Mohon tunggu...
Yehezkiel Kimley
Yehezkiel Kimley Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Pelajar dengan hobi otomotif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aku Melihatmu - Refleksi Kasus Kekerasan Anak

12 Maret 2023   19:20 Diperbarui: 12 Maret 2023   19:25 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

“Aku melihatmu” adalah kalimat yang BoJack ingin dengar dari ibunya sepanjang hidupnya. Namun, dia hanya mendengarnya satu kali saja, yaitu saat ibunya akan meninggal dunia di unit rawat intensif atau ICU. Bahkan di saat terakhir pun, BoJack masih tidak yakin bahwa ibunya mengatakan hal tersebut karena memang ingin melihat anaknya. BoJack sempat berpikiran bahwa ibunya membaca kata “ICU” atau mirip dengan kalimat “I see you” - Aku melihatmu - dalam bahasa Inggris. Dia merasakan kemarahan yang sangat membara kepada ibunya saat membacakan eulogi di pemakaman ibunya. 

Film kartun BoJack Horseman beraktor utama BoJack F Horseman, seekor kuda berusia 54, pertama kali saya lihat di YouTube. Film yang terdiri 77 episode dari 6 seri bergenre dark comedy atau jenis komedi yang pada umumnya dianggap tabu, namun bagi saya cukup menarik. 

BoJack Horseman menceritakan tentang hidupnya. Masa lalunya terus menghantui dirinya dan setiap hal buruk yang dilakukannya selalu mempunyai konsekuensi pada masa depannya. Dalam filmnya, kita dapat melihat bahwa dia terus mencoba berubah tetapi selalu gagal dan terus bersikap buruk, baik kepada diri sendiri ataupun temannya. Kondisi ini ternyata dikarenakan oleh masa kecilnya. 

Dalam film, kita dapat lihat BoJack banyak mengungkapkan anekdot merinci pelecehan kedua orang tuanya yang dialaminya pada saat BoJack berusia muda. Film kartun ini menginspirasi saya untuk mengetahui apakah kekerasan terhadap anak dapat membuat seseorang terguncang sehingga bersikap sinis, cenderung jahat, terhadap ibunya di saat pemakaman.

Kekerasan terhadap anak di dunia nyata

Di dunia nyata, tanpa saya sangka, terjadi banyak penganiayaan dan pelecehan anak, bahkan sejak lama. Kisah-kisahnya sangat mengerikan dan tidak saya bayangkan sebelumnya. Contoh nyata dari kekerasan anak di dunia nyata yang paling terkenal, sampai diangkat ke layar lebar, adalah kasus Arie Hanggara. Arie Hanggara merupakan anak kedua dari keluarga dengan kondisi orangtua yang tidak harmonis. Arie dan ayahnya tinggal bersama perempuan lain yang menjadi selingkuhan ayahnya. 

Pada suatu saat, ayahnya  tidak mempunyai pekerjaan setelah usahanya bangkrut. Menurut gurunya di sekolah Arie dikenal sebagai anak yang sering bergaul dan ceria pada teman-temannya di sekolah. Sementara Santi, ibu sambungnya, dan ayahnya menganggap Arie sebagai anak yang nakal. Mereka mengatakan bahwa, beberapa kali mereka mendapati Arie mencuri uang. 

Dikarenakan ibu sambung dan ayahnya kesal dengan perbuatan Arie, mereka menyiksa Arie dan melakukan hal seperti memukul, menendang, dan menampar nya, sampai mengurungnya di kamar mandi. Sampai pada suatu hari yang naas, Arie tidak dapat lagi menahan siksaan dari kedua orangtuanya, akhirnya pingsan dan sekarat dengan kepalanya berdarah. Arie langsung dilarikan ke rumah sakit namun meninggal saat di perjalan. 

Kasus lain yang lebih baru dan tragis, menurut pendapat saya, adalah kasus dimana N alias Ade Bogel (37) ayah kandung yang menjadi penganiaya dua anaknya di Kota Cimahi. Bapak N menjadi tersangka karena menyiksa dua anaknya yakni AH (10) dan AMN (12) di Jalan Pesantren, RT 07/07, Kelurahan Cibabat, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi. 

Dia menyiksa bocah AH sampai meninggal dunia.Berdasarkan pengakuan, pelaku mengaku kesal terhadap kedua anaknya karena telah mengambil uang miliknya. Sehingga akhirnya pelaku menyiksa kepada anaknya hingga tewas. Menurut pelaku anaknya mengambil uang sebesar Rp 450 ribu tanpa izinnya untuk jajan dan dibagikan kepada teman-temannya. Jadi motifnya karena pelaku merasa kesal dan marah ke anaknya karena telah mengambil uang tanpa izin, akhirnya pelaku emosi marah dan menyiksa anaknya.

Apa penyebab kekerasan terhadap anak?

Kasus penganiayaan anak terjadi karena beberapa faktor. Kedua kasus contoh di atas menunjukkan kondisi pemicu yang mirip. Baik keluarga Arie Hanggara maupun keluarga Bapak N memiliki gangguan afektif dan depresi. Kondisi orang tua yang merasa stress dan tidak senang dapat melampiaskan rasa stressnya dengan cara melakukan penganiayaan anak. Gangguan psikologis ini keduanya disebabkan oleh tekanan ekonomi atau kemiskinan, yang dipicu oleh masalah uang. Pada kasus Arie Hanggara, ayahnya pengangguran. 

