Ia memperkirakan indeks harga komoditas ekspor Indonesia akan mengalami kenaikan hingga 10,5 persen, naik dari perkiraan sebelumnya 4,2 persen.
Lonjakan harga komoditas global juga akan memengaruhi harga dan kondisi fiskal di dalam negeri.
Apabila eskalasi geopolitik terus berlanjut, maka dikhawatirkan akan menghambat pemulihan ekonomi dunia.
Saat ini, menurut Perry Warjiyo, BI telah merevisi angka proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 dari perkiraan sebelumnya 4,4 persen menjadi 4,2 persen.
Menurut data BPS, impor Indonesia dari Ukraina pada 2021 didominasi oleh gandum yaitu senilai 946,5 juta dolar AS atau 95 persen dari total impor Indonesia dari Ukraina yang mencapai 1,04 miliar dolar AS.
Harga gandum diperkirakan akan naik di tengah eskalasi konflik. Hal itu akan mengakibatkan produk turunan gandum, yaitu tepung terigu, mi, roti dan kue, juga akan ikut naik.Â
Pemerintah dan produsen produk turunan gandum harus mengantisipasi, di antaranya melakukan diversifikasi untuk komoditas tertentu. Sedangkan impor utama Indonesia dari Rusia adalah besi dan baja.
Pengamat ekonomi Universitas Jember Adhitya Wardhono menyatakan, imbas konflik Rusia-Ukraina dan adanya sanksi AS dan Barat terhadap Rusia akan menyebabkan lonjakan harga komoditas, lonjakan harga energi, dan goncangan rantai pasokan komoditas.
Ketiga hal tersebut berdampak bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia, dan kemungkinan terjadinya inflasi global.
Sedangkan naiknya harga batu bara dan minyak sawit mentah (CPO) karena imbas konflik, dalam jangka pendek jelas akan menguntungkan nilai ekspor Indonesia.Â