Mohon tunggu...
Yeni Yuningsih
Yeni Yuningsih Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kajian Sosiologi

14 Januari 2018   14:47 Diperbarui: 14 Januari 2018   15:17 3468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prof. Dr. H Abdul Malik Karim Amrullah, pemilik nama pena Hamka lahir di Nagari sungai Batang, Tanjung Ray, Kabupaten Agam Sumatra Barat. Ia adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Ia melewatkan waktunya sebagai wartawan, penulis dan pengajar. Ia terjun dalam politik melalui Masyumi sampai partai trsebut dibubarkan dan aktif dalam Muhammadiyah sampai akhir hayatnya. Universitas al-azhar dan universits nasional Malaysia menganugrahinya gelar doctor kehormatan, sementara Universitas Moestopo , Jakarta mrngukuhkannya sebagai guru bedar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.

Dibayanginya nama ayahnya Abdul Karim Amrullah, Hamka sering melakukan perjalanan jauh sendirian. Ia meninggalkan pendidikannya di Thawalib, menempuh perjalanan ke Jawa dalam usia 16 thun. Setelah setahun melewatkan perantauannya, Hamka kembali ke Padang panjang memebesarkan Muhammadiyah. Pengalamnnya ditolak sebagai guru di Sekolah milik Muhammadiyh karena tak memiliki diploma dan kritik atas kemampuannya dalam berbahasa Arab melecut keinginan Hamka pergi ke Mekkah. Dengan bahasa Arab yang dipelajarinya, Hamka mendalami sejarah Islam dan sastra otodidak. Kembali ke Tanah Air, Hamka merintis karir sebagai wartawan sambil bekerja sebagai guru Agama paruh waktu di Medan. Dalam pertemuan memenuhi keinginan ayanya, Hamka mengukuhkan tekadnya meneruskan cita-cita ayahnya dan dirinya sebagai ulama dan sastrawan. Kembali ke Medan pada 1936 setelah pernikahannya, ia menerbitkan majalah pedoman masyarakat.Hamka mengisi beberapa rubrik dan menulis cerita bersambung. Mengangkat masalah penggolongan dalam masyarakat minangkabau berdasarkan harta, pangkat dan keturunan ia menulis Di Bawah Lindungan Ka'bah. Hamid terhalang menikahi Zainab karena perbedaan status antara keluarga. Melihat animo masyarkat yang luas, Balai Pustaka menerbitkan Di Bawah Lindungan Ka'bah. Setelah Di Bawah Lindungan Ka'bah Hamka menulis Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck tentang percintaan antara Zainuddin dan Hayati yang terhalang adat dan berakhir dengan kematian. Sewaktu dimuat sebagai cerita bersambung Hamka menuturkan mendapat banyak surat dari pembaca. Lewat karyanya Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck nama Hamka melambung sebagai sastrawan.

Jika dilihat dari biografi pengarang dan membaca novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck bahasa yang digunakan pada novel tersebut menggunakan bahasa Padang dan banyak gaya bahasa yang digunakan nan indah. Ia menulis novel Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck hampir sama sosiologi masyarakat tentang terhalangnya kisah cinta karena perbedaan adat dan perbedaan status. Ia menulis kedua novel tersebut  terinspirasi  karena telah melihat kehidupan masyarakat yang ada di sekitarnya.

Sosiologi Sastra

Sinopsis Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang Panjang) , Seorang pemuda bergelar Pendekar Sutan , Kemenekan Datuk Mantari Labih yang merupakan pewaris tunggal harta peninggalan ibunya. Karena tak berdasaudara perempuan, maka hdrta bundanya diurus oleh mamaknya. Datuk Mantari Labih hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untik kemenakannya tak boleh menggunakannya. Hingga suatu hari, ketika Pendekar Sutan ingin menikah namun tak diizinkan menggunakan hartanya tersebut, terjadilah pertengkaran ysng membua Datuk Mantari Labih terbunuh. Pendekar Sutan ditangkap, saat itu ia baru berusia 15 tahun. Ia dibuang ke Cilacap, Kemudian di bawa ke tanah Bugis. Karena perang Bone akhirnya ia sampai ke tanah Mengkasar. Beberapa tahun berjalan, Pendekar Sutan bebas dan menikah dengan Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama Islam keturunan Melayu. Empat tahun kemudian, lahirlh Zainuddin.

Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian ayahnya menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base, teman ayahnya. Pada suatu hari, Zainuddin meminta izin Mak Base untuk pergi ke Batipuh, sumbar, mencari sanak keluarganya di negri asli ayahnya. Sampai di sana ia merasa gembira, namun lama-lama kebahagiaan itu hilang karena semuanya itu tak seperti yang ia harapkan. Ia masih dianggap orang asing, dianggap orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa malang dirinya, karena di megeri ibunya ia jug dianggap orang asing. Sementara di Makassar dianggap orang asing karena kuatnya adat istiadat pada saat itu.  Ia pun jenuh hidup di Batipuh dan saat itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya gelisah, mejadikan alasan untu tetap hidup disana. Berawal dari surat-menyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan akhirnya saling cinta.

Kabar kedekatan mereka tersebar luas dan menjadi bahan gunjingan semua warga. Karena keluarga Hayati merupakan keturuna terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi keluarganya, adat istiadat mengatakan Zainuddin bukanlah orang Minangkabau, ibunya berasal dari Makassar. Zainuddin dipanggil oleh Mamak Hayati, dengan alasan demi kemaslahatan Hayati, mamak Hayati memyuruh Zainuddin pergi meninggalkan batipuh.

Zainuddin pindah ke Padang Panjang (berjarak sekita 10 km dari batipuh) dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati datang ke Padang Panjang untuk melihat acara pacuan kuda. ia menginap di rumah temannya bernama khadijah. Satu peluang untuk melepas rasa rindupun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu terhalang oleh adanya pihak ke tiga, yaitu Aziz. Karena berada dalam satu kota (Padang Panjang)  akhirnya Zainuddin dan Aziz bersaing dalam mendapatkan cinta Hayati.

Mak Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu akhirnya mengirim surat lamaran kepada Hayati di batipuh. Ternyata surat Zainuddin bersamaan dengan lamaran Aziz. Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang dimilikinya, akhirnya di tolak oleh ninik mamak Hayati dan menerima pinangan Aziz yang di mata mereka lebih beradab, dan asli Minangkabau dan Hayati pun akhirnya memilih Aziz sebagai suaminya. Zainuddin tak kuasa menerima penolakan tersebut. Apalagi kata sahabatnya  Muluk, Aziz adalah seorang yang bejat moralnya. Namun apalah dayanya dihadapan ninik mamaknya. Setelah penolakan dari Hayati Zainuddin jatuh sakit selama dalam dua bulan.

Atas bantuan dan Nasihat Muluk, Zainuddin dapat merubah pikirannya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta. Di sana Zainuddin mulai menunjukan kepandaian menulis. Dengan nama Samaran "Z", Zainuddin kemudian berhasil menjadi pengarang yang amat disukai pembacanya. Ia mendirikan perkumpulan tonil "Andalas", dan kehidupannya berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya. Zainuddin melanjutkan usahanya di Surabaya dengan mendirikan penerbitan buku-buku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun