Bersyukur banget ada commuter line, yang memudahkan pergi kemana-mana. Praktis dan harga tiketnya murah pula.Â
Bayangin, saya naik commuter line dari Duren Kalibata menuju Cikarang ongkosnya cuma lima ribu rupiah, seharga segelas jeruk peras pelepas dahaga di hari yang panas. Murah banget.
Karena itu commuter line jadi transportasi umum yang peminatnya membludak. Nggak ada sepinya itu commuter line. Seperti ketika saya berangkat bersama Click (Commuter Line Community Kompasiana) ke Cikarang pada Sabtu 25 Februari lalu. Penumpang penuh walau hari weekend.
Masing-masing penumpang commuter line punya urusan dan tujuan. Tujuan saya bersama teman-teman Click adalah untuk menjelajahi Cikarang.Â
Ada 2 tempat yang akan kami kunjungi hari itu yaitu Saung Ranggon dan Taman Buaya. Lokasinya memang jauh dari stasiun Cikarang, namun ada mobil angkot yang membawa kami ke kedua tempat ini.
Saung Ranggon
Bangunan ini berbentuk rumah panggung dari kayu. Area sekitar saung dipenuhi oleh pohon-pohon besar dan tinggi. Suasananya sunyi dan adem, khas suasana perkampungan. Saung Ranggon dipagari oleh pagar besi. Suasana yang sepi menambah syahdu suasana.
Tak lama, ibu Sri Mulyati datang menghampiri kami dan mengajak kami masuk ke Saung Ranggon. Ibu Sri Mulyati adalah salah seorang anggota keluarga yang mengurus Saung Ranggon.Â
Jika kita ingin masuk ke Saung Ranggon maka kita harus minta ijin ke keluarga ini dan kita akan ditemani oleh ibu Sri Mulyati atau anaknya.
Ibu Sri Mulyati menjelaskan sejarah Saung Ranggon. Saung ini didirikan di abad ke 16 sebagai tempat persembunyian anak Pangeran Jayakarta dari kejaran pasukan Belanda. Saat ini Saung Ranggon digunakan untuk menyimpan keris benda pusaka dan tempat petilasan.
Bangunan ini terbuat dari kayu ulin, yang belum pernah diganti sejak bangunan ini berdiri. Saya memandang ke sekitar.Â
Atap bangunan berbentuk segitiga dan tinggi sekali. Kayu bangunan masih bagus tak terlihat lapuk dimakan rayap. Lantai bangunan dialasi karpet, ada tirai kain yang menjadi sekat.
Saung Ranggon banyak didatangi orang untuk berziarah dan berdoa. Tujuan doanya macam-macam, dari mulai minta naik jabatan sampai minta kesehatan. Saya juga sempat berdoa, untuk tujuan yang tentunya rahasia.
Yang menjadi tujuan pengunjung adalah sebuah kamar di dalam Saung Ranggon, tempat penyimpanan benda pusaka. Ketika masuk, saya merasa merinding.Â
Hal yang wajar kita alami ketika memasuki tempat yang dianggap keramat. Namun hanya merinding saja yang saya alami. Saya tidak merasakan hal-hal lain.
Saung Ranggon menjadi cagar budaya. Sayangnya biaya perawatan belum mendapat bantuan dari pemda setempat.Â
Keluarga pengelola merawat Saung Ranggon menggunakan uang sumbangan dari pengunjung yang datang. Semoga Pemda menaruh perhatian pada cagar budaya ini.
Taman Buaya Indonesia Jaya
Perjalanan kami lanjutkan menuju Taman Buaya Indonesia Jaya. Jaraknya lumayan jauh dari Saung Ranggon. Sebelum masuk ke area Taman Buaya, kami membayar tiket seharga 20 ribu per orang.
Taman Buaya lokasinya seluas 1,2 hektar. Tempat ini adalah penangkaran buaya milik perorangan. Ada 300 an buaya yang dipelihara di sini. Usianya sekitar 20 hingga 65 tahun. Buaya-buaya ini berasal dari Sumatra, Papua dan Kalimantan. Ada pula buaya putih.
Buaya ditempatkan pada kolam-kolam besar dengan pagar besi. Makanannya adalah ayam dan daging sapi. Satu ekor buaya bisa memakan 4 hingga 9 ekor ayam.Â
Meski buaya-buaya ini ada di dalam kandang dan pengunjung aman melihatnya, namun saya tetap merasa ngeri melihat buaya yang luar biasa besarnya.
Sayangnya penangkaran buaya ini tidak bekerjasama denga dinas peternakan. Sehingga pengelolaannya murni mengandalkan tiket pengunjung.Â
Tentu ini merepotkan karena pengunjung taman buaya sungguh sedikit. Pandemi salah satu yang menjadi penyebab sepinya pengunjung datang ke taman buaya. Saya berharap dinas terkait bisa membantu taman buaya sehingga perawatan buaya dan lokasi wisata ini lebih maksimal.
Itulah hasil jalan-jalan saya bersama Click mengunjungi Cikarang. Semoga lain waktu, saya bisa mengunjungi tempat wisata lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H