Dari artikel yang saya baca, penyalahgunaan zat seperti alkohol dan penggunaan narkoba, dengan menggunakan alkohol atau narkoba dapat memicu kekerasan terhadap anak. Efek alkohol dan narkoba dapat memanipulasi perasaan, mood dan perilaku dari pengguna, memicu halusinasi, dan mengganggu memori. 

Efek - efek tersebut terhadap otak membuat seseorang tidak mampu berpikir dengan lurus. Pada orangtua, anak dapat menjadi korban akibat kekurang sadaran akibat narkoba sehingga melakukan penganiayaan anak. Selain itu, anak-anak yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan, membuat orangtua tidak peduli terhadap anaknya sehingga terjadi penganiayaan anak. 

Anak-anak yang cacat intelektual atau emosional memiliki karakter ketidakmampuan untuk berpikir logis, ketidakmampuan untuk memahami konsekuensi dari tindakan, masalah belajar berbicara atau kesulitan berbicara dengan jelas, dan ketidakmampuan untuk menjalani kehidupan mandiri sepenuhnya karena tantangan dalam berkomunikasi, menjaga diri sendiri, atau berinteraksi dengan orang lain. 

Apalagi jika ditambah dengan ketidakmampuan orangtua atau orangtua tidak memiliki pengetahuan dalam menangani kondisi anak yang khusus. Kurangnya keterampilan mengasuh anak dapat membuat orang tua merasa tidak senang atau depresi sehingga mengeluarkan amarahnya kepada anaknya.

Orangtua yang melakukan penganiayaan anak, mempunyai berbagai dampak negatif bagi anaknya. Anak tentunya menjadi tertekan sehingga sulit mengendalikan emosi dan sulit membangun hubungan dengan orang lain. Sebagai korban, anak saat mereka menjadi orangtua, dapat menjadi orang tua yang kasar karena menderita pelecehan orang tua di masa kecil mereka sendiri. Sebagai akibatnya, kekerasan masa kecil tersebut membuat mereka bersikap sama terhadap anaknya.

Memutus rantai kekerasan terhadap anak

Kembali menelaah kartun BoJack, saya teringat saat BoJack memberikan pidato di pemakaman ibunya. Dia memulai pidato dengan menceritakan bahwa kasir di toko penganan yang memberinya churro gratis saat BoJack memberitahukan bahwa hari itu ibunya dimakamkan. Sepanjang pidato, BoJack bercanda dengan pemain organ, meniru wajah mengerikan yang dibuat ibunya ketika meninggal, dan bercerita tentang hidupnya bersama ibunya dengan sinis. Sangat menyedihkan, bukan? 

Pertanyaannya adalah bagaimana memutus rantai kekerasan terhadap anak? Korban penganiayaan anak saat menjadi orangtua,  tidak pernah mengetahui atau melihat orangtuanya bertingkah laku yang seharusnya sebagai orangtua yang baik. Oleh karena itu, korban harus mampu mencari dan belajar metode metode baru untuk menangani tingkah laku anaknya agar siklus tidak terulang. 

Walaupun memutus siklus penganiayaan anak tidak mudah dan memakan waktu yang lama, namun para korban harus terus berusaha untuk melakukannya. Diharapkan, korban penganiayaan anak pada saat menjadi orangtua, dapat memberi anaknya masa kecil yang diinginkannya dan akhirnya dapat menumbuhkan anaknya menjadi orang yang mempunyai keluarga yang bahagia. Untuk melakukan ini yang penting korban perlu percaya diri dan janga takut untuk mencari bantuan secara profesional. entunya diperlukan terapi bagi anak. 

Banyak orang menganggap terapi adalah sesuatu yang memalukan tapi sebenarnya tidak. Dengan terapi, korban dapat menyembuhkan trauma-trauma masa lalu dengan lebih cepat dibandingkan berusaha untuk menyelesaikannya sendiri. Selain itu, perlu mencari strategi pengasuhan baru. 

Anak adalah titipan dari Allah dan orangtua diberi tanggung jawab untuk membesarkannya menjadi orang yang bertanggungjawab dan layak. Menurut pendapat saya, yang masih muda ini, anak-anak tak boleh merasakan kekerasan dalam bentuk apa pun, fisik maupun mental. Dalam ajaran agama Katolik kekerasan terhadap anak tidak boleh terjadi karena anak adalah milik Tuhan yang tidak boleh perlakukan seenaknya. Anak yang sedang tumbuh membutuhkan bekalan baik secara jiwa ataupun rohani. 

Anak-anak perlu diberi nilai - nilai dengan aksi dan bukan dengan sekedar kata. Orangtua harus menjadi contoh bagi anak-anak mereka karena anak belajar dari lingkungannya terutama dari lingkungan terdekatnya yaitu keluarga. Orangtua harus menemani dan mengajar anak-anaknya agar dapat menjadi anak-anak Tuhan yang tahu untuk bersyukur, bertingkah laku sesuai dengan ajaran Tuhan. Untuk menutupi artikel, saya menemukan satu bait dari puisi Kahlil Gibran yang mengekspresikan hubungan orangtua dan anaknya, sebagai berikut: 

“Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu

Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri

Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu

Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu”

  

Sumber:  https://jabar.suara.com/read/2023/02/07/142732/ayah-di-cimahi-tega-siksa-anaknya-hingga-tewas-ternyata-gara-gara-uang-rp-450-ribu 

https://id.wikipedia.org/wiki/Arie_Hanggara 

https://www.parentingforbrain.com/abusive-parents/ 

https://www.beritasatu.com/opini/8067/anakmu-bukanlah-anakmu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun