Ada banyak pribadi tokoh bangsa yang memiliki karakter kuat sebagaimana dimaksudkan Rizal. Sultan Hamengku Buwono IX pernah menolak mentah-mentah ajakan Belanda untuk menyingkir dari Yogya, saat Jepang menyerang Indonesia. "Apapun yang akan terjadi, saya tak akan meninggalkan Yogya. Justru bila bahaya memuncak, saya wajib berada di tempat demi keselamatan Keraton dan rakyat."
Karakter daya tahan Sultan, juga ditunjukkan oleh Proklamator Bung Hatta saat dibuang Belanda ke Boven Digoel. Surat-surat Hatta yang disampaikan ke Maktuo Rafiah (kakak sulungnya) hanya menceritakan kondisi lingkungan di tempat pembuangan, dan tidak pernah menceritakan keluh kesah, apalagi cengeng.
Tentang keberanian, karakter ini menonjol pada kisah hidup Jenderal Hoegeng. Rumah kecil dan sederhana di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, itu pun tetap bersahaja, "Sejak saya menjabat Kepala Imigrasi, kemudian menjadi menteri, dan menjabat Kapolri, saya tetap di rumah ini.
Tidak ada tambahan barang-barang mewah." Keteguhan Hoegeng tak tertandingi. Demikian pula saat seorang pengusaha wanita asal Makassar terlibat kasus penyelundupan, Pengusaha itu memohon kepada Hoegeng agar kasusnya dihentikan, dan tidak diproses lebih lanjut ke pengadildan, sambil mengirim berbagai hadiah ke rumah Hoegeng. Tentu saja, polisi yang teguh ini tidak mau menerimanya, dan semua hadiah pun dikembalikan.
Lain lagi dengan kisah hidup Jacob Kusmanto. Ia, pengusaha yang menjalankan bisnis retail berbagai produk, seperti selimut, tas, handuk, perlengkapan bayi berbasis tekstil, tirai dan kelambu, taplak meja, gorden tebal. Jakob dikenal sangat taat membayar pajak. Beberapa kali ia harus menghadapi perkara di pengadilan pajak karena "dipaksa" oleh tuduhan dari petugas pajak.
Namun, ia menang dalam semua perkara itu, karena memang tidak ada kecurangan dalam perpajakannya. Karakter ketaatannya, menghasilkan ketenangan dan kenikmatan yang nyata (hal. 191)
Setelah mengolah diri dan mengembangkan karakter secara personal di Buku Jilid 1, Rizal mempertajam refleksi bagaimana pengelolaan diri dan relasi dengan karakter pada Anak, Siswa, dan Karyawan. Pembahasan lebih dalam tentang bagaimana penerapan di ketiga subjek tersebut dijelaskan detail di buku Jilid 2.
Pembentukan dan pembangunan sumber daya manusia yang berkarakter, harus dimulai dari ketulusan dan kesediaan masing-masing pribadi. Sama halnya apabila setelah membaca buku ini, kita tidak menjalankannya, maka karakter bangsa yang diidamkan hanyalah angin lalu.
Sumber Buku “Character Excellence, Mengembangkan Karakter Pribadi”; ditulis oleh Rizal Badudu, Penerbit Kompas (Februari 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H