Allah yang menyejarah dalam hidup mereka. Orang-orang Yerusalem tidak bisa berpaling dari Allah. Mereka hidup dibawah kontrol atau kehendak Allah. Jika awal dan akhir sejarah adalah Allah, maka pandangan ini mengukir kebenaran bahwa Allah adalah Dia yang menyejarah. Allah menguasai atas seluruh hidup manusia karena manusia diciptakan oleh Allah dan berziarah menuju Allah. Konsep atau gambaran tentang Allah dari pengalaman hidup orang-orang di Yerusalem, dapat disimpulkan bahwa Allah sebagai pencipta, penyelamat, dan sebagai dasar serta tujuan dari peziarahan hidup manusia. Dialog filsafat teologi dalam Agustinus bermuarah di dalam iman. Iman yang sepenuhnya merupakan anugerah Tuhan, iman yang diperolehnya dari Sang Pewarta (Yesus Kristus) dan iman akan Sang Pewarta sendiri.[5] Â
Â
St. Agustinus memberikan gambaran tentang Allah yang menarik. Agustinus mengambarkan Allah berdasarkan pengalaman dan isi hatinya kepada Allah. Agustinus memberikan kesaksian bahwa kebenaran sejati hanya menyatukan diri dengan Allah. Dari pengalaman Agustinus ini, menggambarkan bahwa manusia adalah peziarah, pencari kebenaran, dan tidak akan tenang sebelum bersatu dengan Sang kebenaran itu sendiri. Peziarahan merupakan satu eksistensi dari manusia. Manusia terus bergerak dan berziarah sepanjang hidup untuk mencari kebenaran. Manusia belum bisa menyimpulkan gambaran yang pasti tentang Allah selama berziarah di bumi. Allah sendiri tidak dialami. Manusia memahami dan menyatu dengan Allah ketika manusia hidup diakhirat. Pengalaman itu bukanlah gambaran yang nyata, melainkan hanya sekedar pikiran dan perasaan dari setiap orang akan Allah. Manusia mengenal Allah secara nyata dan penuh ketika manusia hidup bersama Allah di akhirat. Agustinus memberikan gambaran bahwa hidup bersama Allah selalu tersedia segala kebutuhan manusia. Allah tidak pernah kekurangan dalam hal apa pun. Oleh karena itu, Agustinus mengajak manusia untuk memiliki kerinduan untuk menyatukan diri dengan Allah. Karena dalam diri Allah selalu ada terang kebenaran, kasih, kedamaian, cinta, kebahagiaan, keindahan, dan kepenuhan spiritual.Â
Â
Allah Sang Cinta
Â
Allah merupakan Sang Cinta. Dalam diri Allah ada kepenuhan cinta. Manusia berziarah untuk menemukan cinta itu. Manusia akan menemukan Sang Cinta itu jika manusia terus mencari dan berusaha untuk menemukan Sang Cinta itu. Tentunya hal ini membutuhkan suatu sikap kerendahan hati. Sikap rendah hati merupakan fondasi utama untuk berjumpa dan mengalami Sang Cinta itu. Sang Cinta itu selalu berziarah dalam diri manusia hanya terkadang manusia kurang memahami kehadiran Sang Cinta itu. Mengapa? Karena jiwa dan batin manusia dipenuhi dengan hal-hal duniawi, sehingga sulit untuk mengalami Sang Cinta itu. Ini adalah realitas yang terjadi di zaman sekarang. Kehidupan manusia di zaman sekarang banyak tawaran. Entah itu tawaran yang menarik maupun yang kurang menarik. Namun pada umumnya manusia lebih suka memilih tawaran yang menarik ketimbang tawaran yang kurang menarik. Manusia cenderung mencari hal-hal yang bersifat menarik. Manusia tidak mau disakiti atau tidak mau disibukkan dengan hal-hal yang kurang menarik. Letak kelemahan manusia adalah kurang mengendalikan diri dengan hal-hal duniawi, sehingga sulit untuk menemukan Sang Cinta itu. Manusia akan mampu menemukan Sang Cinta itu jika manusia mau mentransformasi diri. Mentransformasi diri yang dimaksudkan di sini adalah bersedia untuk memulai suatu hidup baru. Manusia akan mencapai tingkat ini jika ada kesadaran dan kemauan yang berasal dari diri sendiri. Unsur utama untuk menemukan Sang Cinta adalah berziarah dan terus berziarah.
Â
Cinta adalah itu yang dirindukan semua orang. Segala manusia merindukannya, mengharapkannya jatuh bangun tidak ada yang dikecualikan, dari zaman kapan pun cinta adalah kerinduan manusia. Cinta identik dengan kehidupan itu sendiri.[6] Â