Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hidup Sulit dan Tanpa Listrik, Anak-anak Pulau Kei Besar Tetap Ceria

29 Oktober 2019   14:53 Diperbarui: 30 Oktober 2019   02:04 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tanahnya berbatu batu besar (dok.yayat)

Dua mobil rombongan sudah tak terlihat dan mobil kami adalah mobil di barisan terakhir. Dua rombongan mobil di depan ngebut mengejar pak Bupati yang menggunakan motor trail. Mereka adalah staff dan ajudan pak Bupati.

Sepanjang jalan, tiang listrik berdiri. Ada yang masih tegak, ada pula yang sudah miring, hampir rubuh. Sayangnya tiang listrik ini hanya pajangan, karena satu-satunya penerangan yang ada hanyalah lampu sen dari mobil kami. 

Saya berbaik sangka, mungkin tiang listrik hanya untuk mengalirkan listrik ke para Ohoi. Percuma menerangi jalanan yang bukan berbentuk jalanan karena toh jarang juga yang melewati jalan ini, begitu pikir saya.

penduduk Ohoi yang kami lewati (dok.yayat)
penduduk Ohoi yang kami lewati (dok.yayat)
Di beberapa tanjakan, beberapa orang harus turun dulu karena mobil tak kuat menanjak. Jalan menanjak sangat curam dan berbatu-batu pula.

Padahal, mobil yang kami naiki adalah mobil jeep yang biasa ditunggangi untuk offroad. Jika menggunakan mobil semacam city car, mungkin mobil sudah mogok sejam yang lalu. Sebegitu beratnya medan jalan yang kami lalui.

Sembari merasakan pegal di badan, saya membayangkan betapa sulitnya kehidupan orang-orang di daerah ini. Bagaimana mereka hidup ya? Tak mungkin dengan bekerja bercocok tanam karena lahan penuh bebatuan besar. Hanya pohon-pohon tahan banting yang bisa hidup di sini. Mungkin mereka hidup dari menangkap ikan, karena Pulau Kei Besar dikelilingi lautan.

Penderitaan saya berakhir ketika di kejauhan terlihat kelap-kelip cahaya. Saya dan teman-teman yang merupakan rombongan terakhir segera turun. Saya luruskan kaki sejenak kemudian berjalan ke arah keriuhan. 

Pak Bupati Thaher Hanubun sedang disambut oleh tarian yang ditarikan oleh sekelompok anak-anak kecil. Cahaya yang saya lihat bukanlah cahaya listrik, melainkan cahaya dari lampu darurat dan senter telepon genggam.

melihat rombongan lewat (dok.yayat)
melihat rombongan lewat (dok.yayat)
Tarian penyambutan selesai, rombongan pak Bupati berjalan menuju lokasi acara yang berupa lapangan kecil dan berada di tengah ohoi. Lapangan yang tak besar ini disinari cahaya lampu. Akhirnya saya bertemu dengan cahaya listrik. 

Di sekelilingnya ada rumah-rumah penduduk. Yang langsung menarik perhatian saya adalah begitu banyak anak-anak kecil di sini. Jumlahnya mungkin lebih banyak dari orang dewasa. Anak-anak ini kisaran setahun sampai 12 tahunan.

Tanpa Listrik sudah Biasa dan Tetap Ceria
Listrik yang saya lihat ternyata berasal dari mesin diesel yang ada di dekat lapangan. Mesin ini berbahan bakar solar dan listrik nyala secara terbatas hanya beberapa jam sehari, terutama saat malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun