Tetapi pertanyaannya kemudian, Â dengan kondisi seperti sekarang, dengan disorot banyak masyarakat dan media, apakah membuat Kaesang dan Erina tetap bahagia?Â
Apakah dengan membahagiakan istri tanpa mempedulikan kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat itu sudah cukup?
Kita mungkin tak perlu menunggu jawaban dari Kaesang dan Erina, cukup bertanya pada diri sendiri seandainya berada pada posisi mereka berdua. Mengutip Fahruddin Faiz dalam kata pengantarnya pada buku yang berjudul  "Filsafat Kebahagiaan" bahwa kebahagiaan merupakan unsur kehidupan yang diidam-idamkan manusia, baik secara esensisal maupun eksistensial. Tidak ada manusia yang tidak menginginkan kebahagiaan. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dipandang bernilai, sangat bernilai, bahkan paling bernilai oleh manusia dalam kehidupannya.Â
Lebih lanjut Fahruddin Faiz menambahkan pandangannya tentang kebahagiaan dalam perspektif filsafat yakni ontologis, epistemologis dan aksiologis. Â Secara ontologis, bentuk dan jalan kebahagiaan setiap orang bisa berbeda-beda sesuai dengan visi, orientasi, dan konteks hidupnya.
Secara epistemologis, kebahagiaan dapat melibatkan seluruh sisi inteligensi manusia, tidak hanya kenikmatan indrawi, namun ada kalanya menuntut ketepatan pemahaman rasional, kedalaman rasa, bahkan ketajaman intuisi dan kemampuan imajinasi.
Secara aksiologis, kebahagiaan ternyata bukan hanya tentang perasaan puas dan menyenangkan, tetapi juga berhubungan dengan kualitas hidup secara keseluruhan seperti kesejahteraan, kenyamanan, kedalaman, bahkan juga harmoni sosial dan alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H