Mohon tunggu...
Yayat S. Soelaeman
Yayat S. Soelaeman Mohon Tunggu... Penulis - Berbagi Inspirasi

writer and journalist / yayatindonesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Persela Lamongan, yang Terhempas dan yang Jatuh

24 Maret 2022   02:36 Diperbarui: 24 Maret 2022   09:37 2064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Choirul Huda (Foto: bola.kompas.com)
Choirul Huda (Foto: bola.kompas.com)

Kiamat Kecil APBD

Terhempasnya dua tim asal perserikatan, Persela dan Persiraja, sebenarnya hanya soal waktu, karena keduanya kesulitan untuk bersaing di tengah arus deras industri sepak bola nasional. Dan awal kiamat kecil bagi Persela terjadi tahun 2008 lalu ketika Departemen Dalam Negeri mengimbau klub liga profesional tidak lagi menggunakan dana APBD.

Selang tiga tahun, terbitlah Peraturan Mendagri Nomor 1/2011. Isinya, klub sepak bola profesional dilarang menggunakan dana APBD, yang berlaku 1 Januari 2012.

Ada kurun waktu 10 tahun sejak terbitnya Peraturan Mendagri yang melarang penggunaan APBD hingga Persela terdegradasi di musim 2021/2022 ini, dan manajemen Persela sepertinya gagal menyesuaikan diri untuk lebih kreatif mencari pendanaan.

Namun sesungguhnya pengelola Persela sudah bekerja keras untuk menjadi klub mandiri, meski usaha keras mereka tampaknya kalah jauh dan seperti tidak ada apa-apanya dibanding usaha luar biasa klub-klub pesaingnya.

Lalu mengapa Persela harus terhempas dan jatuh, sedangkan Persebaya Surabaya, Persib Bandung, PSM Makassar, Persik Kediri, atau PSIS Semarang mampu bertahan, padahal semuanya adalah tim perserikatan?

Tentu ada penyebabnya mengapa Persela harus terhempas dan jatuh. Salah satu faktornya, mudah diduga, yaitu minimnya dana. Ketika persoalan keterbatasan dana menjadi alasan, jelas akan memengaruhi kualitas pengelolaan klub, minimnya fasilitas pendukung, serta tidak mampu mendatangkan pemain dan pelatih berkualitas.

Apabila dianalisis, faktor penting lain dalam pengelolaan klub selain kekuatan modal adalah persoalan manajemen yang belum menerapkan prinsip-prinsip bisnis. Dan pengelola Persela tidak segera menyerahkan pengelolaan klub kepada orang-orang profesional dan menjadikan Persela sebagai entitas bisnis.

Dengan melihat ke belakang, ketika awal 2012 terbit larangan penggunaan dana APBD, saat itu Bupati Lamongan adalah H. Fadeli, MM. Sosok Fadeli inilah yang menjadi pemilik dan chairman klub yang sesungguhnya, selama lebih dari sepuluh tahun ia menjabat Bupati Lamongan (2010-2021). Ia dibantu orang kepercayaannya, Yuhronur Effendi.

Saat PT Persela Jaya dibentuk tahun 2011, maka direksinya adalah Debby Kurniawan (putra Fadeli), komisaris Ujik Silvian Effendi, anggota DPRD Lamongan yang juga putra Sekda Lamongan, Yuhronur Effendi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun