Jakarta - Kak Siti tampak sedikit sibuk dengan beberapa kantong kain yang dibawanya. Kantong-kantong itu berisi beberapa alat peraga dan alat bantu yang akan mendukung kegiatannya di pagi hari Sabtu itu, di penghujung tahun 2022, tepatnya 31 Desember 2022.
Sementara itu beberapa warga RT 01 dan RT 02 -- RW 01 Pangkalanjati Baru, Kecamatan Cinere, Kota Depok, mulai menggelar tikar plastik agak tebal di atas Lapangan Serbaguna seluas 1000 meter persegi. Dua ibu-ibu juga tampak sedang mengeringkan lapangan karena di pagi itu hujan baru saja turun.
Sepertinya Kak Siti juga terlihat gundah dengan cuaca di bulan Desember yang basah, seperti yang terjadi hari itu. Namun sekitar pukul 08.30 hujan mereda, meskipun langit masih dilapisi awan kelabu, dan sinar matahari masih terhalang untuk menghangatkan wilayah di dua RT itu yang sering disebut sebagai Kampung Secomot.
Bagaimana mungkin Kak Siti tidak gundah, karena pada pagi itu, ia akan mendongeng di depan anak-anak. Jika hujan turun, maka acara mendongeng di kampung itu akan berantakan.
Sementara itu Ibu Mini, salah satu warga Kampung Secomot yang menggagas kegiatan "Dongeng Seru Hari Sabtu" itu, wajahnya terlihat mulai cerah ketika melihat secercah sinar mentari mampu menerobos awan kelabu dan sedikit menghangatkan Lapangan Serbaguna itu. "Alhamdulillah hujan sudah berhenti dan matahari sudah mulai nongol," kata Ibu Mini.
Menurut Ibu Mini, acara "Dongeng Seru Hari Sabtu" dilaksanakan secara mendadak, hal itu terutama didorong untuk memberikan hiburan bagi anak-anak kampung saat liburan sekolah dan untuk menyambut datangnya tahun baru 2023. "Kegiatan mendongeng ini gratis untuk anak-anak kita," katanya.
Meskipun mendadak, Bu Mini beruntung, karena mendapat pinjaman tikar plastik tebal dan sound system dari warga, sedangkan biaya untuk membeli minuman air mineral, kue dan hadiah dikumpulkan dari beberapa warga yang ikhlas menyumbang.
Akhirnya, tepat pukul 09.00 wib kegiatan "Dongeng Seru Hari Sabtu" dibuka oleh tokoh agama setempat Ustad H. Ja'anih. Hadir pula Ketua RT 02 M. Soleh dan beberapa tokoh masyarakat. Hal yang sangat menggembirakan adalah datangnya lebih dari 60 anak-anak yang tampak antusias. Beberapa anak bahkan ditemani langsung oleh ibunya, ayahnya atau kakaknya.
Kak Siti mendongeng
Maka Kak Siti kemudian beraksi, dimulai dengan memperkenalkan diri, berdoa bersama, lalu senam anak, bernyanyi, hingga acara inti mendongeng. Pada Sabtu pagi yang mendung itu, Kak Siti mendongeng tentang seorang anak yang sedih karena menemukan kakeknya batuk, dan ia tidak tahu harus berbuat apa untuk menolong kakeknya, sebelum akhirnya ia bertanya kepada pedagang cilok yang ada di depan rumahnya.
Pedagang cilok menyarankan untuk menemui Kakek Ilyas yang dianggap memiliki banyak pengetahuan karena dikenal senang membaca dan memiliki banyak koleksi buku. Dari Kakek Ilyas itulah si anak mengetahui bahwa daun Saga bisa membantu meredakan penyakit batuk.
Cara dan gaya mendongeng Kak Siti mampu menarik hati anak-anak kampung itu untuk tetap duduk hingga cerita selesai. Perubahan suara dengan menirukan suara orang, perubahan mimik wajah, dan gerak tubuh Kak Siti saat bercerita juga memberikan pengaruh terhadap antusiasme dan keterlibatan anak untuk menyimak alur cerita.
Dan sebagaimana biasanya, Kak Siti menyelipkan beberapa pesan moral saat mendongeng, misalnya kebiasaan mengucapkan salam, menghormati orang yang lebih tua, berbuat baik, dan membaca doa saat memulai kegiatan, masuk kamar mandi atau masuk rumah.
Menurut Kak Siti, cerita dongengnya pagi itu untuk memberikan dorongan kepada anak-anak agar membiasakan diri membaca buku karena buku berisi ilmu pengetahuan. Setelah acara mendongeng, anak-anak kemudian diajak melakukan kreatifitas memanfaatkan kertas origami dan sedotan plastik. Â
Kampung Dongeng Indonesia
Siti Setia yang akrab dipanggil Kak Siti (45) adalah salah seorang relawan pendongeng yang tergabung dalam Kampung Dongeng Indonesia (KDI) pimpinan Awam Prakoso. Awam dikenal sebagai pendongeng yang sering berkeliling Indonesia untuk mendongeng. KDI saat ini memiliki sekitar 1.600 relawan pendongeng yang tersebar di seluruh Indonesia. Relawan ini bergerak aktif mengumpulkan anak-anak untuk membaca dongeng bersama dan mendengarkan dongeng.
Menurut Siti, sering juga relawan pendongeng diundang untuk mendongeng dan meningkatkan pengembangan literasi di sekolah-sekolah, kantor pemeritah, perusahaan, bahkan di tempat-tempat keramaian.
Saat mendongeng, ia selalu membawa alat bantu peraga berupa boneka beberapa binatang, termasuk membawa boneka bernama Jojo. Ketika mendongeng, ia biasanya mengajak ngobrol Jojo sambil menyelipkan pesan, sehingga membuat banyak anak-anak senang dan tertarik.
Selama empat tahun menjadi relawan pendongeng, Siti tentu saja memiliki banyak pengalaman dan suka duka saat berinteraksi dengan anak-anak yang berusia antara tiga hingga 12 tahun.
"Yang jelas saya selalu merasa senang, bahagia, dan bangga saat berinteraksi dengan anak-anak. Apalagi ketika saya melihat wajah anak-anak yang bahagia ketika mendengar dongeng saya," kata Siti yang mengaku hanya ibu rumah tangga biasa.
Ia mengatakan, di era digital saat ini, dengan serbuan arus informasi yang tak terbatas dan pesatnya kemajuan iptek, terutama teknologi informasi dan komunikasi, menjadikan perilaku anak sering tidak bisa diduga, dan banyak keluarga harus mengubah pola asuh terhadap anak-anaknya, hal ini terutama karena banyak anak kecanduan gadget (gawai).
Gawai adalah perangkat elektronik canggih yang di dalamnya terdapat berbagai aplikasi untuk sumber informasi, jejaring sosial, hobi, kreatifitas, dan banyak lagi. Salah satu contoh adalah smartphone atau telepon genggam. Beberapa aplikasi populer yang bisa diakses melalui telepon genggam adalah Youtube, Tik-Tok, dan games online.
Menurut Siti, ketika mendongeng, ia sering melihat anak yang murung, pendiam, rewel, tidak fokus, sulit bekerja sama atau bahkan egois. "Saya menduga ada hal yang membuat mereka bersikap seperti itu, salah satunya mungkin karena mereka sudah kecanduan smartphone," katanya.
Sulit dibantah, anak-anak di zaman ini seringkali menghabiskan waktunya dengan menonton televisi, menggunakan lap top, dan terutama telepon genggam.. Ketika anak kecanduan menonton Youtube, Tik-Tok dan bermain games online, maka diyakini akan memengaruhi perilaku, mental, dan kejiwaan anak.
Pengaruh Gawai
Juru bicara Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Ariandi Putra mengatakan, anak yang terkena paparan gawai berpotensi mengalami kerusakan otak dan akan mengganggu proses tumbuh kembang anak. Berdasarkan penelitian, anak yang sering menggunakan gawai selalu kurang tidur dan sulit memusatkan pikiran dan perhatian, kemudian terjadinya speech delay (terlambat berbicara), sering cemas dan gelisah, perasaan kesepian, rasa bersalah, isolasi diri, dan perubahan mood yang drastis.
Sementara itu Siti Mardiana, seorang guru SD di Kabupaten Tanah Bambu mengatakan, akibat kecanduan telepon genggam, anak-anak SD kini memiliki perilaku dan adab yang mengkhawatirkan. "Mereka sering marah dan mengabaikan adab terhadap orang tua dan guru," katanya.
Ia mengaku prihatin karena bangsa Indonesia sejak dahulu adalah bangsa yang menjunjung tinggi etika dan sopan santun, namun saat ini banyak anak yang memiliki kemampuan intelektual bagus, namun tidak memiliki adab terhadap orang tua dan guru.
"Dalam pergaulan juga terlihat mereka tidak saling menghargai, termasuk sering bersikap kasar dan mengucapkan kata-kata yang tidak pantas," katanya.
Hal sama dikemukakan F.N. Oktaviani dalam tulisan di Jurnal Syntax Idea (2022). Menurutnya, kecanduan gawai membuat anak tidak tertarik untuk berteman, bergaul, dan mengobrol, padahal berteman dan bergaul dapat mengasah sistem motorik anak. "Artinya, gawai membuat rasa sosial anak menjadi rendah, dan tingkat komunikasi anak dengan orang lain, termasuk dengan orang tua, menjadi lemah," katanya.
Pesan Moral
Sebagai relawan pendongeng, Siti Setia memiliki tugas untuk mengembangkan literasi anak sekaligus menuturkan cerita secara lisan. Dongeng itu sendiri adalah hiburan yang menyenangkan dan memberikan manfaat positif bagi anak. Dongeng juga merupakan sarana pendidikan karakter yang dampaknya sudah dirasakan sejak dahulu kala.
Nenek moyang dan orang tua terdahulu membuat dongeng untuk anak-anak dengan tujuan menyisipkan unsur pendidikan moral dan sebagai sarana hiburan. Oleh karena itu, dongeng bisa menjadi wahana untuk mengasah imajinasi, alat pembuka cakrawala anak, dan mencerdaskan anak.
Dongeng juga menjadi salah satu media komunikasi untuk menyampaikan beberapa pelajaran dari pesan moral yang didapatkan, sehingga diharapkan anak dapat menerapkan apa yang sudah didengarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Naskah dongeng bersifat anonim karena tidak diketahui siapa pengarangnya, dan sering terjadi perubahan-perubahan dalam alur cerita disesuaikan dengan penalaran pendongengnya. Dongeng diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Kemampuan mendongeng seseorang sangat terkait dengan kemampuannya membangun cerita imajinasi, ajaib, aneh, bahkan tidak masuk akal, namun selalu mengandung pesan moral yang bermanfaat bagi kehidupan anak.
Jenis dongeng yang popular adalah Legenda, misalnya "Sasakala Tangkuban Perahu"; kemudian Mitos, seperti kisah "Dewi Sri", "Aji Saka", atau "Nyi Roro Kidul". Ada juga Cerita Rakyat, yaitu dongeng dari suatu daerah, contohnya "Malin Kundang" (Sumatera Barat) dan "Lutung Kasarung" (Jawa Barat); dan terakhir cerita binatang, misalnya "Si Kancil dan Buaya", "Sang Kodok", atau "Si Kancil dan Petani".
Menurut Siti Setia, manfaat dongeng cukup banyak, di antaranya mengembangkan minat baca dan meningkatkan kemampuan berbahasa, mendekatkan hubungan orang tua dan anak, untuk hiburan dan menyembuhkan trauma psikologis anak, merangsang pengetahuan dan rasa ingin tahu, serta meningkatkan konsentrasi anak.
"Membaca buku dongeng dan mendengarkan dongeng juga bisa mendukung perkembangan daya imajinasi anak, menumbuhkan nilai-nilai moral anak, dan membentuk karakter positif anak," katanya.
Belajar melalui dongeng memiliki kelebihan, karena mendorong anak untuk berkomunikasi dengan orang lain, memupuk keberanian untuk berbicara dan menyampaikan pendapat, serta mendapat tuntunan dari kisah-kisah inspiratif.
Mendongeng merupakan budaya orang tua di zaman dulu dalam pola pengasuhan anak, namun sayangnya, saat ini sudah semakin hilang dari lingkungan sekolah dan keluarga.
"Orang tua zaman sekarang memiliki pola asuh yang berbeda dibanding orang tua zaman dulu, atau mungkin juga karena terlalu sibuk bekerja, sehingga anak-anak tidak punya pilihan, kecuali menonton TV, Youtube, Tik-Tok, atau bermain games online," katanya.
Siti Setia berharap budaya mendongeng dapat kembali dilakukan oleh orang tua, termasuk juga di sekolah-sekolah, sehingga anak-anak Indonesia dapat memiliki jiwa sosial, punya empati, tidak egois, dan tetap memiliki adab dalam pergaulan sesama. [/]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H