Mohon tunggu...
Yayat S. Soelaeman
Yayat S. Soelaeman Mohon Tunggu... Penulis - Berbagi Inspirasi

writer and journalist / yayatindonesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Konflik Rusia-Ukraina Dorong Indonesia Hitung Risiko Terburuk dari Segi Ekonomi

20 Maret 2022   02:23 Diperbarui: 20 Maret 2022   07:00 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Lestari Moerdijat, pemerintah harus menghitung risiko terburuk dari segi eknomi, karena konflik yang berkepanjangan dipastikan mengancam keseimbangan pasokan energi, gangguan rantai pasokan komoditas dan perlambatan ekonomi.

Ia berharap krisis segera berakhir, dan Indonesia bisa melanjutkan program pemulihan ekonomi paska-pandemi Covid-19.

Mantan Dubes RI untuk Polandia Peter F. Gontha jelas mengatakan bahwa dampak ekonomi akibat perang sudah terasa, yaitu harga gandum dan biji-bijian melonjak tinggi. Indonesia selain membutuhkan gandum Ukraina, juga memiliki ketergantungan dari Rusia, terutama industri pupuk, besi baja, dan industri pertahanan, termasuk kerja sama pembelian pesawat Sukhoi.

Perusahaan nasional Migas Rusia, Rosneft, saat ini tengah membangun proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban (Kilang Tuban), yang akan terintegrasi dengan kilang petrokimia guna mewujudkan ketahanan energi dalam negeri.

Selain produk BBM, Kilang Tuban akan menghasilkan produk petrokimia sebesar 2.820 kilo ton per tahun dan paraxylene 1.300 kilo ton per tahun.

Rusia adalah produsen minyak dunia dengan produksi hampir 7 juta barel per hari dan memasok 17 persen kebutuhan gas dunia.

Menurut Direktur Eksekutif Energy for Policy, Kholid Syeirazi, peran Rusia sebagai pemasok energi dan komoditas dunia cukup signifikan.

Hal serupa dikemukakan peneliti INDEF, Eisha M. Rachbini. Apabila konflik berkepanjangan, maka dipastikan akan mengganggu sisi permintaan dan penawaran energi dan komoditas dunia, sehingga memberi tekanan pada pemulihan ekonomi dunia paska-pandemi Covid-19.

“Ketika harga minyak dunia naik tajam, bahkan kini telah mencapai 130 dolar AS per barel, jelas akan memengaruhi APBN. Asumsi makro harga minyak yang ditetapkan APBN 2022 adalah 63 dolar AS per barel,” katanya.

Kenaikan harga minyak mentah untuk satu dolar AS per barel saja, akan menyebabkan kenaikan anggaran subsidi LPG sekitar Rp 1,47 triliun, subsidi minyak tanah Rp 49 miliar, dan beban kompensasi BBM kepada Pertamina Rp 2,65 triliun.

Bisa dibayangkan apabila kenaikan minyak mentah lebih dari 130 dolar AS atau naik 67 dolar AS per barel dari asumsi harga yang ditetapkan APBN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun